GEGER PASAR BANYU URIP

75 PKL yang hadir

Masalah PKL selalu menjadi hal yang menarik untuk diteliti. PKL selalu menjadi polemik di berbagai kalangan, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pemerintah. Keberadaannya sering berhubungan dengan masalah penertiban  dan penggusuran seolah telah menjadi satu mata rantai tak terpisahkan. Upaya penertiban  yang dilakukan oleh  aparat pemerintah sering  berakhir dengan bentrokan dan mendapat perlawanan fisik dari para pedagang. Sehingga ketertiban yang diharapkan sulit sekali untuk diwujudkan.

Seperti halnya yang terjadi di pasar Banyu Urip. Penertipan yg akan di lakukan oleh pihak kecamatan Sawahan, dengan sudah di turunkannya surat pemberihuan pertama dan kedua membuat para pedagang resah, hingga muncul polemik di kalangan para pedagang pasar Banyu Urip.

Aksi premanisme oleh beberapa oknom dengan mengitidasi, menakut nakuti para pedagang meminta indentitas serta dana Rp,15.000,. yang peruntukannya tidak jelas, sampai sekarang belum ada kepastihan kejelasannya. Hal inilah membuat para pedagang Bergejolak, hingga melakukan aksi bersama sama melaporkan ke Polsekta Sawahan hampir 75 orang yang hadir.

Melalui tokoh pemuda yang di kenal para pedagang Bpk. Misli mengatakan " kami bersama para pedagang akan terus melakukan upaya  Hukum. kemarin kami mewakili para pedagang sudah   melaporkan ke Polsek Sawahan, sampai sekarang belum ada tanggapan, kami terus melakukan upaya hukum ke Polrestabes Surabaya " katanya, " Siapa sih yang tidak mau untuk di tertipkan, asal tidak merugikan pedagang dalam penertipan dan  penataan kami semua setuju " imbuh Misli yang di dampingi oleh Abah Nuri, Abah Nisar, tokoh masyarakat Bpk. Bowo dan Hendro.

Relokasi  yang akan di rencanakan berada di area seputar lapangan, menurut informasi masyarakat ada unsur Politik. Sementara dari aparat pemerintah beralasan perelokasian ini murni dilakukan karena keberadaan PKL di sekitar  lapangan  dan sepanjang jalan Banyu Urip kidul IV, dianggap tidak sesuai dengan tata ruang kota dan menggangu kelancaran Transportasi. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka upaya penertiban dan pembinaan pedagang pasar Banyu Urip perlu untuk dikaji dan diteliti lebih dalam.

Menurut Pimpinan FORSAS (Form Seduluran Arek Suroboyo). Slamet Santoso yang akrab di pangggil Cak San, mengatakan,   ”Ketertiban adalah sesuatu yang dinamis. Ketertiban dan kekacauan sama-sama ada dalam asas proses sosial yang bersambungan. Keduanya  tidak berseberangan, tetapi sama-sama ada dalam  satu asas kehidupan sosial.

Ketentuan perlindungan hukum bagi para PKL terdapat pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai  hak untuk bekerja dalam bidang apapun selama tidak bertentangan dengan Undang-undang agar dapat mencukupi kebutuhan hidup bagi keluarganya sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak dan pantas.  Hal tersebut dapat  terwujud bila pemerintah mampu mengatasi masalah pedagang kaki lima dengan bijak dan santun". Ungkap cak San.

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu sektor informal yang dominan di daerah perkotaan, sebagai wujud kegiatan ekonomi skala kecil yang menghasilkan dan atau mendistribusikan barang dan jasa.
Sebagai pemangku jabatan yang baru di kelurahan Banyu Urip. Bapak RACHMAT HERMUKO, S.SE.  mengatakan, " sebelum SP3 di turunkan dalam penertipan oleh kecamatan, saya akan terus melakukan pendekatan secara persuasif terhadap  pengurus RT/RW dan para pedagang untuk bermusyawarah mencari solusi terbaik. Kami dari kelurahan tidak ikut campur masalah pengolahan pasar, semoga para pedagang dan pengurus wilayah setempat memahami akan masalah ini, monggo di rembuk yang baik". Tutur pak lurah.
(Time CS)
Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama