Tradisi Mudun Lemah'Saat Balita Memilih Cita Cita


Tradisi Mudun Lemah'Saat Balita Memilih Cita Cita
Tradisi "Tedak Siten" atau Mudun Lemah dilakukan saat seorang anak berusia 7 lapan yaitu saat berusi 7 sampai menginjak bulan ke delapan. Orang Jawa menyebutnya ”Mudun Lemah”.



Jawapes Surabaya - Sebagian suku Jawa di Surabaya, masih memegang teguh tradisi leluhurnya. Salah satu tradisi yang masih dirawat dengan baik adalah Mudun Lemah atau "Tedak Siten" atau peringatan tujuh bulan kelahiran sang bayi.

Seperti pasangan suami istri Warga Dukuh Setro Surabaya satu ini, YOGA DWI SEPTIAWAN dan RODIYAH WULANSARI. Keduanya menggelar tradisi Mudun Lemah terhadap putra keduanya, NAVERO.


Namun diakui Wulan, Mudun Lemah yang dilakukan tidak sedetail seperti apa yang pernah dilakukan leluhurnya. Tapi tetap memakai pakem Jawa seperti adanya Bubur Merah, Tetel (Sebangsa Ketan), Jajan Pasar, Gedang (Pisang) Rojo, Gedang (Pisang) Susu, Kembang Setaman, dan permainan anak.

"Sesuai tradisi leluhur saya, mulai dari anak pertama dan yang kedua ini tetap kita rayakan Mudun Lemah," tutur Wullan usai prosesi Mudun Lemah di rumahnya, Surabaya, Sabtu, 10 September 2021.


Tradisi "Tedak Siten" atau Mudun Lemah dilakukan saat seorang anak berusia 7 lapan yaitu saat berusi 7 sampai menginjak bulan ke delapan. Orang Jawa menyebutnya ”Mudun Lemah”.


Wulan menyampaikan, usai pembacaan doa, sang anak di dudukan di atas Tetel dihadapkan dengan Nampan berisi permainan anak seperti bola, mobil - mobilan, hewan - hewanan, dan ada selembar uang kertas senilai Rp 100 ribu, Tasbih, kitab Al - Quran kecil, buku tulis, buku bacaan, pensil dan lain lain.

"Navero tadi memilih uang, serta kitab Suci Al - Quran. Semoga anak saya kelak menjadi anak yang rajin beribadah serta pintar mencari uang bukan untuk menghambur-hamburkan uang ," ujar Wulan sambil tersenyum.

Yoga menambahkan, setelah prosesi pengambilan pertama, sang anak kemudian sempat menyentuh buku bacaan namun dikembalikan lagi ke nampan. Sempat terjadi paksaan kepada sang anak untuk mengambil buku tetapi, sang anak meronta tidak mau tetap memilih Al - Quran.

Setelah prosesi memilih barang kesukaannya, sang anak langsung diturunkan ke tanah. Sebagai simbol dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. "Semoga setelah Mudun Lemah ini anak saya langsung lari, gak usah belajar jalan," ujar Yoga sambil tertawa.



Setelah melaksanakan rangkaian prosesi Mudun Lemah, Bubur, Tetel, Gedang Rojo dan Gedang Susu dibagikan kepada sanak saudara serta ke para tetangga.

Sebagai info jika Tradisi Jawa Mudhun Lemah ini juga dikenal sebagai 'Tedhak Siten' ( turun tanah ). Tedak siten (dari kata Jawa= tedak = cedhak ( men-dekat ). Siten = siti = lemah (jawa = tanah ) .Ketika anak menginjak 8 bulan ( pitung lapan ), tradisi ini tidak hanya di Jawa, didaerah lain di Indonesia juga ada tradisi seperti ini.

Tradisi turun tanah menjadi symbol bagi kalangan masyarakat jawa mengisyratakan dalam usia tersebut seorang anak sudah saatnya untuk menginjakan kakinya ke tanah sebagai upaya pendekatan kepada dirinya sendiri yang berunsurkan tanah. Dan sekaligus merupakan usia anak untuk berjalan di tanah yang pertama kali. Semoga bermanfaat.

Penulis (CSan/Arin)
Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama