Sholat Merupakan Penolong Bagi Kaum Yang Beriman

Oleh Gus Abbas.
Ketua Jaringan Silaturahmi Kyai Kampung Indonesia (JSKKI).

Ahmad Zainuddin Abbas (sarung biru).

Jawapes, Banyumas - Allah SWT berfirman : Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (Qs. Ad-Dzariyat [51]: 56). Saya memahami ayat ini sebagai ayat paling prinsip tentang ajaran hidup, pesannya jelas bahwa Hidup adalah untuk ibadah. Ibadah bisa dalam bentuk "Mahdhoh", yaitu ibadah formal misalnya seperti Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Tadarus Al-Quran dan Dzikir atau bisa juga dalam bentuk  "Ghoiru Mahdhoh", yaitu meliputi perbuatan apa saja asal diniatkan sebagai bentuk Taqarrub kepada Allah. Pegawai yang bekerja dengan baik, benar dan tidak menyimpang karena takut pada Allah maka bekerjanya itu bagian dari ibadah. 

"Guru yang mengajar dengan ikhlas, sabar dan penuh dedikasi supaya murid-muridnya maju dan menjadi orang saleh serta Ia berharap penuh ridha Allah, itu bagian dari ibadah. Seorang ayah yang bekerja halal untuk menafkahi keluarganya adalah ibadahnya dan masih banyak contoh-contoh lainnya".

Jadi Orientasi hidup kita harus untuk ibadah, tiada sesaat pun tanpa ibadah. Maka, dalam kamus seorang muslim, semua pekerjaan harus dilandasi niat ibadah, Lillaahi Ta’ala. Salah satu ibadah yang paling utama dan paling sering dilakukan rutin oleh orang-orang beriman adalah Shalat, maka Shalat adalah pekerjaan pokok.

Pagi buta kita bangun lalu Shalat Subuh kemudian siang hari Shalat Dzuhur. Nah, antara Subuh dan Dzuhur ada yang kerjaannya mengajar di sekolah, bekerja di kantor, ada yang jualan di pasar, ada juga yang ke sawah, ada pula yang mencari ikan di laut dan lain sebagainya. Saat Dzuhur tiba, semuanya berhenti untuk menjalankan Shalat dan seusainya melanjutkan lagi pekerjaannya. Diantara Shalat Subuh dan Dzuhur, sore harinya menjalankan Shalat Asar. Sembarinya, ada yang meneruskan pekerjaannya dan ada pula yang kembali ke rumah untuk istirahat sejenak, demikian seterusnya. Menginjak petang, Umat Islam menunaikan Shalat Maghrib yang disusul dengan Shalat Isya. Disela-sela itu, beraneka ragamlah yang dikerjakan manusia.

Jika dari Shalat Subuh ke Dzuhur kita gunakan untuk bekerja, maka Isya menunggu Subuh, kita gunakan untuk tidur.

"Kami jadikan tidurmu untuk istirahat ; Kami jadikan malam sebagai pakaian dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan." (Qs. An-Naba [78]: 9-11).

Aktivitas yang sudah pasti dan serempak dilakukan oleh orang-orang Mukmin adalah Shalat, inilah yang menyamakan dan menyatukan mereka. Bagi orang Mukmin, pekerjaan yang sudah pasti dan jelas adalah Shalat sedangkan profesi apapun adalah selingan saja. Janganlah justru berpikir terbalik, yaitu Shalatnya hanya sebagai selingan sehingga justru hanya fokus pada pekerjaannya bukan pada Shalatnya. 

Ketahuilah, janganlah kita Shalat dengan Sisa-sisa : sisa waktu, sisa tenaga, sisa pikiran dan sisa hati. Saat bekerja mencari nafkah dilakukan dengan sungguh-sungguh (istilah Jawa, pol-pol-an), giliran untuk menjalankan Shalat, tenaganya sudah lemes, mengantuk, menguap, ditambah lagi tidak dengan khusyu. 
"Jangan sampai terjadi, ibadah kita kalah dengan pekerjaan, kalah dengan tontonan atau kalah dengan hiburan". 

Sementara Rasulullah SAW malah menjadikan Shalat sebagai penghibur: "Shalat dijadikan sebagai penghibur hatiku" (HR. An-Nasai). Bagi Rasul dan para sahabat serta orang-orang shaleh dahulu, Shalat adalah hiburan. Apakah kita sudah sampai pada level demikian : menjadikan Shalat sebagai hiburan ? atau Shalat malah menjadi beban. Jika datang waktu Shalat tinggalkanlah pekerjaan, apalagi jika hanya sekedar permainan atau tontonan. 

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan Shalat Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, (Qs. Al-Jumuah [62] : 9).

Bahkan, Rasul pernah membangunkan Bilal RA Sang Muadzin yang bersuara sangat merdu itu, untuk mengumandangkan Adzan Subuh. 
"Bangunlah wahai Bilal, tentramkanlah hati kami dengan shalat," begitu kata Rasul.

Bagi Rasul dan para sahabat serta orang-orang shaleh zaman dulu, Shalat bisa membuat tenteram hati. Apakah level kita sudah sampai demikian ? 
Masih banyak yang shalat tapi tetap saja gundah gulana, jika demikian berarti ada yang keliru dalam Shalat kita.

Jelaslah bahwa bagi Rasul, Shalat adalah hiburan yang menentramkan bukan sekedar rutinitas fardu yang tidak memiliki makna. Rasul senang dengan datangnya waktu Shalat dan selalu menantikannya, sementara kita seringkali menggerutu jika Adzan berkumandang saat sedang asyik-asyiknya bekerja dan bermain.

Jadikanlah sabar dan Shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya, (Qs. [2] : 45) "Peliharalah semua Shalatmu dan peliharalah Shalat Wustha (Asar), berdirilah untuk Allah dalam Shalatmu dengan khusyu", (Qs. [2] : 238). Semoga kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Identitas Penulis :
Nama   : Ahmad Zainuddin Abbas
Alamat : Ponpes Al Falah Tinggarjaya 
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas - Jateng.

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama