Cabut Gugatan, Warga Desa Gondang Kulon Malah akan Dilaporkan ke Pihak Berwajib

Mediasi

Jawapes, NGANJUK
- Usaha dengan praktek simpan pinjam uang tanpa adanya ijin dengan bunga tinggi (rentenir) yang mencekik leher membuat warga resah. Hal tersebut dialami warga Desa Sanggrahan berinisial U (korban) menjadi korban urusan hutang piutang dengan rentenir yang berujung pada gugatan di Pengadilan Negeri Nganjuk.


Menurut informasi yang dihimpun, pada tahun 2019, korban meminjam sejumlah uang pada rentenir berinisial N yang merupakan warga Desa Gondang Kulon secara bertahap sehingga totalnya Rp192 juta. Dengan berjalannya waktu, korban telah melakukan pembayaran secara bertahap juga dengan total keseluruhan Rp221 juta (berdasar catatan korban). Walau sudah dibayar sebesar Rp 221 juta, namun korban merasa bingung dan heran, karena pihak rentenir masih meminta membayar tanggungannya sebesar Rp287 juta. 


Korban pun membenarkan peristiwa tersebut, bahwa hutang piutang berawal darinya meminjam uang kepada N sebagai pemilik uang sebesar Rp192 juta walau menerimanya secara bertahap. "Dari situlah persoalan tersebut muncul hingga N bersama pengacaranya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Nganjuk," ujarnya.


Lanjut korban, kami sudah pernah membayar hutang tersebut secara bertahap hingga mencapai Rp221 juta (seperti dalam catatannya) dan itu saya utarakan pada waktu mediasi di kantor desa, N juga mengakui sudah menerima uang sejumlah tersebut. Namun kenapa pihak N kok malah mendatangi rumah mertua korban, supaya kami memberikan pernyataan hutang piutang diatas kertas dengan jaminan surat tanah petok D.


"Waktu N ke rumah mertua (sekarang sudah meninggal), sambil marah-marah dan meminta saya untuk membuat perjanjian hutang piutang atas nama mertua. Padahal saya yang berhutang kok mertua yang disuruh membuat surat perjanjian. Akhirnya suami saya yang menulis surat perjanjian tersebut, namun didikte oleh N, sehingga seolah-olah mertua saya yang mempunyai hutang," jelas korban.


Korban kemudian melanjutkan ceritanya, uang yang Rp 221 juta itu sudah saya bayar dengan lunas, namun karena merasa dipaksa menulis tersebut, akhirnya N menyuruh kami untuk membayar sisa pinjaman sebesar Rp287 juta (karena surat petok D dibawa oleh N).


Permasalahan hutang piutang bertambah ruwet, akhirnya sempat dimediasi beberapa kali oleh pihak Desa Sanggrahan namun tidak pernah ada kesepakatan dikarenakan pihak N tetap bersikukuh supaya korban membayar sisa pinjaman sebesar Rp287 juta. Lantaran tidak adanya kesepakatan, akhirnya pihak N dan pengacaranya menggugat korban secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Nganjuk.


Hari Rabu (3/3/2021) N bersama pengacaranya mencabut gugatan tersebut ke PN Nganjuk, namun persoalannya tidak sampai disitu. Korban yang didampingi LSM GMBI Nganjuk, menolak secara tegas permintaan N.


Salah satu perwakilan dari LSM GMBI Nganjuk pun sempat berkomentar, bahwa akan melaporkan pihak N dengan memakai LBH (Lembaga Bantuan Hukum) LSM GMBI ke Kepolisian dengan indikasi kalau saudara N tersebut diduga melakukan pemaksaan terhadap korban untuk meminta membuat surat perjanjian hutang piutang dengan mengatasnamakan orang tua sekaligus mertua korban yang sekarang sudah meninggal.


"Kami juga meminta agar surat tanah petok D yang dibawa N supaya dikembalikan. Lha yang hutang khan menantunya, kok pihak rentenir ini membawa surat tanah petok D milik mertuanya. Akhirnya seolah-olah yang meminjam ini mertuanya. Pokoknya kami akan melaporkan perbuatan N ke Kepolisian," tandasnya.


Dia juga berharap agar pihak aparat penegak hukum untuk memberikan tindakan tegas kepada warga yang melakukan usaha simpan pinjam gelap atau tanpa ijin dengan jasa/bunga yang mencekik sehingga biar menjadi pembelajaran.(Tim)


Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama