Monica Ratna Pujiastuti Divonis 2 Tahun 3 Bulan Penjara atas Kasus Penggelapan Dana Perusahaan

 


Jawapes Surabaya – Kasus dugaan penggelapan dana perusahaan dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti akhirnya mencapai babak akhir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (18/9/2025), majelis hakim memutuskan Monica bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun 3 bulan penjara.


Perkara ini terdaftar dengan nomor 1456/Pid.B/2025/PN Sby. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim SIH Yuliarti, S.H., bersama hakim anggota Sutrisno, S.H., M.H. dan Silvi Yanti Zulfia, S.H., M.H.. Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., sementara kuasa hukum terdakwa dari Maharaja Law Firm terdiri dari Samsul Arifin, S.H., M.H. (Banyuwangi), Samian, S.H., Ely Elfrida Rahmatullaili, S.H., dan Alfan Syah, S.H.


Dalam dakwaan, Monica yang sejak 2012 menjabat sebagai Supervisor Accounting PT Bina Penerus Bangsa memiliki akses penuh terhadap rekening perusahaan. Kesempatan itu disalahgunakan dengan mengalirkan dana perusahaan ke rekening pribadinya.


Antara Maret 2019 hingga November 2022, Monica tercatat melakukan 19 kali transfer dengan total mencapai Rp1,925 miliar. Tidak berhenti di situ, ia juga memanfaatkan slip kosong yang sudah ditandatangani Direktur Soedomo Mergonoto untuk memerintahkan karyawan melakukan penarikan tunai. Modus tersebut menyebabkan kerugian tambahan sebesar Rp2,3 miliar.


“Dana yang ditarik tidak digunakan untuk kepentingan perusahaan, melainkan untuk kepentingan pribadi dan investasi trading,” tegas Jaksa dalam persidangan. Secara keseluruhan, kerugian perusahaan mencapai Rp4,225 miliar.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 374 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan dalam jabatan secara berlanjut. Sebagai dakwaan alternatif, jaksa juga menyertakan Pasal 372 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, JPU menuntut hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis lebih ringan, yakni 2 tahun 3 bulan penjara.

Usai putusan dibacakan, hakim menanyakan sikap terdakwa. Kuasa hukum Monica menjawab singkat: “Saya pikir-pikir dulu, Yang Mulia.”

Hingga kini, Monica masih dititipkan di Rutan Perempuan Kelas II Surabaya, setelah sebelumnya ditahan penyidik sejak April 2025.

Vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa kembali membuka ruang pertanyaan publik. Dalam kasus kejahatan kerah putih (white collar crime) seperti penggelapan, vonis sering kali dianggap tidak sebanding dengan besarnya kerugian perusahaan. Rp4,225 miliar adalah angka yang tidak kecil, terlebih jika dana tersebut seharusnya digunakan untuk operasional perusahaan dan kesejahteraan karyawan.


Fakta bahwa modus dilakukan bertahun-tahun tanpa terdeteksi juga menunjukkan adanya kelengahan sistem pengawasan internal perusahaan. Akses seorang supervisor terhadap rekening perusahaan dan slip kosong yang sudah ditandatangani direktur memperlihatkan lemahnya kontrol keuangan.


Dari sisi hukum, pasal yang digunakan sudah tepat, namun publik akan menilai apakah hukuman 2 tahun 3 bulan cukup memberikan efek jera. Kasus ini menambah daftar panjang perkara penggelapan dana perusahaan di Surabaya yang kerap berakhir dengan vonis lebih rendah daripada tuntutan.


Pertanyaan yang mengemuka: apakah sistem hukum kita sudah cukup tegas dalam melindungi kepentingan perusahaan dan karyawan dari praktik korupsi internal? Atau justru masih ada ruang kompromi yang membuat pelaku kejahatan kerah putih bisa mendapatkan keringanan. (Rd82)

Baca Juga

View

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan