Jawapes Pasuruan – Kota yang dikenal sebagai “Kota Santri” kembali tercoreng oleh ulah segelintir oknum yang diduga bebas menjual minuman keras (miras) tanpa izin, bahkan kepada anak-anak. Sebuah toko klontong di Dusun Sejo, tepatnya di jalur strategis Jalan Raya Bypass Gempol, menjadi sorotan setelah hasil penelusuran lapangan mengungkap adanya tumpukan kardus miras di bagian dalam toko yang tampak seperti warung sembako biasa dari luar.
Yang lebih miris, peredaran miras ini diduga sudah berlangsung cukup lama. Tak terlihat adanya tindakan dari aparat penegak hukum (APH) setempat, seolah semuanya berjalan normal tanpa masalah.
Seorang warga sekitar, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan kekecewaannya. “Kalau memang ada perda miras, kenapa dibiarkan? Apalagi dijual ke anak-anak. Ini bisa merusak masa depan generasi muda,” katanya.
Pernyataan ini tentu bukan tanpa dasar. Pemerintah Kabupaten Pasuruan sejatinya sudah memiliki landasan hukum yang jelas: Perda Kabupaten Pasuruan Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Dalam aturan tersebut, larangan terhadap peredaran miras tanpa izin dan penjualan kepada anak di bawah umur dinyatakan secara tegas.
“Setiap orang atau badan dilarang memproduksi, mengedarkan dan/atau memperdagangkan minuman beralkohol tanpa izin dari pejabat yang berwenang.”
“Setiap pelaku usaha dilarang menjual minuman beralkohol kepada anak di bawah umur dan/atau dalam radius tertentu dari tempat ibadah, pendidikan, dan fasilitas umum.”
Namun dalam praktiknya, hukum seperti tinggal tulisan di atas kertas. Ketika dikonfirmasi, para pejabat saling lempar tanggung jawab. Tak satu pun terlihat benar-benar ingin menyelesaikan persoalan.
Situasi ini mengundang pertanyaan besar: apakah aparat benar-benar tidak tahu, atau sengaja memilih untuk menutup mata? Jika aparat bertindak hanya ketika sorotan publik mengarah pada mereka, lalu bagaimana dengan pengawasan sehari-hari.
Dalam kondisi seperti ini, peran aktif warga menjadi kunci. Masyarakat tak bisa terus-menerus menunggu tindakan dari aparat yang enggan bergerak. Jika menemukan praktik penjualan miras ilegal, apalagi kepada anak-anak, masyarakat dihimbau untuk berani melapor ke pihak berwenang atau bahkan ke media.
Jangan biarkan “warung sembako” jadi kedok bagi perusak masa depan anak-anak kita. Dan jangan biarkan hukum hanya jadi pajangan dalam buku peraturan.
Pasuruan tak boleh kehilangan jati dirinya sebagai Kota Santri hanya karena pembiaran terhadap pelanggaran aturan. Perda harus ditegakkan, bukan sekadar dikutip saat konferensi pers.
Sudah saatnya aparat bangun dari tidur panjangnya. Jangan sampai warga menganggap hukum bisa dibeli dan aparat bisa diajak kompromi. (Rd82)
Pembaca
Posting Komentar