![]() |
Lokasi wisata tani Desa Betet |
Jawapes, NGANJUK - Perkembangan wisata tani Desa Betet Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk cukup dikenal masyarakat di luar wilayah desa sebagai tempat rekreasi bagi anak- anak, orang dewasa bahkan orang tua. Suasana wisata yang menyuguhkan wahana air serta pemandangan alam pertanian banyak mengundang masyarakat dari dalam dan luar daerah untuk menikmatinya.
Pada tahun 2020, WTB (Wisata Tani Betet) mendapat CSR (Corporate Social Responsibility) dari PLN yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp249 juta untuk memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi seluruh warga desa. Bantuan tersebut dimanfaatkan membangun lapak serta prasarana wisata tani.
Seiring berjalannya perkembangan wisata desa tidak diiringi sistem manajemen yang jelas, sehingga tidak menunjukkan adanya kontribusi untuk pemerintah desa. Sejak tahun 2018-2020 pengelolaan keuangannya hanya dikuasai kelompok masyarakat sebagai pengelola tempat serta pamong yang terlibat di dalamnya sehingga tidak ada perkembangan.
Harapan Pemdes Betet, memiliki wisata edukasi pertanian ini bisa menambah keuangan desa dan menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD). Karena apa yang telah dikelola untuk wisata saat ini merupakan aset tanah kas desa maka seharusnya menjadi sumber keuangan desa bukan kelompok tertentu, apalagi oknum perangkat desa.
Menurut keterangan perangkat desa beberapa waktu yang lalu menyebutkan penghasilan wisata tani di hari biasa bisa mendapatkan Rp1,5 juta kecuali hari Sabtu dan Minggu pemasukan bisa mencapai Rp5 - 6 juta. Ironisnya dari penghasilan yang ada, tidak sepeserpun Pemdes Betet mendapatkannya. Disinyialir pemasukan hasil keuangan wisata hanya dinikmati sekelompok orang beserta oknum perangkat yang terlibat dalam pengelolaan.
Hasil konfirmasi wartawan Jawapes dengan Ketua pengelola WTB (Heri) menyatakan tanah yang dimanfaatkan tersebut bengkok perangkat desa seluas 250 ru dengan sistem sewa pertahun seharga Rp10.500.000.
"Memang betul sampai saat ini wisata belum memberikan kontribusi ke desa sebagai PAD, karena digunakan untuk pengembangan," ujarnya.
Heri melanjutkan, andaikan wisata memasukkan dana, saya akan minta anggaran pengembangan wisata 4x lipat, makanya Pemdes tidak berani akhirnya di suruh untuk menggunakan pengembangan asalkan nyata.
Dari hasil konfirmasi wartawan dilapangan dapat di cermati adanya intervensi dari kelompok pengelola kepada Pemdes. Apabila hal ini tidak di musyawarahkan antara BPD, Pemdes serta pengelola maka akan semakin rancu kedepannya. BUMDes yang ada tidak akan bisa berkembang disebabkan tata kelola keuangan yang amburadul. Masyarakat berharap wisata Tani Betet dapat menjadi icon desa serta menjadi sumber pendapatan asli desa yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas.(Kobud)
View
Posting Komentar