Jawapes probolinggo – Ribuan santri dan alumni pondok pesantren dari berbagai wilayah di Kabupaten Probolinggo memadati halaman kantor DPRD setempat, Minggu (19/10)pagi, Aksi damai ini digelar Forum Komunikasi Pondok Pesantren Probolinggo (FKPPPro) sebagai bentuk protes terhadap program "Xpose Uncensored Trans7 " yang dinilai melecehkan kiai dan dunia pesantren.
Sejak pagi, massa yang terdiri dari para santri, kyai muda, serta alumni pesantren besar seperti Lirboyo, Nurul Jadid, dan Genggong, mulai berdatangan dengan tertib. Mereka membawa spanduk berisi tuntutan moral agar stasiun televisi tersebut meminta maaf secara terbuka atas tayangan yang dianggap merendahkan martabat pesantren.
Koordinator aksi, KH Moh. Hasan Naufal atau Gus Boy, dalam orasinya menyebut, tayangan itu telah mencederai nilai-nilai pendidikan Islam. Ia menegaskan, pihaknya membawa tujuh tuntutan resmi yang ditujukan kepada Trans7, pemilik Trans Media Group, serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI.
"Santri tidak anti kritik, tapi kami menolak jika pesantren dijadikan bahan olok-olokan. Kami menuntut permintaan maaf terbuka dan penghormatan kepada para kiai," tegas Gus Boy di hadapan ribuan peserta aksi.
Tujuh poin aspirasi yang disampaikan antara lain permintaan sowan dan permintaan maaf langsung dari pemilik Trans Media, penayangan permintaan maaf di seluruh platform, serta sanksi tegas dari KPI terhadap tayangan yang dianggap menyesatkan publik. FKPPPro juga mendesak DPRD Probolinggo meneruskan aspirasi ini ke DPR RI agar sistem pengawasan penyiaran dievaluasi secara menyeluruh.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Didik Humaidi, yang menerima massa aksi, mengapresiasi langkah damai tersebut. "Kami menghormati aspirasi santri dan ulama. Semua tuntutan akan kami sampaikan ke DPR RI untuk ditindaklanjuti secara resmi," ujarnya di hadapan peserta aksi.
Aksi yang diikuti ribuan santri ini berlangsung damai tanpa insiden. Para peserta duduk bersila sambil bershalawat dan menutup kegiatan dengan doa bersama serta menyanyikan lagu " Yaa Lal Wathan " sebagai simbol cinta tanah air dan penghormatan terhadap nilai Islam Nusantara.
Sementara Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris, dan Forkopimda yang turut hadir menyampaikan bahwa aksi tersebut menjadi pengingat pentingnya kehati-hatian media dalam menayangkan konten publik. "Kebebasan pers harus tetap disertai tanggung jawab moral, terutama terhadap simbol keagamaan," ucapnya.(Id)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments