Respon Gus Abbas : Sah -nya Haji Ditentukan Oleh Syarat dan Rukun Haji, Bukan Visa

Ahmad Zainuddin Abbas (kanan) Pengasuh Ponpes Al-Falah Desa Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas - Jawa Tengah. 

Jawapes, BANYUMAS - Pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan Ibadah Haji tanpa visa resmi dianggap tidak sah. Hal itu didasarkan pada keterangan yang dikutip dari beberapa media, bahwa Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah menegaskan pada hari Selasa (30/04) di Hotel Four Seasons Kuningan Jakarta Selatan.

Peraturan secara syariat tidak diperbolehkan seseorang melaksanakan Ibadah Haji kecuali yang menggunakan dan menjalankan secara prosedural.

"Visa yang prosedur, harus digunakan dalam Ibadah Haji. Trevel atau Biro yang mempromosikan Ibadah Haji tanpa visa resmi adalah tidak benar," katanya.

Tawfiq Al-Rabiah mengatakan, Ibadah haji yang dilaksanakan jamaah tanpa mengikuti jalur prosedural dan visa haji resmi dari Kerajaan Arab Saudi (KAS) secara hukum syariat bermasalah. Regulasi baru KAS adalah visa haji harus dimiliki oleh calon jamaah haji.

Merespon hal itu, Ulama muda asal Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, Kyai Ahmad Zainuddin Abbas menilai bahwa fatwa yang dikeluarkan majelis Ulama Senior Arab Saudi yang menyatakan bahwa ibadah haji tanpa visa resmi dianggap tidak sah, tentu menggelikan.

"Keabsahan Ibadah Haji tergantung pada syarat dan rukun haji, sementara Visa Haji bukanlah bagian dari Syarat maupun rukun ibadah haji. Dengan demikian, Visa Haji sama sekali tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya Ibadah Haji," tuturnya kepada wartawan, Minggu malam (5/05/2024).

Menurut Ahmad Zainuddin Abbas, bahwa jika ditelaah lebih dalam lagi, ketika Arab Saudi mengharuskan umat Islam dunia membayar Visa Haji berarti Arab Saudi telah membebani umat Islam dunia. 

"Makkah bukanlah milik Negara/Pemerintah Saudi, melainkan milik seluruh umat muslim dunia. Maka, tidak seharusnya umat muslim diharuskan membayar sejumlah uang kepada Pemerintah Saudi hanya untuk sekedar meminta Izin diperbolehkannya untuk melaksanakan haji di sana," ungkap Gus Abbas sapaan akrab Ahmad Zainuddin Abbas.

Peran Pemerintah Saudi sebagai penguasa Makkah adalah membuat regulasi untuk kemaslahatan Ibadah Haji, seperti menyusun sistem antrean agar Ibadah Haji dapat berjalan dengan kondusif, bukan justru membebani jemaah haji dengan uang. 

"Adanya keharusan membayar Visa Haji yang merupakan bentuk dokumen perizinan melaksanakan haji dapat berdampak hukum dari sisi wajib atau tidaknya berangkat haji bagi umat Muslim secara personal," tandas Gus Abbas.

Lebih lanjut Gus Abbas menyampaikan, tidak semua umat Islam wajib melaksanakan Ibadah Haji, hanya merekalah yang mampu dan diwajibkan untuk berhaji. 

"Yang dimaksud mampu adalah terpenuhinya unsur-unsur syarat wajib haji seperti punya harta, punya kendaraan dan amannya perjalanan," jelasnya. 

Gus Abbas yang juga merupakan salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Tinggarjaya juga membeberkan, yang dimaksud dengan amannya perjalanan adalah aman nyawa dan hartanya dari binatang buas, musuh, dan dari pengintai yang bermaksud mengambil hartanya secara dzolim. Termasuk bagian dari perbuatan dzolim adalah membebankan sejumlah uang kepada Jemaah Haji, seperti halnya melalui regulasi yang ditetapkan Pemerintah yang mewajibkan umat Islam membayar sejumlah uang untuk mendapatkan Izin boleh memasuki wilayah Makkah dalam rangka haji, inilah esensi dari sistem Visa Haji. 

"Disimpulkan bahwa, adanya sistem Visa Haji menyebabkan amannya perjalanan tidak terpenuhi. Karena perjalanan tidak lagi aman maka seseorang muslim tidak terkena khitob wajib haji. Namun demikian, jika seorang Muslim tetap melaksanakan haji dengan membayar visa maka Ibadah Haji -nya tetap sah asal syarat dan rukun Ibadah Haji terpenuhi," paparnya.

Berkenaan dengan visa adalah hal yang membebani umat islam, berikut kami berikan referensi dari Imam Ibnu Hajar dalam Tuhfahnya yang diperjelas (syarah) oleh Syaikh Syarwani:
 
«تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي» (٤/ 21):
«(فَلَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ) أَوْ بَعْضِهِ (أَوْ مَالِهِ) ، وَإِنْ قَلَّ (سَبُعًا أَوْ عَدُوًّا) مُسْلِمًا أَوْ كَافِرًا (‌أَوْ ‌رَصَدِيًّا) وَهُوَ مَنْ يُرْصِدُ النَّاسَ أَيْ يَرْقُبُهُمْ فِي الطَّرِيقِ أَوْ الْقُرَى لِأَخْذِ شَيْءٍ مِنْهُمْ ظُلْمًا (وَلَا طَرِيقَ) لَهُ (سِوَاهُ لَمْ يَجِبْ الْحَجُّ) لِحُصُولِ الضَّرَرِ» 
«قَوْلُ الْمَتْنِ (‌أَوْ ‌رَصَدِيًّا) بِفَتْحِ الصَّادِ الْمُهْمَلَةِ وَسُكُونِهَا نِهَايَةٌ وَمُغْنِي وَمِثْلُ الرَّصَدِيِّ بَلْ أَوْلَى كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ أَمِيرُ الْبَلَدِ إذَا مَنَعَ مِنْ سَفَرِ الْحَجِّ إلَّا بِمَالٍ وَلَوْ بِاسْمِ تَذْكِرَةِ الطَّرِيقِ»

Jika seseorang khawatir atas dirinya, hartanya (walaupun sedikit), dari hewan buas, musuh atau pengintai (yakni intaian orang di perjalanan atau desa dengan maksud hendak mengambil harta secara dholim) dan tidak ada jalan lain kecuali itu, maka dia tidak wajib haji karena adanya bahaya. 

Termasuk bagian dari "pengintai" bahkan lebih buruk lagi adalah apa yang diterapkan oleh Pemerintah, yakni mereka mencegah seseorang melakukan perjalanan haji kecuali jika seseorang itu berkenan membayar sejumlah harta walaupun atas nama tiket perjalanan.

"Keabsahan haji ditentukan oleh tercapainya syarat dan rukun ibadah haji, sedangkan visa haji bukan bagian dari syarat rukun ibadah Haji. Visa Haji adalah bagian dari sistem pembebanan kepada jemaah haji yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi, dimana tidak dilegalkan oleh Syariat yang dengannya hukum wajib haji seseorang bisa menjadi gugur, namun demikian jika seseorang nekad haji meski harus membayar visa tersebut maka hajinya tetap sah," terang Gus Abbas.(Cpt)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama