Jawapes Bandung – Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ) Drs. H. Eka Santosa mengungkapkan bahwa DPR RI akan menindaklanjuti hasil audiensi pihaknya terkait persoalan kehutanan di Pulau Jawa. Komisi IV DPR RI disebut telah mengagendakan Rapat Kerja Kehutanan bersama mitra kerja, termasuk Kementerian Kehutanan serta Perum Perhutani. Selain itu, DPR RI juga dikabarkan akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Konflik Agraria.
Pernyataan tersebut disampaikan Eka Santosa kepada wartawan di Bandung, Kamis (13/11/2025), usai FPHJ melakukan audiensi dengan Komisi IV DPR RI pada Senin (10/11). Dalam pertemuan yang digelar di Gedung DPR RI tersebut, puluhan aktivis kehutanan, senior rimbawan, masyarakat adat, petani hutan, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), hingga Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) turut hadir.
FPHJ secara tegas meminta agar SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. 287/2022 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dicabut. Menurut Eka, beleid tersebut telah menimbulkan banyak persoalan di lapangan serta berpotensi merusak ekosistem hutan dan memicu konflik horizontal.
Ia mencontohkan kasus kriminalisasi terhadap petani LMDH Tenjolaya, BKPH Ciwidey, yang dilakukan oleh kelompok tani hutan (KTH) bentukan Kemen LHK. Selain itu, terdapat pula dugaan pencurian getah pinus di lahan Perhutanan Sosial Desa Mekar Jaya, yang menurutnya juga melibatkan KTH bentukan kementerian.
“FPHJ tidak hanya meminta SK Menteri LHK tentang KHDPK dievaluasi, tetapi juga dicabut,” tegas Eka Santosa.
Pencabutan ini, lanjutnya, penting untuk menjaga hutan sebagai aset negara serta memastikan pengelolaannya tidak menimbulkan gesekan antarmasyarakat.
Eka juga menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menerbitkan Surat Edaran No. 152/DISBUN/2025 pada 4 Oktober 2025. Surat edaran tersebut berisi larangan pengalihan hak atas tanah di lahan negara, termasuk kawasan Perhutani dan PTPN.
Ia berharap kebijakan ini dapat diadopsi secara nasional demi menjaga kelestarian hutan dan kebun negara, terutama di Pulau Jawa yang kini dalam kondisi kritis.
“Di bawah 20 persen luas hutan yang ada. Ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Eka.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Rokhmin Dahuri, dalam kesempatan terpisah mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret menyelamatkan hutan di Pulau Jawa. Ia menyebut tutupan hutan di Jawa kini hanya tersisa 15 persen, jauh di bawah standar ideal minimal 30 persen agar fungsi ekologis dan hidrologis tetap terjaga.
“Menurut kaidah ekologi, kalau suatu pulau ingin sustain dan lestari, hutannya minimal 30 persen. Tutupan hutan Jawa sekarang tinggal 15 persen. Jadi, kebijakan pemerintah ke depan harus fokus pada penanaman kembali hutan,” tegas Rokhmin.
Ia menilai kerusakan ekologis di Jawa telah menyebabkan berbagai bencana yang semakin intens, seperti banjir, longsor, sedimentasi, hingga kekeringan saat musim kemarau.
Rokhmin juga menyoroti melemahnya penegakan hukum serta pengawasan kawasan hutan negara yang kini kian rentan dirambah. Ia mendorong pemerintah untuk memperkuat kembali peran Perum Perhutani sebagai BUMN strategis di sektor kehutanan.
“Saya sepakat Perhutani harus dihidupkan kembali. Kalaupun di masa lalu ada kesalahan, yang dibenahi ya kesalahannya, bukan lembaganya,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa lemahnya pengawasan hutan membuat aset negara tersebut rawan dijarah dan dialihkan ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan menguatnya tekanan dari publik, organisasi masyarakat sipil, hingga anggota DPR RI, isu penyelamatan hutan Jawa kini kembali berada di titik kritis. FPHJ berharap langkah-langkah yang kini dirancang DPR RI dapat segera diwujudkan agar krisis ekologis di Pulau Jawa tidak semakin parah. (Bambang)
View

Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments