Desa Pasca UU Desa 2014, Antara Penguatan dan Ancaman Kemunduran

Ilustrasi pembangunan desa


Jawapes, BANYUMAS - 
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan memberikan kemandirian bagi desa dalam mengelola sumber daya, merancang pembangunan dan mensejahterakan warganya. Namun, realitas di lapangan menunjukkan desa justru semakin terbelit birokrasi yang menghambat otonomi mereka.  


UU Desa menegaskan prinsip rekognisi dan subsidiaritas, di mana desa memiliki kewenangan penuh untuk mengelola urusannya sendiri. Namun, Pemerintah Pusat dan daerah masih terlalu dominan membebani desa dengan regulasi yang menyulitkan. Aparatur desa kini lebih disibukkan dengan administrasi dan laporan dibanding fokus pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.  


Berbagai Kementerian dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menumpuk kewajiban administratif bagi desa, membuat Kepala Desa terjebak dalam laporan yang berlebihan. 


Mugi Irawan, perwakilan LSM Jaringan Warga Peduli Sosial (Jawapes) Divisi Pendamping Desa Tertinggal menilai, kondisi ini bertentangan dengan semangat UU Desa.  


"Saat ini, desa lebih sibuk memenuhi laporan ketimbang membangun. Pemerintah Pusat masih menganggap desa sebagai bawahan, bukan entitas mandiri yang bisa menentukan arah pembangunannya sendiri. Jika dibiarkan, desa hanya akan menjadi pelaksana kebijakan pusat tanpa daya tawar," ungkapnya, Rabu (05/03/2025).


Ia juga mengkritisi pengawasan yang justru membatasi ruang gerak desa.  


"Pengawasan itu penting, tapi yang terjadi sekarang adalah kontrol berlebihan. Desa dipaksa tunduk pada aturan yang sering tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Dana Desa misalnya, dikelola dengan sistem birokratis yang membuat Kepala Desa lebih sibuk mengurus administrasi dibanding mengeksekusi program yang bermanfaat langsung bagi warga," tegasnya.  


Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, desa terancam kehilangan otonomi yang dijanjikan UU Desa dan kembali menjadi subordinat Pemerintah Pusat.  


"Kalau benar-benar ingin membangun desa, beri mereka kepercayaan, bukan justru membanjiri dengan aturan yang menghambat. Tanpa perubahan kebijakan, otonomi desa hanya akan menjadi jargon kosong," pungkas Mugi Irawan.(Tim)

Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama