Jalaur Perseorangan di PILWALI Kota Surabaya 2020.

Kemampuan Meraih Dukungan
Oleh : Cak San.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020, pasangan bakal calon Wali Kota Surabaya sudah bisa menyetorkan berkas syarat dukungan kepada KPU mulai 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020. Berkas syarat dukungan yang dilampirkan oleh bakal calon perseorangan akan diverifikasi, pada Maret hingga Juni 2020.

Akan ada tiga tahapan verifikasi untuk memastikan dukungan masyarakat terhadap bakal calon yang meliputi tahapan verifikasi jumlah, verifikasi administrasi, serta verifikasi faktual. Verifikasi jumlah berlaku untuk memastikan kesesuaian dukungan dengan jumlah minimal 6,5 persen dari DPT. Verifikasi administrasi untuk menyaring identitas warga yang seharusnya tidak bisa memberikan dukungan, seperti anggota TNI, Polri, dan PNS.

Sedangkan verifikasi faktual digelar dengan mendatangi satu per satu warga yang dilampirkan KTP-nya dalam berkas dukungan. Jika menurut verifikasi, bakal calon memenuhi syarat pencalonan perseorangan, maka akan ditetapkan sebagai pasangan calon bersamaan dengan calon dari jalur partai politik.

Melihat syarat jumlah dukungan yang harus dipenuhi, tentu bukan hal yang mudah bagi calon perseorangan yang ingin maju dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tahun 2020. Syarat dukungan 6,5 persen itu bukanlah syarat yang mudah untuk dipenuhi, apalagi dengan metode sensus yang mensyaratkan keterpenuhan secara keseluruhan dari semua elemen persyaratan yang ada. Selain itu kendala terbesar yang jadi kesulitan calon perorangan adalah memenuhi persyaratan dukungan yang memang memerlukan tenaga dan dukungan struktur sosial yang kuat. Apalagi pemenuhan dukungan ini harus dilakukan dalam jangka waktu yang singkat.

Kebanyakan calon perseorangan tidak punya cukup waktu untuk mengkonsolidasi syarat dukungan sejumlah yang diminta. Jika calon perorangan populer pun juga tidak bisa banyak membantu kalau tidak didukung oleh pendanaan yang kuat dan juga waktu yang memadai untuk mengumpulkan dukungan dari masyarakat. Dari sudut pandang mana pun kondisi ini terkesan tidak adil. Wajar jika kemudian muncul opini bahwa regulasi yang ada terlalu berorientasi untuk memudahkan parpol di satu sisi dan menghambat calon perseorangan di sisi yang lain.

Sebagai imbasnya, terjadi penurunan jumlah calon perseorangan di setiap penyelenggaraan pilkada. Setidaknya ada tiga alasan secara statistik terjadi penurunan jumlah calon perseorangan. Pertama, persyaratan yang sulit sesuai dengan aturan UU Pilkada, sehingga minimnya pasangan perseorangan merupakan akibat adanya syarat yang mahal dari sisi dukungan. Kedua, persentase kemenangan jalur perseorangan sangat kecil. Kepastian kemenangan melalui jalur perseorangan tergolong sangat kecil sehingga akan lebih aman jika menggunakan partai politik sebagai kendaraan. Ketiga, ketika calon perseorangan ini menang maka sebagai kepala daerah akan minim dukungan dari parlemen (DPRD), sehingga dikhawatirkan semua program yang diusung pada saat kampanye menjadi sulit diwujudkan dalam bentuk kebijakan.

Sebagai penutup, ini bukan soal optimis atau pesimis terhadap potensi munculnya calon perseorangan dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tahun 2020, namun lebih pada kemampuan dalam meraih syarat dukungan yang nyata dari masyarakat Surabaya yang terkenal heterogen dalam proses pencalonan. Menjadi satu hal yang wajar apabila masyarakat Kota Pahlawan mempunyai ekspektasi yang tinggi untuk mencari sosok pengganti Tri Rismaharini kelak.
Semoga bermanfaat.

Salam Rahayu.
 (Cak San).

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama