KH Abdul Nashir Fattah, Ulama Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren Wafat

 


Jawapes Jombang - Innalillahi wa inna ilaihi rojiuan, kabar duka tengah menyelimuti umat muslim di Kabupaten Jombang. KH Abdul Nashir Fattah salah satu ulama Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka di kota santri wafat di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, Minggu (28/8/2022) pukul 06.30 WIB pagi.


Kabar duka tersebut disampaikan oleh Agus H M Abdulloh Rif'an Nashir putra dari almarhum Kiai Nashir. Pria yang akrab disapa Gus Rif'an merupakan keluarga yang intens mendampingi almarhum saat menjalani penanganan medis. Melalui pesan singkat Gus Rif'an tersebut kini sudah menyebar diberbagai grup WhatsApp.


"Innalillahi wa inna ilaihi rojiuan. Sampun wangsul ngersanipun Allah SWT (Telah pulang kembali ke Allah SWT), Ayahanda KH. Abd Nashir Fattah. Pukul 6.20 Wib di RS. Dr. Soetomo Surabaya," tulis Gus Rif'an.


Sedikit informasi, KH Abdul Nashir Fattah sejak beberapa waktu lalu dirawat intensif di Rumah Sakit (RS) Dr Suotomo Surabaya setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RSNU) Jombang. Kiai Nashir dirawat di RS Sutomo kurang lebih 1 bulan karena infeksi paru-paru di ICU Graha Amerta Surabaya.

Kiai Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren


Dikutip dari NU Online Jombang KH Abdul Nashir Fattah merupakan putra ke 6 dari 8 bersaudara pasangan KH Abdul Fattah Hasyim dan Ibu Nyai Musyarrofah. 

Lahir pada tanggal 24 Juli 1956, masa kecil Kiai Nashir dihabiskan dengan sekolah dan mengaji di bumi Bahrul Ulum dalam didikan kedua orang tua yang menurut pengakuannya sendiri merupakan tipikal orang tua yang sayang tapi keras, keras tapi sayang juga tegas.


Selain mendapatkan pelajaran dasar-dasar agama dari Ayahandanya sendiri, KH Abdul Nashir Fattah juga mendapatkan pendidikan dasar-dasar agama di Madrasah Ibtidaiyyah Bahrul Ulum Tambakberas.


Ketika masuk kelas 6 MI, Ia pindah sekolah dan menetapkan diri untuk mondok di Pondok PMH  Putra Kajen yang saat itu diasuh oleh Kyai Sahal Mahfudz.

Kiai Nashir pernah menggambarkan, Kiai Sahal Mahfudz merupakan Syaikhul Tahrir baginya. Selain Fathul Qarib, kitab yang pernah Ia kaji di Kajen antara  lain, Jurumiyyah, Asmawi, Jam’ul Jawami’ dan Jawahirul  Bukhari.


Tak hanya menimba ilmu bersama Kiai Sahal Mahfudz, ia juga sempat menimba ilmu di Kajen dengan Kiai Muhammadun Bin Abdul Hadi, Kiai Ma’mur Muzayyin, Kiai Rifa’i Nasuhah, Kiai Muzayyin  Haramain, Kiai Nafi' Bin Abdullah dan masih banyak lagi.


Kiai Nashir tak hanya mondok melainkan juga menempuh pendidikan formal di Madrasah Matholi’ul Falah selama 6 tahun mulai dari tahun 1972 sampai  tahun 1978. Lulus dari Kajen, ia kembali ke Tambakberas dan mengajar di MI BU selama setengah tahun sebelum kemudian melanjutkan kembali perjalanan intelektualnya ke Pondok Al-Anwar Sarang asuhan Kiai Maimun Zubair .


Disamping itu, ia juga mengaji ke Kiai Humaidi Naru’an selama kurang lebih 2 tahun (1980-1982) dan dalam waktu setahun dengan cara muthola’ah terus-menerus, Ia sudah bisa membaca Kitab Fathul  Mu’in. Setelah menimba ilmu selama 2 tahun di Sarang, ia mendapat kesempatan untuk melanjutkan belajar di Mekkah selama 3 tahun mulai dari tahun 1982 sampai 1985. 


Memajukan Pendidikan di Pesantren Bahrul Ulum

Pada umur 21 tahun, tepatnya pada tahun 1985 beliau menginjakkan kembali kaki di bumi Tambakberas setelah mengarungi perjalanan pendidikan selama 12 tahun dan langsung mengajar di MI Tambakberas 1985-1986. Beliau juga mengajar di MI Tambakberas selama satu tahun sebelum pindah mengajar ke Madrasah Mualimin/Mualimat (MMA) Tambakberas tahun 1986 hingga sekarang. 


Di MMA, Ia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah dari tahun 1992 sampai 2010. Pada tahun 2011, Ia diangkat menjadi Kepala Sekolah menggantikan KH M Sulthon Abdul Hadi sampai sekarang. Hingga saat ini Kiai Nashir juga menjabat sebagai pengasuh pondok pesantren Bahrul Ulum Putra.

Kiprah Kiai Nashir di Nahdlatul Ulama.


Menjabat sebagai Pengurus Ranting NU Jombang pada tahun 1987/1988. Kiai Nashir juga menjadi Sekretaris NU Jombang tahun 1987 pada masa kepemimpinan Kia Nadjib yang hanya bisa beliau jalankan selama 5 bulan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Kiai Nashir juga menjadi Ra’is Syuriah NU Jombang tahun 1997 sampai sekarang.


"Diniati khidmah kepada umat, khidmah kepada jamiyah Nahdlatul Ulama. Dengan niat tulus ini semuanya akan kembali kepada kita keberkahannya," pesan Kiai Nashir.


Keluarga Kiai Nashir

Kiai Nashir memiliki 7 saudara dan saudari yakni, Hj Nafisah Sahal, Churiyah (alm.), Mutmainnah  Sulthon (alm.),  KH Agus Chubbi Syauqi (alm.), Hj. Lilik Muhibah Masduqi, Ia sendiri kemudian, KH A Taufiqurrohman (alm.) serta Dra Nyai Hj Syafiyyah Fattah.


Pada  tahun  1985, Kiai yang selalu mengutamakan pendidikan ini menikah dengan salah seorang santri lulusan Kajen bernama Ummu Salamah Husein. 

Setelah pernikahan mereka, Kiai Nashir memboyong Salamah muda ke Tambakberas untuk membangun rumah tangga di sana.


Tak banyak yang tahu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Kiai Nashir yang ketika itu masih berusia 29 tahun blusukan berdagang kain di pasar. Hal ini dilakukan selama kurang lebih 15 tahun. 


Dari pernikahannya dengan Bu Nyai Salamah Husein, Kiai Nashir dianugerahi 4 putra dan 2 putri yaitu, M Abdullah Rif’an,  Lc, Lum’atul Choirot, M Abdullah Nadjib (alm.) M Abdul Fattah, Arina Nur Fatimah dan M Ismail. (Hm)


Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama