Ketum LSM Siti Jenar Geram, Melihat Video Oknum TNI Aniaya Wartawan

Jawapes Bondowoso - Beredarnya video berdurasi singkat tentang adanya kekerasan dan intimidasi dialami seorang wartawan, menjadikan catatan buram bagi insan pers. Seperti disampaikan Eko Febrianto selaku Ketum LSM Siti Jenar bahwa kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI berseragam lengkap terhadap wartawan tersebut merupakan tindakan pidana sebagaimana telah diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, Sabtu (16/5/2020).                                           

Berawal dari laporan beberapa warga yang diduga ada timbunan BBM bersubsidi di Pom Kota Kulon Kabupaten Bondowoso. Setelah dilakukan investigasi oleh wartawan media online (NE) ternyata dari pengakuan warga yaitu milik salah satu oknum TNI (WS).

"Awalnya saya terima laporan dari warga terkait adanya penimbunan BBM jenis premium bersubsidi. Permasalahan ini sudah 2 minggu. Setelah dikonfirmasi ternyata milik oknum TNI. Jadi saya tidak menulis. Namun, entah mengapa ketika saya duduk di warung dekat stadion Kelurahan Badean Bondowoso tiba - tiba oknum TNI setelah melihat mobil saya diparkir langsung menghampiri dan memukul saya," jelas Nanang Kabiro Media Jatim Bondowoso.

Masih cerita Nanang, oknum tersebut menuduh dirinya meminta uang serta mengatakan jika dia bukan wartawan dan mengucapkan wartawan kacangan. Juga dikatakan dari media lain. Padahal sudah jelas Nanang mengaku sebagai wartawan Media Jatim Bondowoso.                             

"Sampai sekarang saya merasa trauma. Makanya saya lapor ke Provost Bondowoso. Setelah didata ternyata dia dinasnya di Kabupaten Situbondo. Akhirnya saya langsung menghubungi Kabiro Media Jatim yang di Situbondo guna berkoordinasi dengan Dandim Situbondo," ujarnya. 

Saat kontak dengan kabiro Situbondo yang secara kebetulan bersama Eko (Ketum LSM Siti Jenar), usai melihat insiden penganiayaan di video tersebut, Eko menjadi geram. Menurutnya dalam bekerja jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 Ayat (3). Selanjutnya masih dalam UU Pers Nomer 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat (1) ditegaskan menghambat atau menghalangi kerja pers dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.                     

Secara khusus, aturan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tertuang dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Namun pada prakteknya ketentuan yang digunakan bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, tetap menggunakan aturan yang terdapat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) akan tetapi tetap diadili di Pengadilan Militer. Dalam hal ini anggota TNI yang melakukan pemukulan terhadap warga dapat dikenakan Pasal 351 Ayat (1), (2) atau (3) KUHP. TNI juga didesak agar menindak tegas oknum pelaku kekerasan kepada wartawan.

"Kenapa hari gini masih ada jurnalis yang menjadi korban kekerasan bahkan pengancaman serta umpatan tidak pantas seperti terekam di video yang saat ini viral. Penganiayaan dan intimidasi serta melakukan pelarangan terhadap jurnalis saat melakukan liputan, sudah jelas merupakan pelanggaran hukum dan HAM. Yang paling saya sesalkan kok masih ada insiden memalukan korps semacam ini," pungkas Eko Siti Jenar. (Red)
Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama