Dalam Eksepsinya, Penasehat Hukum Ade Yolando Soroti Kewenangan PN Surabaya


Jawapes, SURABAYA - Tim Penasihat Hukum terdakwa Ade Yolando Sudirman secara resmi mengajukan eksepsi (nota keberatan) atas dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak dalam perkara No. 1389/Pid.B/2025/PN Sby, Senin (14/7/2025).

Eksepsi yang dibacakan dalam persidangan menyebutkan bahwa perkara yang menimpa klien mereka bukanlah ranah tindak pidana umum sebagaimana didakwakan dengan Pasal 378 dan 372 KUHP, melainkan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi yang seharusnya diperiksa oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dalam dokumen eksepsi, Tim Penasihat Hukum yang terdiri dari Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., Drs. Victor Asian Sinaga, S.H., Moh. Syukur Fahmi, S.H., Lusi Dian Wahyudiani, S.H., S.IIP., dan Rahma Jelita Marthaningtyas, S.H., menegaskan bahwa PT Angkasa Pura Kargo (sekarang PT Integrasi Aviasi Solusi), pihak yang mengalami kerugian, merupakan anak perusahaan dari BUMN PT Angkasa Pura II. Oleh karena itu, kekayaan yang dikelola oleh PT APK mengandung unsur kekayaan negara.

Kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek yang dipersoalkan dalam dakwaan disebut mencapai Rp4.848.000.000.

Kerugian tersebut berasal dari tiga proyek pengadaan barang, yakni pengiriman 5.000 batang tiang listrik ke Kepulauan Raas, 1.800 unit solar lamp ke wilayah Jawa Tengah, serta satu unit rig dan services yang dikirim dari Mamahak, Kalimantan Timur, ke Marunda, Jakarta Utara.

Menurut Tim Penasihat Hukum, perbuatan yang didakwakan telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dalam kurun waktu antara November 2020 hingga sekitar Mei 2021, PT APK masih berstatus sebagai anak perusahaan BUMN. Pada periode tersebut, dana milik PT APK diduga telah dikirimkan kepada berbagai pihak, yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan bagi perusahaan.

Status PT APK sebagai “cucu” BUMN baru berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2021, yaitu setelah peristiwa kerugian tersebut terjadi. Oleh karena itu, perubahan status tersebut tidak menghapus atau mengubah sifat kerugian yang ditimbulkan. Dengan demikian, konstruksi hukum yang tepat dalam menilai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan tersebut tetap merujuk pada ketentuan dalam UU Tipikor.


Andaipun PT APK tetap dikategorikan sebagai “cucu” BUMN, kerugian PT APK dalam perkara ini tetap merupakan kerugian negara. Konsep kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan yang dikelola di luar sistem dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan diartikan sebagai perubahan status kepemilikan dari uang negara atau uang publik menjadi uang milik perseroan atau milik privat.

Dalam konteks tersebut, Tim Penasihat Hukum menyoroti bahwa penggunaan pasal-pasal KUHP dalam surat dakwaan JPU tidak tepat, karena KUHP sebagai hukum pidana umum tidak menyediakan instrumen yang memadai untuk memulihkan kerugian keuangan negara. 

Oleh karena itu, Tim Penasihat Hukum menegaskan pentingnya penerapan prinsip lex specialis derogat legi generali, di mana UU Tipikor yang bersifat khusus harus dijadikan dasar utama dalam perkara ini, karena UU Tipikor memuat mekanisme pengembalian kerugian negara yang tidak diatur dalam KUHP.

Di akhir persidangan, Tim Penasihat Hukum menyatakan bahwa terdakwa Ade Yolando bersedia bekerja sama secara penuh dan menyatakan kesediaannya menjadi whistleblower, demi mengungkap kasus ini secara transparan dan menyeluruh. (Ham)

Baca Juga

View

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

أحدث أقدم

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan