Jawapes Nganjuk - Uang sewa tanah bengkok hasil reklamasi jalan tol di wilayah Desa Kedungrejo Kecamatan Tanjung Anom Kabupaten Nganjuk di duga masuk saku pribadi Kamituwo. Dugaan ini terjadi pada saat proses reklamasi tanah bengkok, perangkat desa yang di sewa oleh pengembang jalan tol selama dua tahun terindikasi tidak masuk APBDes dan tidak sesuai nilai kontrak yang telah di sepakati kedua belah pihak. Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang tidak sama dan dinilai tidak sesuai prosedur.
Informasi yang diterima wartawan Jawapes dari Kamituwo pada Minggu (30/11/2019) di kediamannya, mengklaim kalau dana reklamasi tersebut sudah di tanyakan ke bagian hukum Kabupaten Nganjuk dan sudah sepantasnya menjadi hak dia sebagai perangkat karena bengkok tersebut merupakan bagian/miliknya dalam pengelolaan. "Memang saya terima uang dana reklamasi dari pengembang jalan tol pada tahun 2017 sebesar Rp 231 juta, tetapi yang Rp 69 juta untuk desa sudah saya serahkan kepada Kepala Desa pada saat itu". Sisanya merupakan hak saya sebagai perangkat yang mengelola bengkok tersebut. Uang Rp 69 juta entah dimasukkan ke PAD atau tidak, saya tidak mengetahui, silahkan tanya ke Pak Kades, tambahnya.
Kamituwo juga memberikan penjelasan, "Kalau bengkok bagian saya di sewakan seperti biasa dalam satu tahun bisa terjual sekitar Rp 5 juta per seratus are (ru). Yang terkena dampak reklamasi jalan tol ini ada sekitar 6 orang, saya sekitar 125 are, Kepala Desa sebagian, dan yang lain warga petani Kedungrejo". Masing-masing tidak terima jumlah yang sama tapi dilihat lokasi dan luas tanah sawah yang terkena reklamasi serta dalam perjanjian, setelah selesai pembangunan jalan tol pihak pengembang sendiri yang mengembalikan fungsi awal tanah sawah tersebut, tegasnya.
Lain halnya pendapat dari beberapa Perangkat Desa diluar Desa Kedungrejo saat ditanya wartawan terkait sewa menyewa dan lelang bengkok Perangkat. "Untuk soal bengkok perangkat atau Kepala Desa dalam prosesnya memang kami mempunyai wewenang penuh, tetapi juga ada petunjuk, cara dan aturan yang telah di tetapkan," jawabnya.
Misalkan tanah bengkok tidak boleh di sewa lebih dari satu tahun. Apabila lebih dari satu tahun harus ada rekomendasi dari Kecamatan. Bila dalam proses lelang bengkok baik perangkat yang ada atau kosong hasil dari lelang semua masuk ke PAD dalam APBDes. Bedanya dalam lelang apabila bengkok tersebut milik perangkat yang aktif biasanya secara tertutup begitu sebaliknya," jelasnya.
Nilai uang dari hasil lelang atau sewa semua masuk dalam APBDes dan dilakukan laporan pertanggung jawaban sesuai administrasi. Apabila bengkok milik perangkat yang aktiv biasanya hanya simbolis saja karena bengkok tersebut merupakan tunjangan bagi perangkat itu sendiri. Sejak adanya Dana Desa administrasi berapapun nilainya harus terbuka dan jelas, jawabnya.
Apalagi yang bersangkutan dengan penyewa tanah bengkok sebuah perusahaan entah milik negara ataupun swasta biasanya dokumentasi dan perjanjian jelas karena sama-sama dituntut adanya laporan pertanggung jawaban. Berapapun temuan dari Dinas terkait, akan menjadi sebuah pelanggaran, teguran, bahkan bisa membawa kita keranah penjara, tegasnya.(tim)
View
Informasi yang diterima wartawan Jawapes dari Kamituwo pada Minggu (30/11/2019) di kediamannya, mengklaim kalau dana reklamasi tersebut sudah di tanyakan ke bagian hukum Kabupaten Nganjuk dan sudah sepantasnya menjadi hak dia sebagai perangkat karena bengkok tersebut merupakan bagian/miliknya dalam pengelolaan. "Memang saya terima uang dana reklamasi dari pengembang jalan tol pada tahun 2017 sebesar Rp 231 juta, tetapi yang Rp 69 juta untuk desa sudah saya serahkan kepada Kepala Desa pada saat itu". Sisanya merupakan hak saya sebagai perangkat yang mengelola bengkok tersebut. Uang Rp 69 juta entah dimasukkan ke PAD atau tidak, saya tidak mengetahui, silahkan tanya ke Pak Kades, tambahnya.
Kamituwo juga memberikan penjelasan, "Kalau bengkok bagian saya di sewakan seperti biasa dalam satu tahun bisa terjual sekitar Rp 5 juta per seratus are (ru). Yang terkena dampak reklamasi jalan tol ini ada sekitar 6 orang, saya sekitar 125 are, Kepala Desa sebagian, dan yang lain warga petani Kedungrejo". Masing-masing tidak terima jumlah yang sama tapi dilihat lokasi dan luas tanah sawah yang terkena reklamasi serta dalam perjanjian, setelah selesai pembangunan jalan tol pihak pengembang sendiri yang mengembalikan fungsi awal tanah sawah tersebut, tegasnya.
Lain halnya pendapat dari beberapa Perangkat Desa diluar Desa Kedungrejo saat ditanya wartawan terkait sewa menyewa dan lelang bengkok Perangkat. "Untuk soal bengkok perangkat atau Kepala Desa dalam prosesnya memang kami mempunyai wewenang penuh, tetapi juga ada petunjuk, cara dan aturan yang telah di tetapkan," jawabnya.
Misalkan tanah bengkok tidak boleh di sewa lebih dari satu tahun. Apabila lebih dari satu tahun harus ada rekomendasi dari Kecamatan. Bila dalam proses lelang bengkok baik perangkat yang ada atau kosong hasil dari lelang semua masuk ke PAD dalam APBDes. Bedanya dalam lelang apabila bengkok tersebut milik perangkat yang aktif biasanya secara tertutup begitu sebaliknya," jelasnya.
Nilai uang dari hasil lelang atau sewa semua masuk dalam APBDes dan dilakukan laporan pertanggung jawaban sesuai administrasi. Apabila bengkok milik perangkat yang aktiv biasanya hanya simbolis saja karena bengkok tersebut merupakan tunjangan bagi perangkat itu sendiri. Sejak adanya Dana Desa administrasi berapapun nilainya harus terbuka dan jelas, jawabnya.
Apalagi yang bersangkutan dengan penyewa tanah bengkok sebuah perusahaan entah milik negara ataupun swasta biasanya dokumentasi dan perjanjian jelas karena sama-sama dituntut adanya laporan pertanggung jawaban. Berapapun temuan dari Dinas terkait, akan menjadi sebuah pelanggaran, teguran, bahkan bisa membawa kita keranah penjara, tegasnya.(tim)
View
Posting Komentar