Jawapes Nganjuk - Pemberlakuan Padat Karya Tunai (PKT) yang telah disepakati oleh empat menteri, tertuang pada SKB 4 menteri ini, di harapkan dapat memberikan kesejahteraan masyarakat. Dimana penggunaan Dana Desa yang di maanfaatkan untuk pembangunan fisik, diwajibkan mengikut sertakan PKT minimal 30% dalam biaya anggaran proyek.
SKB (Surat Kesepakatan Bersama) yang ditetapkan tanggal 28 Desember 2017 ini, di tandatangani 4 Menteri yakni Menteri PPN/Bapenas, Mentri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, memandatkan bahwa Dana Desa di gunakan untuk padat karya tunai di desa.
Tapi ironisnya dari beberapa desa belum banyak yang memahami adanya padat karya tunai minimal 30% tersebut. Seperi halnya Desa Balongasem Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, dalam pembangunan drainase yang menggunakan uditch/precast concerte (cor berbentuk huruf U buat drainase) sangat minim pemberdayaan. Drainase dengan biaya anggaran sebesar Rp 179 juta lebih, hanya melibatkan 6 orang tenaga kerja. Mereka (tenaga kerja) di berikan upah Rp 75 ribu untuk kuli dan Rp 90 ribu untuk tukang. Diperkirakan pekerjaan selesai dalam 36 hari.
Dari konfirmasi wartawan dengan PK Pembangunan (Bayan Edi S.) di rumahnya, Kamis (10/10) mengatakan "Untuk pembangunan drainase itu yang mengerjakan Jogotirto (PJ Carik), jadi saya tidak begitu tahu, karena hubungannya dengan Pak Kades langsung",ujarnya. "Tapi kalau untuk jembatan itu, saya yang mengawasi, sedangkan untuk irigasi yang pegang Pak Kasun," jelasnya.
Dari penelusuran wartawan di lapangan warga yang ikut kerja di bayar Rp 75 ribu, semua sama tidak ada tukang atau kuli. "Upah pekerja sama pak Rp 75 ribu," ucapnya. Sedangkan Jogotirto (PJ Carik) saat di temui wartawan di rumahnya menjawab, "Saya hanya membantu Pak Bayan, dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, kalau untuk upah tenaga kerja, kuli Rp 75 ribu dan tukang Rp 90 ribu, jumlah tenaga cuman 6 orang, 1 tukang, 5 kuli," jawabnya tegas.
Diharapkan pada dinas terkait untuk memberikan pembinaan dan sanksi kepada oknum Pemdes yang dengan sengaja mencari keuntungan diri pribadi ataupun kelompok. Sehingga di belakang hari tidak ada tudingan adanya kongkalikong dalam penyalahgunaan wewenang. Karena dalam hal ini bisa di kategorikan pelanggaran terhadap UU Desa No.6 Tahun 2014 dan prinsip - prinsip penggunaan Dana Desa serta mandat SKB 4 Menteri, tentang padat karya tunai di desa.(Hary/Eko)
View
SKB (Surat Kesepakatan Bersama) yang ditetapkan tanggal 28 Desember 2017 ini, di tandatangani 4 Menteri yakni Menteri PPN/Bapenas, Mentri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, memandatkan bahwa Dana Desa di gunakan untuk padat karya tunai di desa.
Tapi ironisnya dari beberapa desa belum banyak yang memahami adanya padat karya tunai minimal 30% tersebut. Seperi halnya Desa Balongasem Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, dalam pembangunan drainase yang menggunakan uditch/precast concerte (cor berbentuk huruf U buat drainase) sangat minim pemberdayaan. Drainase dengan biaya anggaran sebesar Rp 179 juta lebih, hanya melibatkan 6 orang tenaga kerja. Mereka (tenaga kerja) di berikan upah Rp 75 ribu untuk kuli dan Rp 90 ribu untuk tukang. Diperkirakan pekerjaan selesai dalam 36 hari.
Dari konfirmasi wartawan dengan PK Pembangunan (Bayan Edi S.) di rumahnya, Kamis (10/10) mengatakan "Untuk pembangunan drainase itu yang mengerjakan Jogotirto (PJ Carik), jadi saya tidak begitu tahu, karena hubungannya dengan Pak Kades langsung",ujarnya. "Tapi kalau untuk jembatan itu, saya yang mengawasi, sedangkan untuk irigasi yang pegang Pak Kasun," jelasnya.
Dari penelusuran wartawan di lapangan warga yang ikut kerja di bayar Rp 75 ribu, semua sama tidak ada tukang atau kuli. "Upah pekerja sama pak Rp 75 ribu," ucapnya. Sedangkan Jogotirto (PJ Carik) saat di temui wartawan di rumahnya menjawab, "Saya hanya membantu Pak Bayan, dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, kalau untuk upah tenaga kerja, kuli Rp 75 ribu dan tukang Rp 90 ribu, jumlah tenaga cuman 6 orang, 1 tukang, 5 kuli," jawabnya tegas.
Diharapkan pada dinas terkait untuk memberikan pembinaan dan sanksi kepada oknum Pemdes yang dengan sengaja mencari keuntungan diri pribadi ataupun kelompok. Sehingga di belakang hari tidak ada tudingan adanya kongkalikong dalam penyalahgunaan wewenang. Karena dalam hal ini bisa di kategorikan pelanggaran terhadap UU Desa No.6 Tahun 2014 dan prinsip - prinsip penggunaan Dana Desa serta mandat SKB 4 Menteri, tentang padat karya tunai di desa.(Hary/Eko)
View
Posting Komentar