![]() |
Foto bersama : Tim Projek, peserta dan Pembina SMPN 7 Purwokerto |
Jawapes, BANYUMAS - Baru kali pertama SMP Negeri 7 Purwokerto menggelar hasil karya siswa secara komunitas dilingkungan sekolah dengan berbagai pertunjukan seni budaya yang ditampilkan, salah satu diantaranya penyajian Wayang Kulit dibawah bimbingan Ki Gempar Nardan Wisnu Aji S.pd (Penasehat PEPADI Kabupaten Banyumas) dengan lakon Kayu Gung Susushing Angin oleh Dalang Cilik yakni Wijasena Lanang Amartha yang merupakan siswa kelas 8A SMP Negeri Purwokerto, Senin (21/11/2022) di indor sekolah setempat yang beralamat di Jl. Hos. Notosuwiryo No.1 Kelurahan Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas.
Dalam kegiatan projek kearifan lokal ini, untuk peserta terdiri dari kelas 7, 8 dan 9, dimana untuk masing-masing kelas dibagi menurut kelompok. Sedangkan untuk satu kelas bisa mencapai 5 hingga 6 kelompok.
Koordinator Projek Kearifan Lokal SMP Negeri 7 Purwokerto Emi Farida S.Pd., M.Pd mengatakan, bahwa tujuan kegiatan projek di sekolah sebagai implementasi penerapan Kurikulum Merdeka. Paradigma baru pada Kurikulum ini memastikan praktik pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pencapaian kompetensi dan karakter yang diharapkan, salah satunya melalui projek penguatan profil pengajar Pancasila.
"SMP Negeri 7 Purwokerto mengadakan tiga kali kegiatan projek tahun ini dan diawali dengan projek Kearifan Lokal dengan menggali budaya Banyumas yaitu penggunaan Bahasa Jawa Banyumasan dalam kontek Guyon Maton. "Aku Seneng Guyon Maton" menjadi tema dalam kegiatan projek," katanya saat dimintai keterangan oleh awak media.
Emi Farida juga menjelaskan kenapa melibatkan wayang kulit (Dalang Cilik), bahwa ketika dalam sebuah kegiatan sekolah, kita berusaha untuk melibatkan semua sumber daya yang ada di sekolah. Sumber daya itu ada pada manusia dan memiliki banyak sekali potensi, diantaranya ada siswa SMP Negeri 7 Purwokerto yang memang dia bisa mendalang (Dalang Wayang Kulit) kemudian kita manfaatkan potensi ini untuk menyumbang diacara gelar karya dengan harapan, selain budaya Guyon Maton, anak-anak juga bisa mengenal wayang.
"Saya berharap sekali, tujuan kami untuk memfasilitasi anak berkembang/mengembangkan potensi mereka dalam hal karakter profil belajar Pancasila terpenuhi. Kemudian anak mendapatkan kesempatan juga untuk aktualisasi diri karena sesuai dengan usia mereka untuk mencari jati diri, mengaktualisasi diri agar bisa terakomodasi lewat kegiatan ini," pintanya.
Tujuan utama dalam projek kearifan lokal ini adalah penguatan profil pelajar Pancasila atau penguatan karakter-karakter untuk dilatih dan digali. Jadi Guyon Maton atau kegiatannya itu merupakan sarana buat anak mengembangkan karakter keimanan, karakter kebhinnekaan global, dimana anak mengenal budayanya sendiri kemudian mengkaitkan dengan budaya yang lain. Selain itu, anak juga dilatih untuk memiliki sikap gotong royong, saling bekerjasama, memutuskan suatu tujuan bersama-sama dan melaksanakan tujuan tersebut (karakter Gotong royong)," imbuhnya.
Lanjut Emi Farida, untuk karakter Bernalar Kritis dengan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan itu, mereka bisa menilai atau menghubungkan antara apa yang mereka dengar dengan apa yang mereka tau untuk dinalar kritisnya. Selanjutnya untuk karakter Kreatif melalui Guyon Maton adalah anak berkreasi melakukan hal-hal yang tidak biasa dan mungkin akan unik serta bermanfaat untuk orang lain.
Kegiatan dalam tim projek ini melibatkan guru-guru dengan terbagi menjadi 3 tim dari 3 projek, sedangkan tim kearifan lokal kita ambil dari Mapel Bahasa yang kemudian merancang, merumuskan, mendiskusikan dari perencanaan sampai kegiatan pengenalan, kontekstualisasi hingga pertemuan terakhir kita semua membuat rancangan acaranya. Dan ini adalah yang terakhir dari rangkaian kegiatan kearifan lokal Guyun Waton.
Sementara projek itu kita bagi menjadi 3 tahap, antara lain Tahap Pengenalan, Tahap Kontekstualisasi dan Tahap Aksi Nyata. Pada Tahap Pengenalan, anak dikenalkan dengan Guyon Maton baik teori maupun contohnya. Setelah pengenalan selanjutnya kegiatan Tahap Kontekstualisasi, dimana anak mulai membangun, membuat, mempraktekan dialog-dialog Banyumasan dengan tema yang berbeda di setiap harinya.
Dari pembentukan kelompok sampai dengan menghasilkan karya, kita tuntun dengan konsep-konsep tradisional sampai pada Tahap Aksi Nyata, mereka memilih teks-teks Guyon Maton dengan membuat tampilan dalam bentuk video ataupun dalam bentuk pentas.
Adapun hasil video terbaik yang diserahkan dari tiap-tiap kelas (wali kelas) ke tim projek akan di teliti dan di seleksi untuk ditampilkan dipentas seni. Pada seleksi yang dilakukan, terpilih 9 yang ditampilkan yaitu penampilan dari kelas 7 ada 3 kelas, dari kelas 8 ada 2 kelas dan dari penampilan kelas 9 ada 4 kelas.
Setelah kegiatan projek kearifan lokal ini, ada juga projek berikutnya, yaitu "Gaya Hidup Berkelanjutan". Hal itu terkait Mapel IPA dengan proses tanam menanam tanaman lokal, jadi setiap tahun untuk kurikulum merdeka ini akan ada projek-proje, tutup Emi Farida.(Cpt)
Pembaca
Posting Komentar