Hal ini disampaikan Ketua DPD Pandu Tani Indonesia (Patani) Wilayah Jawa Timur, Eko Tjahjono Prijanto yang menegaskan bahwa hasil panen dalam negeri sudah mencukupi.
"Berdasarkan Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan produksi beras pada musim panen tahun 2024 mencapai target nasional, bahkan mengalami surplus. Begitu pula dengan produksi gula, yang menunjukkan peningkatan signifikan setelah berbagai upaya peningkatan produktivitas lahan tebu," tegas Eko, Selasa (28/1/2025).
Namun, kebijakan impor beras dan gula yang terus dilakukan pemerintah dinilai merugikan petani lokal.
"Masuknya produk impor dengan harga lebih murah membuat harga jual hasil panen petani anjlok. Petani kita jadi sulit bersaing. Biaya produksi mereka tinggi, sementara produk impor masuk dengan harga murah. Akibatnya, banyak petani mengalami kerugian dan bahkan berhenti bertani, ini bahaya bagi pertahanan pangan," ungkap Eko.
Ia juga menambahkan bahwa jika kebijakan impor terus dilakukan tanpa pertimbangkan kondisi produksi dalam negeri, hal ini akan mengancam keberlangsungan sektor pertanian.
Sementara itu Dewan Pendiri LSM Jaringan Warga Peduli Sosial (Jawapes) Indonesia, Rizal Diansyah Soesanto, ST, CPLA mendesak pemerintah untuk lebih memprioritaskan hasil produksi dalam negeri.
"Seharusnya ada pengendalian impor dan kebijakan yang mendukung kesejahteraan petani, seperti subsidi pupuk, akses pasar, dan perlindungan harga hasil panen," pinta Rizal.
Rizal menegaskan pemerintah harus mengevaluasi kebijakan impor beras dan gula untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan kesejahteraan petani.
"Jika produksi dalam negeri mencukupi saatnya sudah tidak melakukan impor," tegas Rizal.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi memperkuat kemandirian pangan nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani lokal sebagai salah satu pelaksanaan Asta Cita. (Red)
Pembaca
Posting Komentar