Kepala Sekolah SD Negeri 3 Babadan, Ponorogo, Evif Darmawanti menangis
Jawapes Ponorogo - Sebuah fenomena dimana dalam musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak orang berlomba untuk mendaftarkan anaknya sekolah di Negeri dengan menghalalkan berbagai macam cara, malah di SD Negeri tidak ada 1 siswapun yang mendaftar.
Hal ini terjadi lantaran banyak orangtua murid yang enggan mendaftarkan anaknya masuk sekolah negeri dan memilih daftar ke sekolah swasta yang dikenal kualitas pendidikan dan disiplinnya.
Fenomena ini dialami SD Negeri 3 Babadan yang tidak ada sama sekali murid mendaftar dan SD Negeri Soetono Ponorogo Jawa Timur.
Kepala sekolah SD Negeri Setono, Prayitno mengatakan penyebab ini lantaran sekolahnya dikepung sekolah swasta.
“Kami memang dikepung sekolah. Baik itu SD Negeri maupun sekolah swasta, sehingga hanya ada 1 siswa saja yang mendaftar,” ujar Prayitno, Selasa (18/7/2023).
Dia menjelaskan bahwa SDN Setono itu areanya adalah siswa yang rumahnya di lapangan ke timur atau area Dukuh Plampitan, Kelurahan Setono. Sementara di area barat Kelurahan Setono masuk ke MI Setono. Sementara Kelurahan Setono ke selatan masuk ke SDN Japan.
“Setono kesana (Dusun Plampitan), hanya 1 dukuhan. Usia TK hanya sedikit. Juga dari SDN lain memperebutkan,” kata Prayitno.
Dia berharap tahun depan kondisinya lebih baik dengan upaya Guru lakukan door to door untuk mendapatkan siswa.
“Guru bisa promosikan SDN Setono. Bahwa di SDN Setono extra itu begini-begini, biar masuk ke SD Setono,” tegasnya.
Menurutnya, hingga saat ini di SDN Setono ada total 38 siswa. Yang paling banyak adalah siswa kelas 6, jumlahnya adalah 15 anak.
“Ini kami tetap membuka PPDB secara offline. Siapa tahu ada yang menyekolahkan anaknya lagi di SDN Setono. Tahun lalu ada 5 anak,” pungkasnya.
Sedangkan Kepala Sekolah SD Negeri 3 Babadan, Ponorogo, Evif Darmawanti mengaku prihatin dengan sekolahnya yang tidak menerima 1 siswapun. Padahal sekolahnya memiliki banyak prestasi. Namun, tidak ada satu murid yang mendaftar.
Evif dan tim guru sekolah sebenarnya telah memprediksi bahwa hal ini mungkin terjadi. Selain karena persaingan dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang baru saja berdiri, jumlah anak usia lulus taman kanak-kanak di Desa Babadan ini sangat terbatas.
Belum lagi, sekolah ini juga harus bersaing dengan dua SD negeri lainnya di desa yang sama. Padahal, SD Negeri 3 Babadan telah mencatat prestasi yang gemilang di tingkat kecamatan hingga kabupaten.
Tumpukan piala dan piagam penghargaan yang siswa peroleh dari berbagai bidang menghiasi lemari sekolah. Namun, ternyata prestasi tersebut belum mampu mengubah keadaan, bahkan tidak ada satu pun siswa baru yang mendaftar ke sekolah ini.
"Memang kita sudah bisa memprediksi, karena kita sudah menghitung karena TK-nya sedikit. Kita sudah berusaha sekuat tenaga."
Akibat tidak adanya murid baru, ruang kelas 1 di SD ini saat ini kosong dan akan dimanfaatkan sebagai perpustakaan.
Meskipun dalam kondisi yang memprihatinkan ini, proses pembelajaran untuk siswa kelas 2 hingga kelas 6 tetap berlangsung.
Data dari Dinas Pendidikan menyebutkan bahwa saat ini ada lima SD negeri di Ponorogo yang tidak mendapatkan murid.
Delapan SD lainnya juga terpaksa harus ditutup karena kekurangan siswa. Dari total 558 SD negeri, hanya ada 11 sekolah yang berhasil memenuhi pagu 28 siswa per kelas.
Kondisi ini menunjukkan tantangan serius yang dihadapi sekolah di daerah Ponorogo, khususnya dalam menarik minat orangtua untuk memilih SD negeri sebagai tempat pendidikan anak-anak mereka.
Diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk mencari solusi yang berkelanjutan demi keberlangsungan pendidikan yang berkualitas di wilayah ini. (Red)
Pembaca
Posting Komentar