Tim Investigasi Advokasi Peradi Gelar Konferensi Pers Untuk Aremania Korban Tragedi Kanjuruhan

Tim Investigasi Advokasi Peradi Gelar Konferensi Pers Untuk Aremania Korban Tragedi Kanjuruhan
Tim investigasi dan advokasi Peradi Malang dan Kepanjen gelar konferensi pers

 

Jawapes, MALANG - Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang beberapa waktu yang lalu merupakan hari paling kelam dan menyedihkan bagi seluruh bangsa Indonesia, khususnya di dunia sepak-bola.


Pasalnya, ditengah meningkatnya performa serta permainan tim nasional sepak-bola Indonesia dan tim kelompok umur dibawah asuhan pelatih bertangan dingin dari Korea Selatan, Shin Tae Yong. Namun digemparkan dengan sebuah peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada tanggal 1 Oktober 2022.


Diketahui bersama, peristiwa tragedi kemanusiaan tersebut setidaknya membuat 133 orang meninggal dunia, lebih dari 450 orang mengalami luka berat dan luka ringan. Hal tersebut menjadikan tragedi Kanjuruhan menduduki peringkat dua  dalam sejarah tragedi sepak-bola setelah peristiwa di Peru pada 1964 silam, yang menelan korban jiwa sebanyak 328 orang. 


Banyaknya jumlah korban, baik yang meninggal maupun luka-luka pada tragedi tersebut menjadi perhatian serius bagi Tim Investigasi dan Advokasi Advokat Indonesia.


Tim Advokasi Advokat Indonesia Indonesia dibentuk oleh DPC Peradi Malang, DPC Peradi Kepanjen, PBH Peradi Malang, YLC Peradi Kepanjen dan Peradi Malang FC.


Tulus Wahjuono selaku Koordinator Tim Investigasi dan Advokasi menyampaikan, peristiwa di Stadion Kanjuruhan beberapa waktu yang lalu merupakan sebuah tragedi kemanusiaan dan berpotensi adanya dugaan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sehingga menjadi peristiwa terburuk dalam dunia sepak-bola Indonesia dan harus di usut tuntas.


"Jadwal pertandingan sepak-bola liga 1 yang dikeluarkan oleh PT. Liga Indonesia Baru (PT. LIB) antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dilaksanakan pada malam hari (Kick Off 20.00 WIB) dengan tensi serta rivalitas tinggi antara kedua tim. Menurut kami adalah sebuah kesalahan dan tidak berperikemanusiaan, selain alasan kesehatan juga bisa terjadi kerawanan dari sisi keamanan," katanya saat konferensi pers, pada Kamis (6/10/2022).


Tulus Wahjuono menjelaskan, terkait dengan jadwal pertandingan yang terlalu malam tersebut sebenarnya masih dapat dirubah sebagaimana tercantum dalam regulasi aturan liga 1 pada Pasal 8 Ayat 4, yang disebutkan bahwa LIB memiliki hak untuk setiap saat melakukan perubahan terhadap jadwal pertandingan.


"Artinya sebelum memutuskan perubahan jadwal, LIB akan melakukan koordinasi dengan klub yang terlibat atau terkena dampak terhadap perubahan jadwal pertandingan tersebut. Selanjutnya, dalam pasal 8 ayat 5 huruf a disebutkan perubahan jadwal pertandingan dapat dilakukan oleh LIB selambat-lambatnya 7 hari sebelum pertandingan berlangsung dengan alasan keamanan," ujarnya.


Dalam peristiwa tragedi stadion kanjuruhan juga diduga terdapat kesalahan prosedur, yakni terkait manajemen dan perencanaan resiko yang dilakukan oleh petugas keselamatan dan keamanan pertandingan.


"Kami menduga dalam tragedi tersebut terdapat penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan yang sedang bertugas karena telah menggunakan gas air mata untuk mengendalikan massa. Sehingga hal tersebut tidak sesuai prosedur dan akhirnya menyebabkan jatuhnya korban jiwa," ungkapnya.


Lebih lanjut, Wahjuono mengatakan, penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan sepakbola dilarang oleh FIFA. Dimana dalam Stadium Safety and Security Regulation FIFA dalam Pasal 19 disebutkan bahwa, penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa di stadion. 


"Suporter tim Arema FC yang biasa disebut aremania merupakan komunitas suporter yang memiliki organisasi cukup rapi dan tertata dengan budaya membeli tiket untuk masuk menonton ke stadion kebanggaan mereka. Dimana hal tersebut harus dijamin keamanaan dan kenyamanannya oleh pihak panitia penyelenggara," tegasnya. (AF)

Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama