Dinas PU Banyumas Periksa Kondisi Pembangunan Talud, Dampak Pada 3 Rumah Akibat Galian C Tak Berijin


Jawapes, BANYUMAS - Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Banyumas bersama Sekertaris Kecamatan (Sekcam) dan Trantib Kecamatan Banyumas melakukan pengecekan pada bangunan Talud penahan tebing yang mengancam adanya tiga bangunan rumah diatasnya, Rabu (12/10/2022).


Pengecekan pembangunan Talud tersebut berorientasi pada bangunan yang tidak sesuai Spek atau tidak sesuai pada Rekomendasi Teknis Dinas PU Kabupaten Banyumas. Selain itu, untuk pembangunannya diduga adanya upaya memperlambat karena tenaga pekerjanya hanya ada tiga orang saja.

Pembangunan Talud tersebut merupakan adanya kesepakatan yang dibuat oleh pihak penambang ilegal yang bernama Hadi Suprapto pada berita acara tertanggal 5 September 2022, bertempat di Balai Desa Karangrau Kecamatan Banyumas bersama pihak-pihak terkait dan dimana hal itu diwakilkan oleh Dwi Harmoko sebagai oknum Anggota aktif Polres Purbalingga.

Peristiwa bermula saat Hadi Suprapto melakukan penambangan tanpa ijin pada tanah miliknya di RT.03/RW.03 Desa Karangrau Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas dengan luas kurang lebih 400 ubin (5.600 M2) sejak Tahun 2021 dan sudah selesai. Area penambangan itu berbatasan dengan tanah dan bangunan rumah milik tiga orang warga, namun penambangan tidak mengindahkan kaidah hukum dan teknis sehingga mengancam keselamatan bangunan yang berada di dekatnya.



Pada saat dimulainya penambangan sebetulnya warga sudah sempat menolak, namun kenyataannya tetap dilaksanakan dengan alasan sudah mendapat izin dari Desa. Hal ini sudah berakibat merugikan bagi warga sekitar, baik berdampak pada ketiga pemilik rumah maupun pada akses jalan milik Pemkab Banyumas yang menjadi rusak karena sirkulasi dilalui Dump Truk bermuatan tanah galian itu.


Tiga orang pemilik rumah yang terancam adanya tanah longsor diantaranya, Shobirin, Ngaisah dan Karmi. Berdasarkan keterangan, mereka mengungsi saat hujan deras karena takut sewaktu-waktu rumahnya ambruk akibat adanya keretakan dan jarak bangunan dengan tebing sedalam 6 Meter tersebut hanya menyisakan 70 Cm antar bagian tanah serta beberapa bagian tebing sudah mulai gugur.

Dari kejadian ini, sudah dilakukan beberapa kali mediasi yang di Fasilitasi oleh Camat Banyumas dan juga dihadiri unsur Dinas Teknis Cabang Dinas ESDM Slamet Selatan, UPT DPU Kabupaten Banyumas, DLH Kabupaten Banyumas, BPBD Banyumas, Kapolsek Banyumas, Danramil Banyumas, Kasi Trantib kecamatan Banyumas, Kepala Desa Karangrau, Ketua BPD Desa Karangrau, Ketua RT.03/RW.03 Desa Karangrau dan penambang ilegal sekaligus pemilik tanah yang diwakili oleh Dwi Harmoko oknum Anggota Polres Purbalingga namun perundingan selalu tidak berjalan mulus karena upaya Dwi Harmoko yang merupakan menantu Hadi Suprapto selalu berupaya untuk menghindarkan dari tanggung jawabnya. 


Hingga pada kesepakatan yang di tandatangani bersama di Polsek Banyumas pada tanggal 10 Oktober 2022, dimana diperoleh kesepakatan pembuatan talud penahan sesuai dengan gambar serta Rekomendasi teknis dari UPTD PU wilayah Banyumas dan seluruh biaya di tanggung oleh pihak penambang serta akan diselesaikan dalam waktu 1 Bulan terhitung dari tanggal 10 Oktober 2022 sampai 10 Nopember 2022, pada nyatanya pelaksanaan pembangunan talud penahan tebing tidak seperti yang diharapkan karena tidak sesuai spek teknis dan pengerjaannya tidak setiap hari dilaksanakan. 

Eddy Wahono sebagai pengamat lingkungan dan Pembina Forum Relawan Lintas Organisasi (FORMASI) menyatakan, turut prihatin melihat kondisi tiga rumah tersebut sewaktu-waktu bisa terancam roboh akibat tanah ambles atau longsor. Apalagi saat ini dimusim penghujan dengan intensitas tinggi.

"Prihatin saya melihat tiga rumah dengan kondisi seperti itu, sewaktu-waktu bisa longsor tanahnya. Dan sangat disesalkan juga, karena pihak pemilik tanah sekaligus sebagai penambang tersebut diwakili oleh oknum Anggota Polri yang semestinya dapat memberikan pengayoman dan contoh kepada warga masyarakat serta mengerti tentang sangsi hukum," ungkapnya.

Sangsi hukuman penambangan ilegal, sesuai UU No. 3 tahun 2020 pada Pasal 158 dimana ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 Milyar.

Adanya 3 rumah dampak dari galian C yang saat ini kondisinya dapat terancam, sudah seharusnya menjadi perhatian segera untuk menyelesaikan tanggung jawabnya, bukan malah berupaya menghindari dan melindungi pelaku penambangan ilegal mengingat sudah memasuki musim penghujan, tandasnya.(JPK-2)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama