Merebut Kedaulatan Rakyat Dengan Menegakan Demokrasi Pancasila Tanpa Partai Politik


Ir. Prihandoyo Kuswanto  Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
 

Jawapes Surabaya - Sejak UUD 1945 di amandemen maka bukan hanya menganti pasal-pasal yang ada di batang tubuh sesungguh nya yang diamandemen adalah sistem negara berdasarkan Pancasila , Ideologi Pancasila itulah yang diamandemen mengapa ? Sebab Ideologi itu berati tentang kumpulan pemikiran tentang negara berdasarkan Pancasila , jadi kalau sekarang masih ada yang mengatakan ideologi Pancasila itu masih ada adalah kebohongan  yang luar biasa terhadap bangsa dan negara ini .

Bahkan Pancasila menjadi alat untuk mengebuk siapa saja yang bertentangan dengan Pancasila padahal negara sendiri tidak menjalankan Pancasila sebagai dasar negara dan Ideologi negara .
Ketika pendiri negeri ini memilih sistem bernegara tidak memilih sistem Parlementer maupun sistem Presidenseil justru para pendiri negara ini menciptakan sistem sendiri yang di sebut sistem MPR .

Amandemen UUD 1945 banyak rakyat tidak mengetahui sesungguhnya amandemen yang telah dilakukan sejak tahun 2002 telah mengubah negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dari negara berdasarkan Pancasila menjadi negara yang berdasar liberalisme, kapitalisme.

Ternyata amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 berimplikasi terhadap perubahan sistem ketatanegaraan , berubah nya negara berideologi Pancasila .menjadi sistem Presidenseil yang dasar nya Individualisme  Liberalisme Kapitalisme 

Kita perlu membedah perbedaan negara ber sistem MPR  berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidenseil berideologi Individualisme,Liberalisme, Kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap Ideologi Pancasila .

Sistem MPR basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili DPR sedang golongan Fungsional diwakili utusan Golongan-golongan dan utusan daerah . 

Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. Setelah GBHN terbentuk dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR dimana  Presiden dimasah akhir jabatan nya mempertangung jawabkan GBHN yang sudah dijalankan . 

Presiden tidak boleh menjalankan politik nya sendiri atau politik golongan nya apa lagi Presiden sebagai petugas partai , seperti di negara komunis .

Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipinpin oleh hikma kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /perwakilan .pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang di pimpin oleh Hikma Kebijaksanaan arti nya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang di pimpin oleh bil Hikma , hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah sebab musyawarah bukan kalah menang bukan pertarumgan tetapi memilih yang terbaik dari yang baik. 

Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan , nilai persatuan Indonesia ,Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ke Tuhanan Yang Maha Esa .

Dengan sistem MPR maka pelaksanaan demokrasi asli Indonesia berdasrkan Pancasila tidak menguras Triliunan rupiah , tidak ada pengerahan masa , tidak ada kampanye , tidak ada pengumpulan masa yang tidak perlu sebab yang di pertarungkan adalah pemikiran gagasan , tidak membutuhkan korban yang sampai hampir 900 petugas KPPS meninggal tidak jelas juntrungan nya .

Sistem presidenseil basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, kalah menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. 

Demokrasi dengan cara-cara Liberal ,Kapitalis ,membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat Triliunan rupian untuk memilih pemimpin pikada, pilleg , pilpres dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi , dan yang lebih miris korupsi seperti hal yang lumrah dinegeri ini begitu juga dengan petugas KPU nya juga bagian dari sistem korup , kecurangan bagian dari strategi pemilu .

Demokrasi bisa dibeli geser-mengeser caleg memindakan suara adalah bagian dari permainan KPU . ini bukan isapan jempol bukan nya sudah dua anggota Komisioner KPU yang di pecat karena terlibat permaian uang bahkan ketua KPU nya dipecat yang kata nya melanggar kode Etik .

Dalam sistem Presidenseil Presiden yang menang melantik diri nya sendiri dan menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya diakhir masa jabatan presiden tidak mempertangung jawabkan kekuasaannya.

Bagaimana sistem Presidenseil ini yang mampu menggulung Ideologi Pancasila sementara BPIP mencoba bermain-main dengan Ideologi Pancasila yang disetubuhkan dengan Individualisme , Liberalisme  Kapitalisme entah apa yang ada di pikiran Megawati dan punggawa yang ada di BPIP sudah jelas mana mungkin keadilan sosial di letakan pada sistem Liberalisme Kapitalisme jelas bertentangan .bukankah Pancasila itu antitesis dari Individualisme Liberalisme Kapitalisme ? 

Amandemen UUD 1945 seharusnya dilakukan dengan referendum. Tetapi MPR telah melakukan akal -akalan yang tidak elok dengan cara mencabut tap MPR No 4 th 1993 tentang referendum. Agar amandemen rakyat tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan.
Tentu saja hal ini perlu dipersoalkan. Sebab Amandemen bukan sekedar menambah dan megurangi pasal-pasal didalam batang tubuh UUD1945. Yang terjadi justru mengamandemen prinsip-prinsip negara berdasarkan Pancasila.

Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan. Terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara secara keseluruhan. Misalnya seperti adopsi atau amendemen konstitusi atau undang-undang baru, atau perubahan wilayah suatu negara.
Karena menyangkut konstitusi sebuah negara maka atas nama kedaulatan rakyat sudah semestinya rakyat ditanya setuju atau tidak negara ini diubah.

Amandemen UUD 1945 tidak sah, sebab didahului dengan pemufakatan jahat menghilangkan Tap MPR no 4 th 1993 tentang referendum.

Untuk meluruskan kembali negara proklamasi maka rakyat Indonesia harus segerah meminta dilakukan kembali pada UUD 1945 Asli .
Amandemen atas UUD 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali oleh partai-partai politik dan pemerintahan reformasi (1999-2002), ditinjau dari semua sisi adalah tidak KONSTITUSIONAL dan tidak SAH. 

UUD Amandemen melanggar prosedur dan aturan administrative; Dilakukan tanpa TAP MPR dan tidak dimasukkan dalam lembaran Negara; 

Seluruh konsepnya yang menginjak-injak Pancasila & UUD 1945 dirancang sesuai kepentingan Asing dan seluruh proses pembuatannya dibiayai Asing (USAID, UNDP, NDI, British Embassy dll). 

Artinya: Sejak 2002, Indonesia pada hakekatnya sudah berjalan tanpa konstitusi 
Penghianatan2 Amandemen 2002
Mengkhianati filosofi dan ideologi Pancasila yang dituangkan dalam batang tubuh UUD’45, diganti dengan nilai2 individualisme, liberalisme dan persaingan bebas; 
Mengkhianati cita2 para pendiri bangsa mewujudkan Indonesia negara merdeka yg berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, berkepribadian tinggi secara budaya dan berdiri di atas landasan filosofi Pancasila. 

Menyerahkan kemerdekaan Indonesia yg dulu diperjuangkan dengan mengorbankan harta benda dan nyawa rakyat ke tangan penjajah2asing; Membuat politik negara didominasi asing, kekayaan bangsa dikuasai asing, pemerintahan dikooptasi asing, Aturan dan Undang2 dikendalikan asing, Pemilihan presiden dirancang sesuai kehendak asing
Kedaulatan Negara, Bangsa & Rakyat
Hilangnya GBHN dan nihilnya strategi kebudayaan, negara tidak mampu menginterpretasi dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Tidak mampu meredam konflik sosial budaya yang terus merebak dan jadi ancaman perpecahan dan dis harmonis,dan dis integrasi .

Biaya & konsep pendidikan nasional tidak mampu melahirkan generasi yang mandiri, cerdas secara intelektual, punya rasa nasionalisme yang kokoh dan berpotensi menjadi pemimpin; ,tetapi pendidikan hanya melahirkan buruh dan jongos untuk melayani kepentingan asing atas nama investasi .

Politik Anggaran secara menakutkan melahirkan korupsi di Parlemen dan Birokrasi, merambah mulai dari kantor-kantor kelurahan hingga istana presiden bayangkan dana Bansos dikorupsi secara ugal-ugalan bahkan bansos untuk difabel juga disikat , yang terakhir BPJS kaum buruh di Korupsi mental pejabat dan politisi sudah di titik nadir 
Kekacauan Sistem

Meniadakan GBHN dan mempercayakan pembangunan nasional pada program pemerintah sesuai visi/misi Presiden, adalah kunci pengkhianatan UUD 1945 .padahal GBHN adalah politik negara mulai dari lembaga tertinggi negara ,lembaga tinggi negara , TNI ,Polri , semua elemen bangsa dasar politik negara nya adalah GBHN , sekarang bagaimana dengan TNI Polri apa dasar Politik negara nya ? janji-janji Presiden apa bisa di katakan sebagai Politik negara ? ada kekacauan sistem dalam politik negara akibat GBHN diamandemen .

Marilah kita mencoba membuka sejarah bangsa ini bagaimana Negara yang di inginkan oleh pendiri bangsa dan di Tuangkan didalam UUD 1945. Dan Pancasila sebagai dasar bernegara maka aliran pemikiran yang dibangun adalah anti Penjajahan, Penjajahan lahir dari Kolonialisme, Imperalismae, Kapitalisme, Liberalisme dan sumbernya adalah Individualisme. Pancasila adalah antitesis dari semua itu maka Negara yang ingin dibangun adalah Kolektivisme , Kebersamaan, Gotong royong, Pancasila dengan sistem MPR .

”Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak mendirikan suatu Negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi‘semua buat semua “ ( Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945)

Pada notulen rapat tanggal 11-15 Juli BPUPKI dan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dapat kita ikuti perkembangan pemikiran tentang kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaaan dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki konfigurasi sosial, ekonomi dan geografis yang amat kompleks.

Karena itu, MPR harus mencakup wakil-wakil rakyat yang dipilih, DPR, wakil-wakil daerah, serta utusan-utusan golongan dalam masyarakat. Dengan kata lain, MPR harus merupakan wadah multi-unsur, bukan lembga bi-kameral. Bentuk MPR sebagai Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial.

Bung Hatta menyebutnya, sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan Negara, MPR berkedudukan sebagai Supreme Power dan penyelenggara Negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai Legislative Councils atau Assembty. Presiden adalah yang menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR.

Konfigurasi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tersebut dipandang para Bapak Bangsa sebagai ciri khas Indonesia dan dirumuskan setelah mempelajari keunggulan dan kelemahan dari sistem-sistem yang ada, Sistem majelis yang tidak bi-kameral dipilih karena dipandang lebih sesuai dengan budaya bangsa dan lebih mewadahi fungsinya sebagai lembaga permusyawaratan perwakilan.(sumber Sistem Negara Kekeluargaan  Prof.Dr  Soyan Efendi )

Reformasi dengan amandemen UUD 1945 telah telah mengkhianati Negara “semua buat semua “Oleh karena The Founding Fathers mendirikan Negara “Semua buat semua“ sistem yang dipilih adalah sistem MPR. Sebab, semua elemen bangsa akan duduk di lembaga tertinggi Negara ini untuk mengelolah bersama, memutuskan bersama, dengan cara musyawarah mufakat, Negara ini ditangan rakyat, Kedaulatan tertinggi ditangan rakyat, Rakyatlah yang menentukan pembangunan, rakyatlah yang menentukan kebutuhannya.
Oleh sebab itu, rakyatlah yang menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN), setelah itu di carilah Presiden untuk menjalankan GBHN, disanalah kesinambungan Negara ini bisa terwujud sebab GBHN akan terus berkelanjutan, bukan seperti sekarang ini setiap Presiden menganggap dia punya Negara dia punya kekuasaan, keputusan Presiden terserah presiden, setiap ganti presiden ganti acara, dan rakyat hanya menjadi Obyek .

”Kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!”. (Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni1945)

”Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke! (Sumber: Soekarno, Pidato di Surabaya, 24 September 1955)

Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsanya , menengelamkan sistem berbangsa dan bernegara, dengan menganti Demokrasi Liberal, demokrasi yang tidak berdasar pada Preambul UUD 1945, demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan, Rakyat hanya sebagai “tambal butuh“ yang hanya diberi sekedarnya, diberi sembako, setelah itu semua janji-janji manis di lupakan, akibatnya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita, sementara penguasa bergelimang kemewahan, membangun dinasty politik, Anggota DPR dan DPD  hanya sebuah pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongannya .

Demokrasi Liberalpun dijalankan, apakah bangsa ini pernah mengalami hal yang demikian? Ya tentu saja pernah mengalami, bahkan sekarang ini adalah melanjutkan apa yang telah dijalankan selama tahun 50an melanjutkan Free Fight Liberalism, dimana pertarungan perebutan kekuasaan melalui Pilsung dari Pilpres, Pilkada, yang terus berlanjut ketika sudah di pemerintahan dimana terjadi saling jegal, saling caci maki, kampanye hitam dan terus berlanjut hari ini. Demokrasi banyak-banyakan suara, padahal yang banyak belum tentu baik dan yang banyak belum tentu mengerti. Triliunan rupiah dikucurkan demi memilih yang belum tentu baik, puluhan triliun dikucurkan hanya untuk memilih koruptor.Begitu sudah terpilih, lalu terbukti 84% Kepala Daerah tersangkut masalah Korupsi.

BELAJAR DARI SEJARAH INDONESIA DEMOKRASI LIBERAL DENGAN SISTEM PARLEMENTER TAHUN 1950

Barang kali kita harus membuka sejarah agar tidak tersandung untuk kedua kalinya dengan batu yang sama pidato Bung Karno perlu kita baca kembali apa yang di wejangkannya dan bisa menjadi kaca benggala dalam berbangsa dan bernegara. Cuplikan pidato Bung Karno yang perlu kita renungkan berikut ini:

“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Never Leave History)……… Cobalah lepaskan pandangan kita lebih jauh lagi ke belakang. Marilah kita mawas diri sejak saat kita terlepas dari cengkeraman penjajah Belanda di tahun 1950, yaitu apa yang dinamakan Pengakuan Kedaulatan – recognition of sovereignty. Betapa hebatnya crucial period-crucial period yang harus kita lalui selama masa 1950-1959 itu. Free fight liberalism sedang merajalela; jegal-jegalan ala demokrasi parlementer adalah hidangan sehari-hari, main krisis kabinet terjadi seperti dagangan kue, dagangan kacang goreng. Antara 1950 dan 1959 kita mengalami 17 kali krisis kabinet, yang berarti rata-rata sekali tiap-tiap delapan bulan.

Pertentangan yang tidak habis-habis antara pemerintah dan oposisi, pertentangan ideologi antara partai dengan partai, pertentangan antara golongan dengan golongan. Dan dengan makin mendekatnya Pemilihan Umum 1955 dan 1956, maka masyarakat dan negara kita berubah menjadi arena pertarungan politik dan arena adu kekuatan. Nafsu individualisme dan nafsu egoisme bersimaharajalela, tubuh bangsa dan rakyat kita laksana merobek-robek dadanya sendiri, bangsa Indonesia menjadi a nation devided againts itself.

Nafsu hantam kromo, nafsu serang-menyerang dengan menonjolkan kebenaran sendiri, nafsu berontak-memberontak melawan pusat, nafsu z.g. demokrasi yang keblinger, yang membuat bangsa dan rakyat kita remuk-redam dalam semangat, kocar-kacir berantakan dalam jiwa. Sampai-sampai pada waktu itu aku berseru: rupanya orang mengira bahwa sesuatu perpecahan di muka Pemilihan Umum atau di dalam Pemilihan Umum selalu dapat diatasi nanti sesudah Pemilihan Umum. Hantam kromo saja memainkan sentimen.

Tapi orang lupa, ada perpecahan yang tidak dapat disembuhkan lagi! Ada perpecahan yang terus memakan, terus menggerantes, terus membaji dalam jiwa sesuatu rakyat, sehingga akhirnya memecahbelahkan keutuhan bangsa samasekali. Celaka, celaka bangsa yang demikian itu! Bertahun-tahun, kadang-kadang berwindu-windu ia tidak mampu berdiri kembali. Bertahun-tahun, berwindu-windu ia laksana hendak doodbloeden, kehilangan darah yang ke luar dari luka-luka tubuhnya sendiri. Karena itu, segenap jiwa ragaku berseru kepada bangsaku Indonesia: terlepas dari perbedaan apapun, jagalah persatuan, jagalah kesatuan, jagalah keutuhan! Kita sekalian adalah makhluk Allah! Dalam menginjak waktu yang akan datang, kita ini seolah-olah adalah buta.

Ya benar, kita merencanakan, kita bekerja, kita mengarahkan angan-angan kepada suatu hal di waktu yang akan datang. Tetapi pada akhimya Tuhan pula yang menentukan. Justru karena itulah maka bagi kita sekalian adalah satu kewajiban untuk senantiasa memohon pimpinan kepada Tuhan. Tidak satu manusia berhak berkata, aku, aku sajalah yang benar, orang lain pasti salah!
Orang yang demikian itu akhimya lupa bahwa hanya Tuhan jualah yang memegang kebenaran!

Demikian kataku di waktu itu............”

Setelah membaca cuplikan di atas, keadaan sekarang rasanya sama dengan keadaan Indonesia tahun 50an, yang membedakan saat ini adalah kita menyerahkan kompas kehidupan berbangsa dan bernegara pada Asing, kita rela melegalkan Kolonialisme, kita amandemen UUD 1945 lalu kita cangkokan amandemen dengan liberalisme, kapitalisme, dan individualisme. Dengan UUD 2002 cangkokan ini kemudian selanjutkan kita legalkan kolonialisme, kapitalisme, liberalisme dengan Puluhan Undang-Undang, bahkan kita sudah tidak lagi bisa berfikir sehat negara bangsa ini kita bongkar, kita buka blak, agar asing bisa masuk meraba semua kehidupan berbangsa dan bernegara kita, dengan bangga mengatakan saat ini adalah era baru, padahal era saat ini yang penuh dengan penghisapan, kolonialisme adalah musuh pendiri bangsa ini.bahkan lebih gila lagi kita nuat Omnibuslaw untuk asing ,Kolonialisme China lebih leluasa menggaruk kekayaan ibu pertiwi .kesempatan covid 19 dimana rakyat dalam keadaan tak berdaya dalam keadaan kesusahan hidup para pengkhianat itu masih sempat berbuat nista dengan menyelundupkan pengesahan beberapa UU yang sangat merugikan bangsa nya , UU yang mengatur untuk Korupsi yang tidak bisa diperiksa oleh BPK ,bahkan tidak bisa dituntut ke muka hukum , begitu juga untuk menyempurnakan amandemen UUD 1945 dimunculkan RUU-HIP , inisiator sudah jelas merubah Pancasila 18 Agustus 1945 yang sudah menjadi Konsensus bernegara dengan Trisila, Ekasila , Gotong Royong menghilangkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan ,sangat jelas ini adalah para sekuler ateis yang bermain maka sudah bisa ditebak unsur komunis menunggangi nya .
Rupa nya pengusung Pidato 1 Juni 1945 tidak memahami Pancasila itu apa , dan bahkan tidak membaca dengan seksama ajaran-ajaran Soekarno yang lain tentang Pancasila .
.......Cuplikan Kursus Pancasila APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCA SILA?Cuplikan  Amanat PJM Presiden Soekarnopada tanggal 24 September 1955di Surabaya
..............”Tidak benar Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia – sebenarnya telah mengenal akan – Panca Sila? Tidakkah benar kita dari dahulu mula, telah mengenal Tuhan, hidup di dalam alam Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan hal ini panjang lebar. Bukan anggitan baru. Bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan. 

Yah kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan. Demikian pula, tidakkah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? 

Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusurno? Tahukah Saudara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu misalnya perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman – Ibu. Mother dalam bahasa Inggeris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latin – Ibu. Mataram berarti Ibu.
Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah air dari zaman dulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram.
Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?
Yaah kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali “tidak akan makan kelapa, jikalau belum scgenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar”. Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta daripada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!

Pemimpin besar sekadar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanapun juga, – bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke, – bahkan sampai ke daerah Philipina sekarang.

Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil – pemimpin gurem atau pemimpin yang bagaimanapun, – tetapi jikalau ada orang yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan negara Republik Indonesia”. Tidak benar!!! Janganpun satu Soekarno sepuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno – tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!”
Kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, – tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Merauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia.
Aku melihat di dalam daerah-daerah yang kukunjungi, di manapun aku datang, aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam, tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 November tahun 1945, siapa yang berjuang di sini?
Segenap pemuda-pemudi, kiai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat,golongan atau suku.
Rasa kebangsaan kita sudah dari sejak zaman dahulu, demikian pula rasa perikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dalam sejarah dunia ini, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Aku tentang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain.

Apa sebab? Oleh karena bangsa Indonesia berdiri di atas dasar perikemanusiaan sejak dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu, kita sudah mengenal perikemanusiaan. Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian.
Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia, dia adalah aku”. Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi – perikemanusiaan.
Kemudian datanglah di sini agama Islam, mengajarkan kepada perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhu kifayah, kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya jikalau ada orang mati di kampungmu, dan kalau orang mati itu tidak terkubur, – siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapat siksaan daripada dosa itu? Bukan sekadar kerabat famili daripada sang mati itu. Tidak! Segenap masyarakat di situ ikut tanggung jawab.
Demikianlah pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakkan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri di atas dasar kedaulatan rakyat. Engkau ikut berjuang! Dari dahulu mula kita gandrung kepada kedaulatan rakyat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.

Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakyat, hidup di dalam alam kedaulatan rakyat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan social, – bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung Hatta, atau komunis, atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis. Tidak!
Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial. Kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan, – Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah Belanda, – semboyannya selalu “Ratu Adil”,ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula. 

Maka oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusia-an, maupun Kedaulatan Rakyat, maupun Keadilan Sosial, bukan aku yang menciptakan. Aku sekadar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat. Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyousakai di dalam zaman Jepang, pertengahan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpin-pemimpin Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai itu dibicarakan hal-hal ini.

Entah apa yang ada di pikiran pengusung RUU-HIP itu rasa nya mereka  tidak lagi mempertimbangkan sejarah, nilai-nilai, bahkan dengan kalap Pancasila ditengelamkan, dan sesungguhnya sejak amandemen UUD 1945 Indonesia sudah dicabut rohnya. Indonesia saat ini bukan lagi Indonesia yang di Proklamasikan 17 Agustus 1945 , Indonesia bukan lagi yang digambarkan didalam Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945 beserta penjelasannya, dan Indonesia karenanya bukan lagi Indonesia yang berdasar pada Pancasila.
Indonesia saat ini adalah negara dengan dasar Ultra Liberal, maka tidak heran jika 0,2 % Minoritas China menguasai lahan 70%, di sektor perkebunan, tambang-tambang, real estate, Industrial estate, dan 0,1 persen penduduk Indonesia menguasai 50% kekayaan Indonesia, apakah ini semua sesuai dengan Tujuan bernegara? Inilah bukti nyata bahwa negara bangsa ini sudah bukan Negara Pancasila.
Pertanyaan berikutnya apakah kita sebagai anak bangsa membiarkan keadaan seperti ini? tentu tidak saya yakin mulai membesar tingkat kesadaran kita sebagai bangsa, dan saya juga yakin akan ada revolusi besar di negeri ini, bagaimana dengan anda apakah anda sudah sadar atau belum tentang keadaan bangsa dan negara ini? 
(CSan/Prihd).

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama