Program Wajib Belajar 12 Tahun Sudah Ketinggalan Zaman


Keterangan foto; Dewan Pendiri Jawapes, Rizal Diansyah Soesanto, ST


Jawapes Surabaya - Dunia pendidikan tetap harus menjadi hal utama bagi bangsa Indonesia walaupun dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. 

Beberapa problem patut dicermati dalam perkembangan pendidikan Tanah Air. Seperti halnya soal wajib belajar 12 tahun yang selama ini diterapkan pemerintah yang dianggap sudah tidak tepat diterapkan.

Menurut relawan pendamping Pendidikan, selaku Dewan Pendiri LSM Jaringan Warga Peduli Sosial (Jawapes) Indonesia, Rizal Diansyah Soesanto, ST menyampaikan seiring perkembangan zaman, wajib belajar 12 tahun berarti hanya mewajibkan masyarakat mengikuti pendidikan hingga tahapan SMA. Padahal di negara lain sudah mendorong hingga ke tahap perguruan tinggi.

"Kemajuan sebuah bangsa dipengaruhi tingkat pendidikan yang didapatkan masyarakatnya. Hal ini sangat penting sebagai upaya peningkatan kualitas dan daya saing bangsa, melalui pendidikan pengembangan pengetahuan, keahlian, serta keterampilan generasi mudanya,” ungkap Rizal diruang kerjanya, Kamis (29/7/2021).

Berdasarkan Data Kemendikbud mencatat per tahunnya, dari sekitar 2 sampai 3 juta lulusan SMA dan SMK, hanya sekitar 38% atau sekitar 4.700 siswa yang bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

"Ini menurut saya artinya dunia pendidikan kita masih tertinggal jauh dari negara lain, khususnya negara di kawasan ASEAN," jelas Rizal.

Menurut Rizal, ketersediaan sumber daya manusia berkualitas ini penting menjadi tumpuan bagi suksesnya pembangunan nasional, untuk itu harus punya banyak lulusan sarjana. 

"Adaptasi dan inovasi menjadi faktor penting untuk menjawab tantangan dunia pendidikan tinggi di masa depan yang masih bersifat imajiner, yang menurut Richard Riley (Menteri Pendidikan Amerika Serikat pada era Bill Clinton), digambarkan dengan menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi bidang kerja yang belum tercipta, dengan menggunakan teknologi yang belum ditemukan, dan merumuskan solusi dari masalah yang belum diketahui," terang Rizal. 

Rizalpun mengungkapkan seberapapun kuatnya peran adopsi teknologi, tidak boleh memarginalkan peran dan kontribusi manusia (human factor). Terutama dalam membentuk karakter sumberdaya manusia yang unggul dan berdaya saing global. Kemajuan teknologi informasi yang berpadu dengan arus globalisasi, akan sangat berpengaruh pada pergeseran nilai dan norma sosial. 

"Bila tidak waspada, nilai-nilai asing yang terbawa arus globalisasi tersebut pada akhirnya akan dapat merongrong jati diri, tradisi, budaya, moralitas serta nilai-nilai kearifan lokal yang seharusnya menjadi warisan bagi generasi muda bangsa," tutup Rizal. (Red)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama