GJT Beroperasi Kembali, Polres Gresik 500 Personil Disiagakan

 

Jawapes Gresik - Pelabuhan bongkar muat curah kering dan log yang dikelola PT Gresik Jasatama (GJT) bersama PT Pelindo III (Persero) di Kelurahan Kemuteran, Kecamatan Gresik Kota kembali beroperasi, Rabu (12/8/2020). Sebanyak 500 personil dari gabungan personil Polda Jatim, Polres Gresik – TNI dan Satpol PP berjaga di sekitar lokasi.

General Manager PT Pelindo III Cabang Gresik, Sugiono menjelaskan bahwa terminal curah dan log GJT merupakan kerjasama BOT dengan Pelindo III.


“GJT merupakan mitra Pelindo III. Sejak November 2019 tidak beroperasi karena mendapat protes warga. Padahal sesuai regulasinya dari kementerian perhubungan, dermaga ini memang digunakan untuk bongkar muat curah dan log. Semua prosedur sudah dilakukan termasuk pencegahan polusi udara,” ujarnya.

Saat ditanya terkait penolakan warga sekitar, Sugiono menjelaskan, pihaknya berusaha melakukan pendekatan dengan masyarakat ring satu. Selain itu upaya - upaya untuk mengatasi keluhan masyarakat juga sudah dilakukan. Seperti halnya memasang jaring penghalang debu, menanam pohon dan menyiram jalanan yang dilewati kendaraan pengangkut.

Untuk mengamankan situasi dan kondisi, sedikitnya 500 personil gabungan diterjunkan di lapangan dengan tempat berbeda, gelombang penolakan warga mulai mencuat.

"Intinya kami ingin operasi bongkar muat batu bara dihentikan dan dipindahkan ke tempat lain. Untuk bongkar log silahkan. Karena imbas dari bongkar muat batu bara tersebut menyebabkan debu yang mengotori rumah, tempat ibadah warga. Selain itu masyarakat juga mengeluhkan masalah kesehatan. Coba cek satu per satu pasti paru-paru masyarakat berwarna hitam," keluh Andre (bersama puluhan warga).

Andre menambahkan, sebenarnya sudah ada MoU antara perusahaan, warga dan DPRD Gresik. Bahwa ketika pelabuhan JIIPE yang ada di Kecamatan Manyar sudah rampung, operasi bongkar muat batu bara akan dipindah ke sana. Namun urung dilaksanakan.

Dihubungi terpisah, pimpinan PT GJT Edi menjelaskan, penolakan tersebut sudah beberapa kali terjadi. Terakhir pada November 2019 yang mengakibatkan operasional harus dihentikan selama kurang lebih 10 bulan. Akibatnya, puluhan karyawan harus di PHK dan omset perusahaan terus mengalami penurunan.

“Kami sudah berupaya komunikasi dengan masyarakat sekitar, saya juga hadir kalau diundang baik di desa, kecamatan atau forum komunikasi. Upaya untuk mengantisipasi polusi debu juga sudah dilakukan,” ujarnya.

Dan terkait pemindahan operasional ke pelabuhan JIIPE, ia menerangkan tidak bisa dilakukan. Karena pelabuhan JIIPE tidak bisa digunakan untuk bongkar muat batu bara.(mazjaz)


Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama