![]() |
Ilustrasi anggaran negara |
Jawapes, CILACAP - Presiden Republik Indonesia baru saja menerbitkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 yang menargetkan efisiensi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini diharapkan mampu menghemat anggaran dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Bidang Manajemen Kebijakan Publik, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo MPP, menilai target efisiensi sebesar Rp306 triliun sebagai tantangan besar bagi pemerintah pusat dan daerah.
"Efisiensi APBN memang memungkinkan, tetapi tidak mudah. Budaya birokrasi yang cenderung boros dalam membelanjakan anggaran untuk kebutuhan rutin sulit diubah," tegas Wahyudi, Kamis (13/02/2025).
Ia menyoroti kebiasaan kementerian dan lembaga yang kerap mengalokasikan anggaran besar untuk alat tulis kantor, fasilitas pendukung, dan rapat-rapat teknis. Namun, Wahyudi optimistis jika efisiensi benar-benar dijalankan, target penghematan hingga Rp316 triliun bisa tercapai. Dana tersebut dapat dialihkan untuk program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Meski berpotensi menguntungkan, kebijakan efisiensi juga harus diwaspadai. Dalam ekonomi, ada konsep Paradoks Berhemat (Paradox Thrift), yang menyatakan bahwa ketika masyarakat secara kolektif menabung lebih banyak, daya beli dan permintaan agregat justru melemah. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi terhambat, produksi menurun, dan kesejahteraan bisa terancam.
Teori ini diperkenalkan oleh ekonom John Maynard Keynes, yang menegaskan bahwa konsumsi dan belanja adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Dalam situasi resesi, Keynesian menekankan pentingnya pengeluaran, keberanian berinvestasi, dan pengurangan tabungan untuk menjaga perputaran ekonomi.
Jika penghematan tidak dikelola dengan bijak, ekonomi bisa terjebak dalam perlambatan. Semua pihak, termasuk pemerintah, perlu menyeimbangkan efisiensi anggaran dengan upaya menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 menjadi sinyal kuat untuk reformasi belanja negara. Namun, tantangan implementasi tetap besar, terutama dalam mengatasi pola belanja birokrasi yang selama ini boros. Diperlukan pengawasan ketat dan strategi matang agar efisiensi ini benar-benar berdampak positif bagi kesejahteraan rakyat. (Mugi Ir)
Pembaca
Posting Komentar