![]() |
Foto: keadaan bayi kepala dan tubuh terpisah berada di dalam kardus di puskesmas modung |
Jawapes, Bangkalan – Kasus dugaan malpraktik medis yang mengakibatkan kepala bayi terputus saat proses persalinan di Puskesmas Kedungdung, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, hingga saat ini belum menemukan titik terang. Penanganan perkara oleh Unit Reserse Kriminal Polres Bangkalan dinilai tidak profesional dan lamban, memunculkan kekecewaan publik serta keluarga korban.
Laporan resmi atas peristiwa tersebut telah disampaikan pada 4 Maret 2024 oleh Sulaiman, warga Dusun Bealang, Desa Pangpajung, Kecamatan Modung. Laporan teregister dalam Nomor: LB/B.31/III/2024/SPKT/POLRES BANGKALAN POLDA JAWA TIMUR. Perkara ini menjerat dugaan pelanggaran Pasal 84 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan/atau Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kematian.
Meski berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) nomor B/128.a/VI/RES.I.24/2024/Satreskrim tertanggal 10 Juni 2024 perkara sudah dinaikkan ke tahap penyidikan, hingga Mei 2025 belum ada kejelasan hukum. Kasus malpraktik kepala bayi terputus ini dinilai sengaja dibiarkan mangkrak oleh aparat penegak hukum.
IPTU Mas Herly Susanto, SH, penyidik Unit Pidum Polres Bangkalan yang sempat menangani kasus ini sebelum menjabat sebagai Kapolsek Burneh, menyatakan bahwa penyidikan terkendala karena belum ada dokter ahli kandungan yang dapat dimintai pendapat profesional. Anehnya, pihak keluarga korban justru diminta oleh penyidik untuk mencarikan sendiri ahli kandungan guna mendukung proses penyidikan.
Kondisi ini semakin memperjelas dugaan bahwa Polres Bangkalan tidak serius dalam menangani kasus malpraktik yang menyebabkan kematian bayi secara tragis saat proses persalinan. Keluarga korban menilai bahwa ketidakmampuan menghadirkan saksi ahli seharusnya menjadi tanggung jawab penuh aparat, bukan dibebankan kepada pihak korban.
Saat dikonfirmasi oleh media pada 8 Mei 2025, Kasi humas Polres Bangkalan IPTU Risna Wijayati, SH, menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa tujuh orang saksi dan berencana mengirimkan surat permohonan pemeriksaan ke Majelis Disiplin Profesi Kedokteran. Namun pernyataan tersebut belum menjawab keresahan publik atas lambannya proses hukum dalam kasus malpraktik kepala bayi terputus ini.
Tokoh masyarakat Kecamatan Modung, H. Masyhudi, juga angkat suara. Ia menilai lambannya penanganan kasus ini menunjukkan lemahnya komitmen aparat terhadap perlindungan hak-hak rakyat kecil.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal nyawa manusia. Kalau kasus seperti ini bisa mangkrak, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan hilang total,” ujarnya kepada media, Sabtu (10/5/2025).
Pakar hukum kesehatan dari Universitas Trunojoyo Madura, Dr. Wahyu Arifin, menilai bahwa ada potensi pelanggaran etik dan pidana dalam kasus ini.
“Jika benar terjadi tindakan medis yang menyebabkan kepala bayi terputus, maka sudah seharusnya proses hukum dilakukan dengan cepat dan transparan. Keterlambatan ini justru mencederai keadilan,” ungkapnya.
Kasus ini memicu keprihatinan masyarakat luas dan aktivis hukum di Jawa Timur, yang mendesak agar Kapolres Bangkalan dan bahkan Polda Jatim segera turun tangan. Lambannya penanganan kasus yang menyangkut nyawa ini mencederai rasa keadilan dan menimbulkan pertanyaan besar terkait integritas serta profesionalisme aparat penegak hukum di tingkat daerah.
Saat media mencoba meminta kejelasan lebih lanjut dari Kasat Reskrim Polres Bangkalan terkait perkembangan terakhir penyidikan, jawaban yang diberikan sangat normatif dan tidak memberi kepastian.
"Bentar saya cek dulu, mohon waktu ya," ujarnya singkat.
Kasus malpraktik di Puskesmas Modung yang menyebabkan kepala bayi terputus ini kini menjadi sorotan nasional. Banyak pihak menuntut agar kasus ini segera dituntaskan, demi menjamin rasa keadilan bagi keluarga korban dan mencegah kasus serupa terulang kembali. (Rif/Tim)
Pembaca
Posting Komentar