UPAYA MENGGANTI IDEOLOGI PANCASILA DENGAN RANCANGAN HIP.


UPAYA MENGGANTI IDEOLOGI PANCASILA DENGAN RANCANGAN UU HIP 

Oleh : Ir. Prihandoyo Kuswanto
Ketua Rumah Pancasila.

Jawapes Surabaya - Sudah bukan rahasia lagi kalau PKI adalah musuh Pancasila jargon PKI terhadap Pancasila mengatakan Pancasila itu alat pemersatu kalau bangsa ini sudah bersatu maka Pancasila tidak dibutukan lagi kata Aidit.

Upaya merongrong Ideologi Pancasila terus dilakukan dan sekarang terang-terangan bahkan sistematis dimulai dengan amandemen UUD1945 dan setelah Ideologi Pancasila disingkirkan dari UUD 1945 sekarang dilahirkan UU Haluan Ideologi Pancasila ,sungguh aneh dan yang mengerti apa itu Ideologi Pancasila pasti terperangah sebab yang dimaksud Ideologi Pancasila itu ya UUD1945 Asli.jadi bukan karangan yang tidak bisa diimplementasikan .

Pancasila itu bukan hanya philosophy groundslag tetapi adalah kumpulan pikiran -pikiran tentang negara berdasarkan Pancasila yang oleh pendiri negeri ini diuraikan didalam batang tubuh UUD 1945.berupa pasal-pasal .

Mari kita bahas hubungan Pembukaan dan UUD 1945 asli hasil kajian Prof Noto Negoro kira nya perlu kita simak agar kita tidak kesasar dan tidak mengerti kalau negara sudah di kudeta , bahkan TNI POLRI sebagai penjaga Pancasila dan UUD 1945 tidak mengerti .terus mereka yang lulusan Lemhamnas dan sekaligus dosen-dosen pengajar nya apa yang di ajarkan ? kok sampai tidak mengerti tentang Ideologi negara Pancasila ? 

Pendjelmaan (pelaksanaan objektif) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam Undang-undang Dasar 1945.dan Uraian ideologi Pancasila didalam batag tubuh UUD 1945.
Udjud pelaksanaan objektif mengenai asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah
sebagai berikut :

Asas “ke-Tuhanan Jang Maha Esa” tersebut dalam Bab XI hal Agama, pasal 29 dari Undang-undang Dasar 1945.

Asas “kemanusiaan jang adil dan beradab” terdapat dalam ketentuan-ketentuan hak asasi warganegara tertjantum dalam pasal-pasal 27, 28 dan 31 ajat 1 dari Undang-undang Dasar 1945.

Asas “persatuan Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 26 tentang warganegara, pasal 31 ajat 2 tentang pengadjaran nasional, pasal 32 tentang kebudajaan nasional, pasal 35 tentang bendera Negara dan pasal 36 tentang bahasa Negara.
Diantara pendjelmaan daripada asas “persatuan Indonesia” terdapat satu hal, jang amat penting untuk pada tempat ini dikemukakan, karena djika hal ini disadari, sungguh akan merupakan dasar bagi tertjapainya realisasi sifat kesatuan daripada Negara dan bangsa. Lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah, dan menurut ketetapan ini “Bhinneka Tunggal Ika” adalah lambang Negara, satu sungguhpun berbeda-beda.
Negara Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri dari pulau-pulau jang amat banjak djumlahnja. Bangsa Indonesia adalah satu, akat tetapi terdiri atas suku-suku bangsa jang banjak djumlahnya. Tiap-tiap pulau dan daerah, tiap-tiap suku bangsa mempunjai tjorak dan ragam sendiri-sendiri, beraneka warna bentuk-sifat daripada susunan keluarga dan masjarakatnja, adat-istiadatnja, kesusilaannja, kebudajaannja, hukum adatnja dan tingkat hidupnja. Golongan bangsa jang tidak asli terdiri atas golongan keturunan Tiong Hwa, keturunan Arab, keturunan Belanda dan golongan dari mereka jang berasal dari orang asing tulen. Lebih daripada jang terdapat dalam golongan bangsa Indonesia jang asli, diantara mereka ada perbedaan jang besar dalam segala sesuatu, sedangkan disampingnja ada perbedaan pula dengan golongan bangsa Indonesia jang asli.
Kalau ditambahkan terdapatnya pelbagai agama dan kepertjaan hidup lainnya, maka makin mendjadi besar perbedaan jang terdapat di dalam masjarakat dan bangsa Indonesia. Jang demikian itu disamping daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan menimbulkan djuga suasana dan kekuatan tolak-menolak, tentang-menentang, jang mungkin mengakibatkan perselisihan, akan tetapi mungkin pula, apabila dipenuhi hidup jang sewadjarnya, menjatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa jang malahan memperkaja masjarakat.
Dimana dapat, perlu diusahakan peniadaan dan pengurangan perbedaan-perbedaan jang matjam terachir itu, meskipun dengan harapan, bahwa usaha itu akan tidak berhasil sempurna. 
Dalam kesadaran akan adanja perbedaan-perbedaan jang demikian itu, orang harus berpedoman kepada lambang Negara “Bhinneka Tunggal Ika”, menghidup-hidupkan perbedaan jang mempunjai daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan, dan mengusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan jang mungkin mengakibatkan suasana dan kekuatan tolak-menolak ke arah perselisihan, pertikaian dan perpetjahan atas dasar kesadaran akan kebidjaksanaan dan nilai-nilai hidup jang sewadjarnya. Lagipula dengan kesediaan, ketjakapan dan usaha untuk sedapat mungkin menurut pedoman-pedoman madjemuk-tunggal bagi pengertian kebangsaan, ialah menjatukan daerah, membangkitkan, memelihara dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan mempunjai satu sedjarah dan nasib, satu kebudajaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam suatu Negara jang bersama-sama diselenggarakan dan diperkembangkan. 
“Bhinneka Tunggal Ika” adalah merupakan suatu keseimbangan, suatu harmoni jang tentu akan berubah-ubah dalam bentuknja, akan tetapi akan tetap dalam dasarnja, antara kesatuan dan bagian-bagian dari kesatuan, dalam segala matjam hal tersebut di atas, dan djuga dalam hal susunan bentuk dan susunan pemerintahan Negara.
Asas “kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 2 ajat (1) tentang terdirinja Madjelis Permusjawaratan Rakjat atas wakil-wakil rakjat, pasal 5 ajat (1) tentang kekuasaan Presiden membentuk Undang-undang dipegang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat, pasal 6 ajat (2) tentang Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakjat (pasal 19 sampai dengan 22). Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. 

Asas “keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IV tentang kesedjahteraan social, perintjiannja terdapat pertama dalam pasal 33 tentang hal susunan perekonomian atas dasar kekeluargaan, tentang tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara, dan menguasai hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara tentang bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnja dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat; kedua dalam pasal 34 tentang fakir-miskin dan anak-anak jang terlantar dipelihara oleh Negara. 

Jadi jelas Ideologi Pancasila teruarai didalam pasal-pasal UUD 1945 ,oleh sebab itu amandemen UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh sama arti nya menghilangkan Ideologi Pancasila . para elite dan pengamandemen UUD 1945 rupa nya tidak memahami bawah pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan .

Entah apa yang ada dipikiran Anggota DPR yang menyusun R UU HIP rumusan Pancasila yang justru dipakai Pancasila 1Juni 1945 padahal itu baru konsep Pancasila yang di pidatokan Soekarno .

PANCASILA ITU ADALAH SEBUAH KOMPROMI DAN KESEPAKATAN ANTARA KAUM KEBANGSAAN DAN KAUM ISLAM 

 Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasific, penjajah Jepang berusaha menarik simpati dan dukungan rakyat Indonesia dengan janji akan memberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Dan untuk itu dibentuk dan kemudian disyahkan berdirinya BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdeka-an Indonesia ) atau Dokuritu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 28 Mei 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan ketua badan tersebut – Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat .

” Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, d a s a r n y a a p a ? ”.

Menjawab pertanyaan itu hampir separo dari anggota BPUPKI – sekitar 30 orang – , menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.

Jam 10.00 pagi tanggal 1 Juni 1945, barulah Bung Karno mendapatkan gilirannya. Disampaikannya gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dinama-kannya Pancasila.

Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka itu selanjutnya Rajiman sebagai ketua BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Panca Sila yang di pidatokan Bung Karno Panitia Kecil yang semula terdiri dari 8 orang, dengan beberapa perubahan dan penambahan, akhirnya menjadi Panitia Sembilan yang terdiri dari : 

Ir. Soekarno,
Drs. Mohammad Hatta,
Mr. A. A. Maramis,
Abikusno Tjokrosujoso,
Abdulkahar Muzakir.
H. A. Salim,
Mr. Achmad Subardjo,
Wachid Hasjim,
Mr. Muhammad Yamin.

Panitia Sembilan ini bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucap-kan Bung Karno pada tanggal 1 J u n i 1 9 4 5 , dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasi-kan kemerdekaan Indonesia.

Hasilnya adalah ” P i a g a m J a k a r t a ” atau ” J a k a r t a C h a r t e r ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. 

Kemudian bergulir lah perdebatan di BPUPKI untuk menjadikan Piagam Jakarta yang kemudian membuang tujuh kata dalam Mukadimah yang berbunyi ” dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ”, 

Cuplikan RAPAT BESAR PADA TANGGAL 14 – 7 – 2605
Rapat moelai poekoel 15.00

HADIKOESOEMO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang terhormat! Assalamu’alaikoem warahmatullahi Wabarakatuh! Di dalam segala keterangan toean Syusa tadi hanja satoe, perkara jang ketjil sekali, jang akan saja minta ditjaboet atau dihilangkan, ialah saja mengoeatkan voorstel Kijai Sanoesi dalam pemboekaan di sini, katanja dengan kewadjiban oemat Allah S.W.T., bagi pemeloek-pemeloeknja perkataan itoe soeatoe keterangan dari Kijai Sanoesi, tidak ada haknja dalam kata-kata Arab, menambahkan djanggalnja kata-kata. Djadi tidak ada arti, tjoema menambahi djanggal, menambahi perkataan jang koerang baik, menoendjoekkan pemetjahan kita. Saja harap soepaja “bagi pemeloek-pemeloeknja” itoe dihilangkan sadja. Itoe saja masih ragoe-ragoe, bahwa di Indonesia banjak perpetjahan-perpetjahan dan pada prakteknja sama sadja. Itoe saja mempoenjai pendapatan mengoeatkan permintaan Kijai Sanoesi. Sekianlah.

RADJIMAN KAITYO:
Boleh saja minta Syusa mendjawab oesoel toean Hadikoesoemo.

SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, kami panitia perantjang mengetahoei, bahwa anggota jang terhormat Sanoesi minta mentjoret perkataan “bagi pemeloek-pemeloeknja” dan sekarang ternjata, bahwa anggota jang terhormat Hadikoesoemo minta djoega ditjoret. 

Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini seloeroehnja jaitoe berdasar kepada ketoehanan. Seodahlah hasil kompromis di antara 2 pihak jang dengan adanja kompromis perselisihan di antara kedoea pihak hilang. Tiap kompromis berdasar kepada memberi dan mengambil, geven dan nemen. Ini soeatoe kompromis jang berdasan memberi dan mengambil. 

Bahkan kemarin di dalam panitia soal ini ditindjau lagi dengan sedalam-dalamnja di antara lain panitia diantaranja toean Wachid Hasjim dan Agoes Salim. Kedoea-doeanja pemoeka Islam. 

Pendek kata inilah kompromis jang sebaik-baiknja. Djadi panitia memegang tegoeh akan kompromis jang dinamakan oleh anggota jang terhormat Moh. Yamin “Djakarta Charter” jang disertai dengan perkataan toean anggota jang terhormat Soekiman, 

Gentleman agrement, soepaja ini dipegang tegoeh di antara pihak Islam dan kebangsaan. Saja se padoeka toean jang moelia, rapat besar soeka membenarkan sikap panitia itoe. 

HADIKOESOEMO IIN:
Toean Ketoea, sesoedah saja djoega membilang sangat terima kasih kepada panitia jang telah membikin kompromi jang menoeroet perkataan begitoe, tetapi saja masih koerang senang. Jaitoe di sini kalau kita pandjangkan, tadi kita menghatoerkan alasan jang enteng. 

Tetapi roepanja alasan enteng ini, karena entengnja tidak diterima. Sekarang saja akan menghatoerkan alasan jang lebih berat, jaitoe: saja masih ingat waktoe di Amerika diadakan wet hoekoem inoeman keras. 

Roepanja oemat Islam Indoensia memoedji dengan adanja wet, sehingga pada waktoe saat dimoesjawaratkan kepada Boedi-Oetomo, jaitoe jang tjerita kepada saja ialah almarhoem Gondo, Raden Mas Pandji, apakah namanja jang dari Pakoealaman, jaitoe apakah memoeaskan, seoempamanja di Indonesia ini diadakan larangan, wet larangan minoeman keras oentoek orang-orang Islam sadja? 

Karena hoekoem itoe roepanja tjoema oentoek orang-orang Islam sadja, Boedi-Oetomo waktoe itoe merasa dihina. Kalau diadakan wet jang begitoe, itoe merasa dihina, dan ini jang dari saja sendiri: djikalau boenji atau kata-kata itoe berarti di sini akan diadakan doea peratoeran, satoe oentoek oemat Islam dan jang satoe lagi oentoek jang boekan Islam.
Itoe saja kira di dalam satoe negara, tetapi saja peonja permintaan, prakteknja barangkali nanti sama sadja, rasa-rasanja koerang enak, saja kira sama sekali lebih tidak apa-apa.

SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang moelia! Saja hanja mengatakan, bahwa sebagai hasil kompromis itoe jang diperkoeatkan oleh Panitia poen tjoema dari “bagi pemeloek-pemeloeknja” diboeang, maka itoe berarti moengkin diartikan jang tidak ada orang Islam dan mewadjibkan mendjalankan sjari’at Islam.

RADJIMAN KAITYO:
Ini soedah diremboek 2 kali oleh Ketoea Panitia. Toean Hadikoesoemo, apa masih memegang tegoeh?

HADIKOESOEMO IIN:
Masih memegang tegoeh.

RADJIMAN KAITYO:
Djadi saja maoe tanja, sidang ini, bagaimana pendapatannja, apa diterima Panitia?

HADIKOESOEMO IIN:
Jang dikemoekakan oleh Panitia tadi dikatakan, itoe tidak bisa kedjadian. Sebab kalau pemerintah soenggoehpoen mendjalankan kewadjiban semata-mata, pemerintah tidak bisa mendjalankan sjari’at Islam. Pemerintah tidak boleh memeriksa agama. Djadi kalau saja, tidak.

RADJIMAN KAITYO:
Toean-toean, tentang hal apa jang dimadjoekan oleh toean Hadikoesoemo itoe ada perselisihan sedikit, sebetoelnja banjak, sapa harus distem sadja? Distem sadja, karena ini saja kira tidak begitoe perloe sekali distem. Apakah diminta berdiri sadja?

ABIKOESNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, sebagaimana jang telah diterangkan oleh toean Ketoea daripada Panitia ini, maka apa jang termoeat di sitoe ialah boeah kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita haroes misalnja jang membentoek kompromi itoe, kita dari golongan Islam haroes menjatakan pendirian, tentoe sadja kita menjatakan, ialah sebagaimana harapan toean Hadikoesoemo. Tetapi kita soedah melakoekan kompromi, soedah melakoekan perdamaian dan dengan tegas oleh padoeka toean Ketoea dari Panitia soedah dinjatakan, bahwa kita haroes memberi dan mendapat. 

Oentoek mengadakan persatoean djanganlah terlihat di sini tentang soal ini dari steman, nanti ada tanda jang tidak baik boeat doenia loear. Kita harapkan soenggoeh-soenggoeh, kita mendesak pada segenap golongan jang ada dalam Badan ini soedilah kiranja kita mengadakan soeatoe perdamaian. Djanganlah sampai nampak pada doenia loear, bahwa kita dalam hal ini adalah perselisihan faham.
Sekianlah! (tepoek tangan)

Cuplikan RAPAT PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada tanggal 18 boelan 8 tahoen 2605

KETOEA:
Sidang jang terhormat! Sekarang lebih dahoeloe, agar soepaja bisa tjepat, saja hendak membatjakan preambule jaitoe moekadimah atau pemboekaan dari Oendang-oendang Dasar. Sebagaimana tadi telah dikatakan oleh Padoeka Toean Zimukyokutyo, Pernjataan Kemerdekaan jang dirantjangkan oleh Panitia Penjelidik hendaknja dihapoeskan sama sekali. 

Demikian poela kata Pemboekaan boeatan Tyoosakai djoega dihapoeskan sama sekali, tetapi baiklah kembali kepada moekadimah – demikianlah namanja dahoeloe – jang diboeat oleh Panitia Ketjil tempo hari, dengan sedikit perobahan.

Pertama perobahan” “Moekadimah” diganti dengan “Pemboekaan”. Kemoedian kata-katanja tadi soedah dibatjakan oleh Toean Moh. Hatta. Baiklah sekali lagi saja batja dengan perlahan-lahan.

P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.

Atas berkat rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek sesoeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada:

Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan - perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”

Sidang jang terhormat! Demikianlah pemboekaan itoe, dan sebagai tadi telah dikatakan oleh padoeka toean Zimukyokutyo dan oleh saja sendiri, soepaja sedapat moengkin dengan setjara kilat kita bisa terima.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Saja kira “menoeroet dasar kemanoesiaan” diganti dengan “KeToehanan Jang Maha Esa, kemanoesiaan jang adil” dan seteroesnja.

KETOEA:
Toean Ki Bagoes Hadikoesoemo, soepaja dipakai “KeToehanan Jang Maha Esa”, dan perkataan “menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab” ditjoret sadja.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
“Berdasar kepada: “KeToehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adail dan beradab”. “Menoeroet dasar” hilang.

KETOEA:
Berdasar kepada apakah Republik kita itoe:
“Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab”. Perkataan-perkataan “menoeroet dasar” ditjoret. Djadi: “Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan”, dan seteroesnja. 
Toean-toean semoea faham? Tidak ada lagi?

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Di atas toean Ketoea: “maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe”, apa tidak “maka disoesoenlah pemerintahan”. 

KETOEA:
Kemerdekaan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Kita akan lantas membikin Oendang-oendang Dasar.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Jang disoesoen di sini pemerintahan, boekan kemerdekaan, “maka disoesoenlah pemerintahan”.

KETOEA:
Tidak, kemerdekaan, oentoek pemerintahan kita soesoen Oendang-oendang Dasar.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
Apa tidak bisa dirobah mendjadi: “maka disoesoenlah pemerintahan itoe”.

KETOEA:
Tidak, pemerintahan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Soedah? Toean-toean lain?

ANGGOTA OTTO ISKANDAR DI NATA:
Kalimat kedoea: “pintoe gerbang”. Itoe tidak ada. Djadi baiklah diganti dengan kata-kata: Ke Negara Indonesia”.

KETOEA:
“Mengantarkan rakjat Indonesia ke Negara Indonesia”, tidak “ke depan pintoe gerbang”? Saja kira tidak berkeberatan dengan adanja perkataan “pintoe gerbang”, sebab Negara Indonesia beloem ada.

HATTA ZIMUKYOKUTYO:
Rakjat kita, kita antarkan ke moeka pintoe gerbang sadja. Kalau ke Negara Indonesia, kita melangkah kepada grondwet. Itoe bedanja. Sekarang kita bawa rakjat Indonesia ke moeka “pintoe gerbang” sadja.

KETOEA:
Toean Otto telah moefakat.
Toean-toean tidak ada lagi perobahan?
Silahkan toean Goesti.

ANGGOTA I GOESTI KETOET POEDJA:
Ajat 3: “Atas berkat rahmat Allah” diganti dengan “Toehan sadja, Toehan Jang Maha Koeasa”.

KETOEA:
Dioesoelkan soepaja perkataan “Allah Jang Maha Esa” diganti dengan “Toehan Jang Maha Esa”.
Toean-toean semoea moefakat: perkataan “Allah” diganti “Atas berkat Toehan Jang Maha Koeasa”. Tidak ada lagi, toean-toean?
Kalau tidak ada, sekali lagi saja batja seloeroehnja, maka kemoediaan saja sahkan.

P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.

Atas berkat rahmat Toehan Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek soeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: 

Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan-perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”

Setoedjoe, toean-toean?

(soeara: Setoedjo)
Didalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945, dokumen itu dijadikan Preambule atau Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang sekaligus berlaku sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.

Pada pokoknya, akhirnya Pancasila hasil galian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan secara padat dan indah dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan yang pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan dan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka

Jadi Pancasila yang ada di pembukaan UUD1945 ,itulah yang final dan Bung Karno tidak perna lagi mengunakan konsep Pancasila 1Juni 1945, sebab kata Bung Karno pembukaan UUD1945 dan Proklamasi 17Agustus 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan ....."

Pancasila yang  rumusan nya ada di alenea ke IV itulah yang final tidak rumusan  Pancasila yang lain  Rumusan Pancasila 1Juni 1945 dan rumusan Pancasila Piagam Jakarta adalah sebuah proses penyempurnaan Pancasila hingga final 18Agustus 1945 yang rumusan nya ada di  pembukaan UUD 1945.

Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945 itulah sebagai  dasar Indonesia merdeka yang di Proklamasikan 17Agustus945

Bung Karno mengatakan dalam satu pidatonya, bahwa antara proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembukaan UUD 1945 terdapat hubungan yang sangat erat. Beliau mengatakan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah suatu proclamation of independence. 

Sementara Pembukaan adalah declaration of independence. Antara proclamation of independence dan declaration of independence adalah loro-loroning atunggal, keduanya adalah satu dan tidak dapat dipisahkan, satu melengkapi yang lain. 

Hanya Indonesia yang memiliki keduanya. Negara lain hanya memiliki salah satu, kalau tidak proklamasi kemerdekaan, ya deklarasi kemerdekaan.
 
Indonesia memiliki keduanya. Proklamasi menegaskan kemerdekaan melepaskan diri dari penjajahan dan mengusir penjajah dari bumi nusantara. 

Deklarasi kemerdekaan (declaration of independence) untuk memberikan arah dan mengisi kemerdekaan.
 
Pernyataan Bung Karno ini menarik untuk ditelusuri dan ditelaah, ada apakah dibalik dua peristiwa maha penting dari kelahiran Negara Indonesia yang disebut beliau sebagai loro-loroning atunggalitu. Untuk itu kita perlu meneliti dan menyelami sesuatu yang ada dibalik bunyi naskah kedua dokumen maha penting ini, yakni teks proklamasi dan naskah Pembukaan (Preambule) UUD 1945.
 Dengan demikian maka rancangan Undang-Undang Haluan  Ideologi Pancasila yang didasaarkan  pada  rumusan Pancasila 1 Juni 1945 adalah tidak tepat sebab Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 bukan dasar Indonesia merdeka .dan tidak perlu ada nya  UU Haluan Ideologi Negara sebab akan.mengacaukan ketata negaraan ,UUD1945 dari Pembukaan Batang Tubuh dan Penjelasan nya itulah Id7Å«eologi Negara.UPAYA MENGGANTI IDEOLOGI PANCASILA DENGAN RANCANGAN UU HIP 

Oleh :  Ir.Prihandoyo Kuswanto
Ketua Rumah Pancasila.

Sudah bukan rahasia lagi kalau PKI adalah musuh Pancasila jargon PKI terhadap Pancasila mengatakan Pancasila itu alat pemersatu kalau bangsa ini sudah bersatu maka Pancasila tidak dibutukan lagi kata Aidit.

Upaya merongrong Ideologi Pancasila terus dilakukan dan sekarang terang-terangan bahkan sistematis dimulai dengan amandemen UUD1945 dan setelah Ideologi Pancasila disingkirkan dari UUD 1945 sekarang dilahirkan UU Haluan Ideologi Pancasila ,sungguh aneh dan yang mengerti apa itu Ideologi Pancasila pasti terperangah sebab yang dimaksud Ideologi Pancasila itu ya UUD1945 Asli.jadi bukan karangan yang tidak bisa diimplementasikan .

Pancasila itu bukan hanya philosophy groundslag tetapi adalah kumpulan pikiran -pikiran tentang negara berdasarkan Pancasila yang oleh pendiri negeri ini diuraikan didalam batang tubuh UUD 1945.berupa pasal-pasal .

Mari kita bahas hubungan Pembukaan dan UUD 1945 asli hasil kajian Prof Noto Negoro kira nya perlu kita simak agar kita tidak kesasar dan tidak mengerti kalau negara sudah di kudeta , bahkan TNI POLRI sebagai penjaga Pancasila dan UUD 1945 tidak mengerti .terus mereka yang lulusan Lemhamnas dan sekaligus dosen-dosen pengajar nya apa yang di ajarkan ? kok sampai tidak mengerti tentang Ideologi negara Pancasila ? 

Pendjelmaan (pelaksanaan objektif) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam Undang-undang Dasar 1945.dan Uraian ideologi Pancasila didalam batag tubuh UUD 1945.
Udjud pelaksanaan objektif mengenai asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah
sebagai berikut :

Asas “ke-Tuhanan Jang Maha Esa” tersebut dalam Bab XI hal Agama, pasal 29 dari Undang-undang Dasar 1945.

Asas “kemanusiaan jang adil dan beradab” terdapat dalam ketentuan-ketentuan hak asasi warganegara tertjantum dalam pasal-pasal 27, 28 dan 31 ajat 1 dari Undang-undang Dasar 1945.

Asas “persatuan Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 26 tentang warganegara, pasal 31 ajat 2 tentang pengadjaran nasional, pasal 32 tentang kebudajaan nasional, pasal 35 tentang bendera Negara dan pasal 36 tentang bahasa Negara.
Diantara pendjelmaan daripada asas “persatuan Indonesia” terdapat satu hal, jang amat penting untuk pada tempat ini dikemukakan, karena djika hal ini disadari, sungguh akan merupakan dasar bagi tertjapainya realisasi sifat kesatuan daripada Negara dan bangsa. Lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah, dan menurut ketetapan ini “Bhinneka Tunggal Ika” adalah lambang Negara, satu sungguhpun berbeda-beda.
Negara Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri dari pulau-pulau jang amat banjak djumlahnja. Bangsa Indonesia adalah satu, akat tetapi terdiri atas suku-suku bangsa jang banjak djumlahnya. Tiap-tiap pulau dan daerah, tiap-tiap suku bangsa mempunjai tjorak dan ragam sendiri-sendiri, beraneka warna bentuk-sifat daripada susunan keluarga dan masjarakatnja, adat-istiadatnja, kesusilaannja, kebudajaannja, hukum adatnja dan tingkat hidupnja. Golongan bangsa jang tidak asli terdiri atas golongan keturunan Tiong Hwa, keturunan Arab, keturunan Belanda dan golongan dari mereka jang berasal dari orang asing tulen. Lebih daripada jang terdapat dalam golongan bangsa Indonesia jang asli, diantara mereka ada perbedaan jang besar dalam segala sesuatu, sedangkan disampingnja ada perbedaan pula dengan golongan bangsa Indonesia jang asli.
Kalau ditambahkan terdapatnya pelbagai agama dan kepertjaan hidup lainnya, maka makin mendjadi besar perbedaan jang terdapat di dalam masjarakat dan bangsa Indonesia. Jang demikian itu disamping daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan menimbulkan djuga suasana dan kekuatan tolak-menolak, tentang-menentang, jang mungkin mengakibatkan perselisihan, akan tetapi mungkin pula, apabila dipenuhi hidup jang sewadjarnya, menjatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa jang malahan memperkaja masjarakat.
Dimana dapat, perlu diusahakan peniadaan dan pengurangan perbedaan-perbedaan jang matjam terachir itu, meskipun dengan harapan, bahwa usaha itu akan tidak berhasil sempurna. 
Dalam kesadaran akan adanja perbedaan-perbedaan jang demikian itu, orang harus berpedoman kepada lambang Negara “Bhinneka Tunggal Ika”, menghidup-hidupkan perbedaan jang mempunjai daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan, dan mengusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan jang mungkin mengakibatkan suasana dan kekuatan tolak-menolak ke arah perselisihan, pertikaian dan perpetjahan atas dasar kesadaran akan kebidjaksanaan dan nilai-nilai hidup jang sewadjarnya. Lagipula dengan kesediaan, ketjakapan dan usaha untuk sedapat mungkin menurut pedoman-pedoman madjemuk-tunggal bagi pengertian kebangsaan, ialah menjatukan daerah, membangkitkan, memelihara dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan mempunjai satu sedjarah dan nasib, satu kebudajaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam suatu Negara jang bersama-sama diselenggarakan dan diperkembangkan. 
“Bhinneka Tunggal Ika” adalah merupakan suatu keseimbangan, suatu harmoni jang tentu akan berubah-ubah dalam bentuknja, akan tetapi akan tetap dalam dasarnja, antara kesatuan dan bagian-bagian dari kesatuan, dalam segala matjam hal tersebut di atas, dan djuga dalam hal susunan bentuk dan susunan pemerintahan Negara.
Asas “kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 2 ajat (1) tentang terdirinja Madjelis Permusjawaratan Rakjat atas wakil-wakil rakjat, pasal 5 ajat (1) tentang kekuasaan Presiden membentuk Undang-undang dipegang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat, pasal 6 ajat (2) tentang Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakjat (pasal 19 sampai dengan 22). Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. 

Asas “keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IV tentang kesedjahteraan social, perintjiannja terdapat pertama dalam pasal 33 tentang hal susunan perekonomian atas dasar kekeluargaan, tentang tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara, dan menguasai hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara tentang bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnja dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat; kedua dalam pasal 34 tentang fakir-miskin dan anak-anak jang terlantar dipelihara oleh Negara. 

Jadi jelas Ideologi Pancasila teruarai didalam pasal-pasal UUD 1945 ,oleh sebab itu amandemen UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh sama arti nya menghilangkan Ideologi Pancasila . para elite dan pengamandemen UUD 1945 rupa nya tidak memahami bawah pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan .

Entah apa yang ada dipikiran Anggota DPR yang menyusun R UU HIP rumusan Pancasila yang justru dipakai Pancasila 1Juni 1945 padahal itu baru konsep Pancasila yang di pidatokan Soekarno .

PANCASILA ITU ADALAH SEBUAH KOMPROMI DAN KESEPAKATAN ANTARA KAUM KEBANGSAAN DAN KAUM ISLAM 

 Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasific, penjajah Jepang berusaha menarik simpati dan dukungan rakyat Indonesia dengan janji akan memberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Dan untuk itu dibentuk dan kemudian disyahkan berdirinya BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdeka-an Indonesia ) atau Dokuritu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 28 Mei 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan ketua badan tersebut – Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat .

” Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, d a s a r n y a a p a ? ”.

Menjawab pertanyaan itu hampir separo dari anggota BPUPKI – sekitar 30 orang – , menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.

Jam 10.00 pagi tanggal 1 Juni 1945, barulah Bung Karno mendapatkan gilirannya. Disampaikannya gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dinama-kannya Pancasila.

Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka itu selanjutnya Rajiman sebagai ketua BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Panca Sila yang di pidatokan Bung Karno Panitia Kecil yang semula terdiri dari 8 orang, dengan beberapa perubahan dan penambahan, akhirnya menjadi Panitia Sembilan yang terdiri dari : 

Ir. Soekarno,
Drs. Mohammad Hatta,
Mr. A. A. Maramis,
Abikusno Tjokrosujoso,
Abdulkahar Muzakir.
H. A. Salim,
Mr. Achmad Subardjo,
Wachid Hasjim,
Mr. Muhammad Yamin.

Panitia Sembilan ini bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucap-kan Bung Karno pada tanggal 1 J u n i 1 9 4 5 , dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasi-kan kemerdekaan Indonesia.

Hasilnya adalah ” P i a g a m J a k a r t a ” atau ” J a k a r t a C h a r t e r ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. 

Kemudian bergulir lah perdebatan di BPUPKI untuk menjadikan Piagam Jakarta yang kemudian membuang tujuh kata dalam Mukadimah yang berbunyi ” dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ”, 

Cuplikan RAPAT BESAR PADA TANGGAL 14 – 7 – 2605
Rapat moelai poekoel 15.00

HADIKOESOEMO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang terhormat! Assalamu’alaikoem warahmatullahi Wabarakatuh! Di dalam segala keterangan toean Syusa tadi hanja satoe, perkara jang ketjil sekali, jang akan saja minta ditjaboet atau dihilangkan, ialah saja mengoeatkan voorstel Kijai Sanoesi dalam pemboekaan di sini, katanja dengan kewadjiban oemat Allah S.W.T., bagi pemeloek-pemeloeknja perkataan itoe soeatoe keterangan dari Kijai Sanoesi, tidak ada haknja dalam kata-kata Arab, menambahkan djanggalnja kata-kata. Djadi tidak ada arti, tjoema menambahi djanggal, menambahi perkataan jang koerang baik, menoendjoekkan pemetjahan kita. Saja harap soepaja “bagi pemeloek-pemeloeknja” itoe dihilangkan sadja. Itoe saja masih ragoe-ragoe, bahwa di Indonesia banjak perpetjahan-perpetjahan dan pada prakteknja sama sadja. Itoe saja mempoenjai pendapatan mengoeatkan permintaan Kijai Sanoesi. Sekianlah.

RADJIMAN KAITYO:
Boleh saja minta Syusa mendjawab oesoel toean Hadikoesoemo.

SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, kami panitia perantjang mengetahoei, bahwa anggota jang terhormat Sanoesi minta mentjoret perkataan “bagi pemeloek-pemeloeknja” dan sekarang ternjata, bahwa anggota jang terhormat Hadikoesoemo minta djoega ditjoret. 

Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini seloeroehnja jaitoe berdasar kepada ketoehanan. Seodahlah hasil kompromis di antara 2 pihak jang dengan adanja kompromis perselisihan di antara kedoea pihak hilang. Tiap kompromis berdasar kepada memberi dan mengambil, geven dan nemen. Ini soeatoe kompromis jang berdasan memberi dan mengambil. 

Bahkan kemarin di dalam panitia soal ini ditindjau lagi dengan sedalam-dalamnja di antara lain panitia diantaranja toean Wachid Hasjim dan Agoes Salim. Kedoea-doeanja pemoeka Islam. 

Pendek kata inilah kompromis jang sebaik-baiknja. Djadi panitia memegang tegoeh akan kompromis jang dinamakan oleh anggota jang terhormat Moh. Yamin “Djakarta Charter” jang disertai dengan perkataan toean anggota jang terhormat Soekiman, 

Gentleman agrement, soepaja ini dipegang tegoeh di antara pihak Islam dan kebangsaan. Saja se padoeka toean jang moelia, rapat besar soeka membenarkan sikap panitia itoe. 

HADIKOESOEMO IIN:
Toean Ketoea, sesoedah saja djoega membilang sangat terima kasih kepada panitia jang telah membikin kompromi jang menoeroet perkataan begitoe, tetapi saja masih koerang senang. Jaitoe di sini kalau kita pandjangkan, tadi kita menghatoerkan alasan jang enteng. 

Tetapi roepanja alasan enteng ini, karena entengnja tidak diterima. Sekarang saja akan menghatoerkan alasan jang lebih berat, jaitoe: saja masih ingat waktoe di Amerika diadakan wet hoekoem inoeman keras. 

Roepanja oemat Islam Indoensia memoedji dengan adanja wet, sehingga pada waktoe saat dimoesjawaratkan kepada Boedi-Oetomo, jaitoe jang tjerita kepada saja ialah almarhoem Gondo, Raden Mas Pandji, apakah namanja jang dari Pakoealaman, jaitoe apakah memoeaskan, seoempamanja di Indonesia ini diadakan larangan, wet larangan minoeman keras oentoek orang-orang Islam sadja? 

Karena hoekoem itoe roepanja tjoema oentoek orang-orang Islam sadja, Boedi-Oetomo waktoe itoe merasa dihina. Kalau diadakan wet jang begitoe, itoe merasa dihina, dan ini jang dari saja sendiri: djikalau boenji atau kata-kata itoe berarti di sini akan diadakan doea peratoeran, satoe oentoek oemat Islam dan jang satoe lagi oentoek jang boekan Islam.
Itoe saja kira di dalam satoe negara, tetapi saja peonja permintaan, prakteknja barangkali nanti sama sadja, rasa-rasanja koerang enak, saja kira sama sekali lebih tidak apa-apa.

SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang moelia! Saja hanja mengatakan, bahwa sebagai hasil kompromis itoe jang diperkoeatkan oleh Panitia poen tjoema dari “bagi pemeloek-pemeloeknja” diboeang, maka itoe berarti moengkin diartikan jang tidak ada orang Islam dan mewadjibkan mendjalankan sjari’at Islam.

RADJIMAN KAITYO:
Ini soedah diremboek 2 kali oleh Ketoea Panitia. Toean Hadikoesoemo, apa masih memegang tegoeh?

HADIKOESOEMO IIN:
Masih memegang tegoeh.

RADJIMAN KAITYO:
Djadi saja maoe tanja, sidang ini, bagaimana pendapatannja, apa diterima Panitia?

HADIKOESOEMO IIN:
Jang dikemoekakan oleh Panitia tadi dikatakan, itoe tidak bisa kedjadian. Sebab kalau pemerintah soenggoehpoen mendjalankan kewadjiban semata-mata, pemerintah tidak bisa mendjalankan sjari’at Islam. Pemerintah tidak boleh memeriksa agama. Djadi kalau saja, tidak.

RADJIMAN KAITYO:
Toean-toean, tentang hal apa jang dimadjoekan oleh toean Hadikoesoemo itoe ada perselisihan sedikit, sebetoelnja banjak, sapa harus distem sadja? Distem sadja, karena ini saja kira tidak begitoe perloe sekali distem. Apakah diminta berdiri sadja?

ABIKOESNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, sebagaimana jang telah diterangkan oleh toean Ketoea daripada Panitia ini, maka apa jang termoeat di sitoe ialah boeah kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita haroes misalnja jang membentoek kompromi itoe, kita dari golongan Islam haroes menjatakan pendirian, tentoe sadja kita menjatakan, ialah sebagaimana harapan toean Hadikoesoemo. Tetapi kita soedah melakoekan kompromi, soedah melakoekan perdamaian dan dengan tegas oleh padoeka toean Ketoea dari Panitia soedah dinjatakan, bahwa kita haroes memberi dan mendapat. 

Oentoek mengadakan persatoean djanganlah terlihat di sini tentang soal ini dari steman, nanti ada tanda jang tidak baik boeat doenia loear. Kita harapkan soenggoeh-soenggoeh, kita mendesak pada segenap golongan jang ada dalam Badan ini soedilah kiranja kita mengadakan soeatoe perdamaian. Djanganlah sampai nampak pada doenia loear, bahwa kita dalam hal ini adalah perselisihan faham.
Sekianlah! (tepoek tangan)

Cuplikan RAPAT PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada tanggal 18 boelan 8 tahoen 2605

KETOEA:
Sidang jang terhormat! Sekarang lebih dahoeloe, agar soepaja bisa tjepat, saja hendak membatjakan preambule jaitoe moekadimah atau pemboekaan dari Oendang-oendang Dasar. Sebagaimana tadi telah dikatakan oleh Padoeka Toean Zimukyokutyo, Pernjataan Kemerdekaan jang dirantjangkan oleh Panitia Penjelidik hendaknja dihapoeskan sama sekali. 

Demikian poela kata Pemboekaan boeatan Tyoosakai djoega dihapoeskan sama sekali, tetapi baiklah kembali kepada moekadimah – demikianlah namanja dahoeloe – jang diboeat oleh Panitia Ketjil tempo hari, dengan sedikit perobahan.

Pertama perobahan” “Moekadimah” diganti dengan “Pemboekaan”. Kemoedian kata-katanja tadi soedah dibatjakan oleh Toean Moh. Hatta. Baiklah sekali lagi saja batja dengan perlahan-lahan.

P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.

Atas berkat rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek sesoeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada:

Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan - perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”

Sidang jang terhormat! Demikianlah pemboekaan itoe, dan sebagai tadi telah dikatakan oleh padoeka toean Zimukyokutyo dan oleh saja sendiri, soepaja sedapat moengkin dengan setjara kilat kita bisa terima.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Saja kira “menoeroet dasar kemanoesiaan” diganti dengan “KeToehanan Jang Maha Esa, kemanoesiaan jang adil” dan seteroesnja.

KETOEA:
Toean Ki Bagoes Hadikoesoemo, soepaja dipakai “KeToehanan Jang Maha Esa”, dan perkataan “menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab” ditjoret sadja.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
“Berdasar kepada: “KeToehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adail dan beradab”. “Menoeroet dasar” hilang.

KETOEA:
Berdasar kepada apakah Republik kita itoe:
“Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab”. Perkataan-perkataan “menoeroet dasar” ditjoret. Djadi: “Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan”, dan seteroesnja. 
Toean-toean semoea faham? Tidak ada lagi?

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Di atas toean Ketoea: “maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe”, apa tidak “maka disoesoenlah pemerintahan”. 

KETOEA:
Kemerdekaan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Kita akan lantas membikin Oendang-oendang Dasar.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Jang disoesoen di sini pemerintahan, boekan kemerdekaan, “maka disoesoenlah pemerintahan”.

KETOEA:
Tidak, kemerdekaan, oentoek pemerintahan kita soesoen Oendang-oendang Dasar.

ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
Apa tidak bisa dirobah mendjadi: “maka disoesoenlah pemerintahan itoe”.

KETOEA:
Tidak, pemerintahan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Soedah? Toean-toean lain?

ANGGOTA OTTO ISKANDAR DI NATA:
Kalimat kedoea: “pintoe gerbang”. Itoe tidak ada. Djadi baiklah diganti dengan kata-kata: Ke Negara Indonesia”.

KETOEA:
“Mengantarkan rakjat Indonesia ke Negara Indonesia”, tidak “ke depan pintoe gerbang”? Saja kira tidak berkeberatan dengan adanja perkataan “pintoe gerbang”, sebab Negara Indonesia beloem ada.

HATTA ZIMUKYOKUTYO:
Rakjat kita, kita antarkan ke moeka pintoe gerbang sadja. Kalau ke Negara Indonesia, kita melangkah kepada grondwet. Itoe bedanja. Sekarang kita bawa rakjat Indonesia ke moeka “pintoe gerbang” sadja.

KETOEA:
Toean Otto telah moefakat.
Toean-toean tidak ada lagi perobahan?
Silahkan toean Goesti.

ANGGOTA I GOESTI KETOET POEDJA:
Ajat 3: “Atas berkat rahmat Allah” diganti dengan “Toehan sadja, Toehan Jang Maha Koeasa”.

KETOEA:
Dioesoelkan soepaja perkataan “Allah Jang Maha Esa” diganti dengan “Toehan Jang Maha Esa”.
Toean-toean semoea moefakat: perkataan “Allah” diganti “Atas berkat Toehan Jang Maha Koeasa”. Tidak ada lagi, toean-toean?
Kalau tidak ada, sekali lagi saja batja seloeroehnja, maka kemoediaan saja sahkan.

P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.

Atas berkat rahmat Toehan Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek soeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: 

Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan-perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”

Setoedjoe, toean-toean?

(soeara: Setoedjo)
Didalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945, dokumen itu dijadikan Preambule atau Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang sekaligus berlaku sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.

Pada pokoknya, akhirnya Pancasila hasil galian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan secara padat dan indah dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan yang pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan dan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka

Jadi Pancasila yang ada di pembukaan UUD1945 ,itulah yang final dan Bung Karno tidak perna lagi mengunakan konsep Pancasila 1Juni 1945, sebab kata Bung Karno pembukaan UUD1945 dan Proklamasi 17Agustus 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan ....."

Pancasila yang  rumusan nya ada di alenea ke IV itulah yang final tidak rumusan  Pancasila yang lain  Rumusan Pancasila 1Juni 1945 dan rumusan Pancasila Piagam Jakarta adalah sebuah proses penyempurnaan Pancasila hingga final 18Agustus 1945 yang rumusan nya ada di  pembukaan UUD 1945.

Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945 itulah sebagai  dasar Indonesia merdeka yang di Proklamasikan 17Agustus945

Bung Karno mengatakan dalam satu pidatonya, bahwa antara proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembukaan UUD 1945 terdapat hubungan yang sangat erat. Beliau mengatakan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah suatu proclamation of independence. 

Sementara Pembukaan adalah declaration of independence. Antara proclamation of independence dan declaration of independence adalah loro-loroning atunggal, keduanya adalah satu dan tidak dapat dipisahkan, satu melengkapi yang lain. 

Hanya Indonesia yang memiliki keduanya. Negara lain hanya memiliki salah satu, kalau tidak proklamasi kemerdekaan, ya deklarasi kemerdekaan.
 
Indonesia memiliki keduanya. Proklamasi menegaskan kemerdekaan melepaskan diri dari penjajahan dan mengusir penjajah dari bumi nusantara. 

Deklarasi kemerdekaan (declaration of independence) untuk memberikan arah dan mengisi kemerdekaan.
 
Pernyataan Bung Karno ini menarik untuk ditelusuri dan ditelaah, ada apakah dibalik dua peristiwa maha penting dari kelahiran Negara Indonesia yang disebut beliau sebagai loro-loroning atunggalitu. Untuk itu kita perlu meneliti dan menyelami sesuatu yang ada dibalik bunyi naskah kedua dokumen maha penting ini, yakni teks proklamasi dan naskah Pembukaan (Preambule) UUD 1945.
 Dengan demikian maka rancangan Undang-Undang Haluan  Ideologi Pancasila yang didasaarkan  pada  rumusan Pancasila 1 Juni 1945 adalah tidak tepat sebab Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 bukan dasar Indonesia merdeka .dan tidak perlu ada nya  UU Haluan Ideologi Negara sebab akan.mengacaukan ketata negaraan ,UUD1945 dari Pembukaan Batang Tubuh dan Penjelasan nya itulah Ideologi Negara.
(C San/Prihandoyo)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama