Jawapes Sidoarjo – Haji Edy Rudyanto, S.H., M.H., atau Haji Etar, mengajukan permohonan judicial review terhadap Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU TNI melalui Perkara Nomor 238/PUU-XXIII/2025. Sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada Rabu, 10 Desember 2025 di Gedung MK. Gugatan ini menjadi sorotan karena terkait perdebatan nasional tentang batas fungsi militer dan sipil.
Saat ditemui di kantornya di kawasan Pondok Mutiara, Sidoarjo, Haji Etar menegaskan bahwa dua ketentuan yang diuji berpotensi menghapus batas kewenangan antara institusi militer dan lembaga sipil.
"Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum dalam UUD 1945. Kami mempermasalahkan praktik anggota TNI aktif yang merangkap jabatan sipil,” ujar Etar, Kamis (4/12/2025).
Haji Etar menilai Mahkamah Konstitusi harus mempertimbangkan dampak besar dari aturan yang memperbolehkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil strategis tanpa pensiun atau mengundurkan diri.
"Kebijakan tersebut mengancam supremasi sipil, membuka risiko intervensi militer dalam urusan nonmiliter, dan menyimpang dari semangat reformasi sektor keamanan yang dibangun sejak 1998," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) membuka peluang penempatan prajurit aktif di berbagai lembaga sipil, termasuk lembaga intelijen, lembaga siber, lembaga sandi negara, Kejaksaan RI, hingga Mahkamah Agung.
"Penempatan seperti itu mengancam independensi lembaga penegakan hukum dan lembaga yudikatif," ungkapnya.
Dalam permohonannya, Haji Etar menegaskan dasar konstitusional yang dilanggar. Ia menyebut Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tentang negara hukum, Pasal 28D ayat (1) mengenai kepastian hukum, serta Pasal 30 ayat (3) tentang peran TNI.
"Ketiga pasal tersebut menegaskan batas jelas antara fungsi pertahanan dan fungsi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia," paparnya.
Haji Etar juga menilai bahwa aturan tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi ASN dan warga sipil yang berhak atas kesempatan yang setara dalam menduduki jabatan publik. Ia menyebut norma tersebut dapat menghilangkan prinsip meritokrasi dan merusak kepastian hukum yang menjadi fondasi birokrasi nasional.
Selain itu, ia menekankan bahwa penempatan prajurit aktif pada jabatan nonmiliter berpotensi mengganggu profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara.
"Penyimpangan fungsi militer tersebut melemahkan konsentrasi TNI pada tugas pertahanan dan berpotensi memunculkan konflik kepentingan di lembaga-lembaga sipil," jelasnya.
Menurut Haji Etar, permohonan uji materi ini diajukan untuk menjaga kemurnian sistem pemerintahan sipil, memperkuat supremasi sipil, dan memastikan bahwa aturan hukum sejalan dengan UUD 1945. Ia berharap Mahkamah Konstitusi memberikan putusan yang mampu menjaga batas konstitusional antara militer dan sipil serta memulihkan kepastian hukum bagi masyarakat dan ASN. (Red)
View

Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments