Ada Apa Dengan Penyelenggaraan PTSL di Desa Selotinatah, Hingga Tuai Pro dan Kontra?

Jawapes Magetan - Program Pendaftaran Sistematik Lengkap (PTSL) yang dicanangkan Presiden Jokowi bertujuan agar masyarakat punya dasar hukum tetap atas kepemilikan tanahnya. Namun pada kenyataannya dilapangan dalam proses pelaksanaannya masih banyak ditemui pro dan kontra.

Seperti yang terjadi di Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Magetan ini, pelaksanaan PTSL menuai pro dan kontra. Sejumlah warga merasa keberatan dengan penetapan biaya oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) sebesar Rp 350 ribu/bidang. Bagi warga yang kontra dengan biaya Rp 350 ribu itu tidak sesuai dengan perundangan dan peraturan serta juklak dan juknis yang menjadi dasar dan payung hukum dari pelaksanaan progam SKB 3 Menteri Nomor 25/SKB/V/2017 tentang pembiayaan PTSL pada diktum ketujuh poin ke 5, dimana ketentuan yang berlaku seharusnya pungutan yang diizinkan kepada masyarakat sebesar Rp 150 ribu/bidang untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali. Namun pada kenyataannya, warga dipungut biaya PTSL sebesar Rp 350 ribu dan dengan alasan sudah disepakati para pemohon. Sedangkan pemohon yang pro dengan biaya tersebut mengaku murah daripada program di luar PTSL yang kemungkinan biayanya lebih besar dan mahal hingga mencapai jutaan rupiah. Selain itu penetapannya sudah melalui jalan musyawarah dan dengan adanya program PTSL itu membantu masyarakat dalam pengurusan sertifikat berbiaya murah.

"Saya sangat senang dengan program PTSL ini, murah biayanya hanya Rp 350 ribu sudah dapat sertifikat, daripada di luar program, biayanya bisa mencapai jutaan rupiah," terang Supraptun kepada wartawan saat mengambil sertifikat di BPN Magetan.

Adanya informasi carut marut pengelolaan PTSL di Desa Selotinatah yang menuai pro dan kontra warga, tim media mencoba menggali informasi sejauh mana pro dan kontra tersebut. Dan ternyata di lapangan banyak ditemukan keluhan yang disampaikan masyarakat. Seperti yang diungkapkan salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya, sebenarnya banyak warga yang tidak merasa mengetahui informasi yang secara benar terkait penetapan biaya Rp 350 ribu oleh Pokmas, memang warga pernah diajak rapat dan disitu langsung panitia mengusulkan biaya Rp 400 ribu. Warga keberatan lantaran biaya Rp 150 ribu sesuai aturan, bahkan ada warga juga mengusulkan Rp 200 ribu. Lantas ketua Pokmas dan beberapa orang masuk kedalam ruangan dan akhirnya ditetapkan Pokmas sebesar Rp 350 ribu/bidang, dengan rincian Rp 150 ribu/bidang dibayarkan pada saat mendaftar sedangkan sisanya boleh diangsur di masing-masing RT dan harus segera lunas untuk mengambil sertifikat.

Sadinah, salah satu pemohon sertifikat yang kontra mengaku kecewa dan keberatan dengan biaya Rp 350 ribu itu, lantaran ia mendaftar untuk dua bidang hingga harus merogoh koceknya sebesar Rp 700 ribu.

"Kok tidak seperti yang pernah saya lihat di televisi yang biayanya hanya Rp 150 ribu, bahkan kata Pak Presiden Jokowi biaya PTSL itu gratis," katanya dengan nada heran.

Sadinah mengakui bahwa dirinya baru membayar Rp 500 ribu kepada Pak RT untuk ajukan dua bidang tanah miliknya, yang satu bidang sudah jadi dan diserahkan sertifikatnya, yang satunya belum jadi. Untuk kekurangannya, nanti akan dibayar setelah sertifikat jadi.

"Dua bidang yang saya ajukan, satu bidang sudah jadi dan diserahkan, yang satu bidang belum jadi," kata Sadinah.

Yang membuat dirinya kecewa adalah saat pengukuran dirinya tidak diberitahu, ia hanya tahu jika tanah sudah selesai diukur, bahkan salah satu tanah miliknya berdasarkan pipil pajak seluas 900 m2 setelah di ukur malah menjadi berkurang.

"Tidak diberitahu saat pengukuran, tahunya tanah milik saya sudah selesai diukur, selain itu kok tanah saya menjadi susut dari pipil pajak 900 m2 menjadi 600 m2, selain itu adik saya mendaftar untuk 6 bidang dan sampai saat ini sertifikatnya juga belum selesai," katanya.(bun/sinung)
Baca Juga

View

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan