MAKNA MUTIARA DALAM LUMPUR


Priadi Tirto Gesank

Jawapes Surabaya - Bersyukurlah terlahir sebagai insan Jawa walaupun banyak yang lupa peradaban dan budayanya, sekalipun demikian masih di maklumi karena masih lupa dan belum mengerti peradapan yang di lupakan, seperti : Huruf, Hari, Pasaran, Tanggal, Bulan, Tahun, Windu. Seperti ini tinggalan nenek moyang leluhur insan jawa yang di lupakan oleh generasi jaman now.

Pepatah jawa mengatakan “ Sak bejo-bejone wong kang lali isek bejo wong kang iling lan waspodo “. Karena sesuatu yang masih terlupakan suatu saat akan mencari untuk menemukan yang terlupakan. Sebagai jati diri insan jawa yang sesungguhnya tidak munafik. Dari para leluhur telah di berikan tuntunan sebagai berikut: Temen, Sabar, Tawakkal, Rilo, Nerimo, Budi luhur, dan Budi pekerti.

Sebagai dasar panjatan menata laku teologi ke Rohanian yang di sebut kaweroh, (bisa di sebut tuntunan) menuju ke Ilahian Gusti Allah. (Gusti kang akaryo Jagad, yang Moho Gesang, yang Moho Kuoso). Walau tidak bermerek agama, sebutan kaweroh kejawen sebagai tuntunan ke Rohanian insan Jawa, yang telah di pahami sebagai penghayatan hidup, untuk selalu menjaga Etika, Budi pekerti, Sopan Santun, Sabar, Mengalah, Asih terhadap sesama.

Sebagai insan jawa di dalam dirinya di tanamkan rasa takut selalu ingat Gusti Allah. yang di yakini Gusti Allah itu bersemayam dalam hidup ( Engsun manggon ono sak jerone urip ), Sebagai Insan Jawa yang lupa jiwa ke Jawaannya merasa malu di katakana oleh Budaya Tamu yang mengatakan peradapan dan Budaya Jawa itun Musrik, Sirik dan lain-lain, sehingga dengan mudahnya melupakan peradapan budaya nya sendiri, karena menganggap busana Tamu itu lebih baik dari pakaiannya sendiri, sehingga busana dan pakainnya sendiri di campakkan. Biar bagaimanapun tidak bisa hilang ke Jawaannya karena masih punya Suku harus yang di akui.

Oleh karena itu mari kita gali dan kita kaji apa yang menjadi pitutur dan teladan dari para leluhur yang perlu di mengerti, Supaya tidak kehilangan jati diri sebagai insan jawa yang berbudi luhur. Sangat di sayangkan sebagai generasi yang tinggal menerima dan melestarikan, malah di tinggal di buang di campakan begitu saja. Padahal kalau mau menggali mempelajari secara dalam akan tahumengerti hasil dari Laku, Temen, Sabar, Tawakal, Rilo, Nerimo, Budi luhur. Itu tidak lebih jelek dari yang di sangkakan, walau orang jawa tidak berlabel agama. Perlu di mengerti bahwa orang jawa punya kaweroh sebagai tuntunan ke Rohanian yang sangat tinggi nilainya. Dan sudah menjadi ciri khas insan yang berjiwa Jawa itu senang menghormati tamu dengan sabar menerimanya. Walaupun budayanya di jelek-jelek kan tetap di terima dengan baik.
Karena jiwa insan Jawa tertanam Akhlak dan jiwa yang luhur.

Menjaga kesabaran dan mengalah untuk memaklumi karena dia di anggap belum mengerti, lebih dari itu generasi jaman now harus mengerti tentang tertimbunnya peradapan leluhur yang sampai saat ini tidak mengerti karena tertutup dan di geser oleh peradapan budaya tamu.

Seperti nama-nama Bulan Jawa 1. SURO, 2. SAPAR, 3. MULUT, 4. BA’DA MULUT, 5. JUMADIL AWAL, 6. JUMADIL AKHIR, 8. RUWAH, 9. POSO, 10. SYAWAL, 11. SELO, 12. BESAR. Begitupun tahun Jawanya, 1. ALIP, 2. EHE, 3. JIMAWAL, 4. JE, 5. DAL, 6. BE, 7. WAWU, 8. JIMAHIR. Genap 8 tahun = 1 Windu kembali ke putaran awal ALIP. Sekedar bahan penilaian sekedar tau saat ini.

Tahun 2021 merupakan tahun masehi , tahun 1955 sebagai tahun Jawa, tahun 1443 merupakan tahun Hijriyah. Sampai saat generasi orang Jawa tidak kenal dan tidak tau angka tahun Jawanya, yang paling nampak setiap pergantian tahun yaitu, 1. Tahun Baru Masehi, 2. Tahun Baru Islam/ Hijriyah. Untuk Tahun Baru Jawa tidak pernah di perlihatkan , padahal selisih angka Tahunnya 512 tahun terhadap Tahun Baru Hijriyah, ini merupakan bukti peradapan dan Budaya Jawa sengaja di hilangkan/ di musnakan, agar generasi penerusnya tidak tahu dan tidak mengerti budayanya sendiri.
Dan masih ada lagi tentang nama-nama hari: 1. SUKRO = jum’at, 2. TUMPAK = sabtu, 3. RADITE = minggu, 4. SOMA = senin, 5. ANGGORO = seloso, 6. BUDA = rabu, 7. RESPATI = kamis = 7 hari, dan masih ada yang lainnya. Pasaran sebagai penggenapnnya : ABRIT = paing, PON = putih, WAGE = ireng, KLIWON = kasih, LEGI = manis. = 5 pasaran. Dan tidak kalah penting nulai makna yang sangat tinggi , yaitu huruf carakan atau di sebut HO, NO, CO, RO, KO. Ini sangat luar biasa isi yang terkandung di dalamnya.

Lalu sampai kapankah generasi ini tidak alergi mau menerima, mau mengerti, dan mengenal peradapan budaya sendiri. Sayang dan budaya yang Adi Luhung ini di campakan begitu saja.

SEBAGAI PENUTUP : Jadilah jati diri pribadi Jawa yang benar agar tidak munafik apapun yang menjadi latar belakang agama yang di anutnya , karena tuntunan Budi Pekerti Jawa sangat bisa di terima oleh Pancasila.
Demikian Mohon maaf Yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan kekurangan.
Salam Rahayu....
Penulis oleh : Priadi
(Tirto Gesank)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama