Nilai Bagus Tidak Menjadi Jaminan Naik Kelas Di SMKN 1 Purwokerto

SMKN 1 PURWOKERTO Jl. Soeparno No. 29 Purwokerto 53111 Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas.

Jawapes Banyumas - Kenaikan kelas tentu sebagai harapan bagi setiap siswa siswi dalam menempuh hasil pendidikan di sekolah, akan tetapi tidak diraih rasa bahagia oleh salah satu siswi SMKN 1 Purwokerto berinisial HS (perempuan) dengan nilai hasil rapor yang baik, namun hanya karena 1 Poin dari 11 Poin aturan Sekolah, HS harus Tinggal Kelas.

1 dari 11 Poin Kriteria kenaikan kelas peserta didik yang ditentukan melalui Rapat Pleno Dewan Pendidik pada akhir tahun pelajaran di SMKN 1 Purwokerto yang menjadikan (HS) tetap tinggal di kelas yakni Poin 8 atau (h) yang berbunyi ; "Melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama 6(enam) Bulan dengan mendapatkan kriteria minimal kompeten (peserta didik kelas XI)". Sedangkan (HS) sebetulnya mengikuti PKL namun terlambat memberikan hasil tugasnya yang pada akhirnya tidak bisa mengikuti seminar. Hal ini bisa berdampak pada efek psikologis mental anak, cenderung berakibat hingga drop out.

Saat dimintai keterangan oleh awak Media, Kamis (21/7/2022) (HS) terlihat murung dan merasa kecewa terhadap keputusan pihak sekolah yang dianggapnya tidak bijak ketika melihat raportnya terbaca tulisan "Tetap Dikelas".

"Saya merasa ini ga adil, laporan PKL saya ngerjakan kok. Nilai mapel dan prilaku juga mas lihat sendiri, gara-gara telat ngasih laporan kok saya ga naik kelas. Aneh kan...sumpah aku kecewa banget," ungkapnya.

Jadi saya sudah membuat laporan (Hasil PKL) yang sudah ditandatangani Wali Kelas, tapi saya baru tau kalau harus ditandatangani ke Pembimbing sedangkan untuk mengikuti seminar itu laporan harus ada dan ditandatangani oleh Pembimbing.

"H min 1 Seminar itu, saya baru tau bahwa hasil laporan (PKL) semestinya berada dan ditandatangani Pembimbing. Jadi saat ini laporan masih di saya," kata (HS) terbata-bata.

Alasan tidak rasional mengapa (HS) dengan nilai bagus namun harus Tetap Dikelas/Tidak Naik Kelas, Kepala Sekolah SMKN 1 Purwokerto Drs. Dani Priya Widada mengatakan, yang jelas tidak memenuhi kriteria untuk PKL (Praktik Kerja Lapangan) tidak Kompeten.

"Semua harus terpenuhi, memang dalam sidang kenaikan kelas kita juga mempertimbangkan hal-hal yang lainnya," ucapnya pada Kamis (23/6) yang lalu diruang diskusi yang dihadiri oleh Waka Kesiswaan, Kurikulum, Wali kelas, Pihak HS dan Guru BK.

SMKN 1 Purwokerto tampak dari dalam.

Sementara, Drs Agus Nuryanto selaku Waka Kesiswaan menyampaikan, jadi unsur kegiatan itu ada unsur laporan dan unsur seminar. Nilainya dari tiga itu maka akan muncul nilai kompeten atau tidak kompeten. 

"HS hanya memenuhi satu unsur, laporan kan pada hari ini tidak diserahkan dan tidak mengikuti seminar. Seseorang PKL dinyatakan LULUS apabila kompeten atau tidak itu dari 3 unsur. HS memenuhi syarat yaitu praktek, bisa bikin dan bisa jual hasil karyanya (dimasa Pandemi Covid-19).

Disebutkan Haryono S.Pd selaku Waka Kurikulum saat membacakan aturan kenaikan Kelas peserta didik yang ditentukan melalui Rapat Pleno Dewan Pendidik pada akhir tahun pelajaran ada 11 Poin (a - k) kriteria siswa dapat melanjutkan. 

"Pada Poin yang ke 8 (h) Melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama 6 (enam) Bulan dengan mendapatkan kriteria minimal kompeten (peserta didik kelas XI). Hanya pada Poin 8 (h) yang menurut pihak sekolah bahwa (HS) tidak kompeten hingga mengakibatkan Tetap Dikelas," jelasnya.

Ditambahkan juga pada Kamis (21/7/2022) Haryono menyampaikan, sebenarnya tidak hanya kaitan dengan nilai saja. Memang kita memantau dari prilaku, kepribadian seperti kehidupan disekolah dan kehidupan diluar sana juga ikut bagian dari penilaian kami.

"Kita punya Wali Kelas yang selalu berhubungan dengan anak didik tersebut (HS), Wali Kelas menyimpan nomer Hp (HS) dan sebaliknya. Jadi setiap status yang diunggah anak itu (HS anak didiknya) kan Wali Kelas bisa melihat, nah dari status-status itu menunjukan prilaku yang kurang baik. Prilaku tersebut disesuaikan dengan kenaikan kelas, otomatis ditata tertib sekolah kan ada," tuturnya.

Tentang nilai prilaku, kita memberikan Nilai B untuk Kriteria Sikap. Cuma sebenarnya itu B tipis, bukan B gemuk dalam arti kategori masih kurang. Saya kira ketika anak itu Sekolah disini, ya tentu Sekolah punya kewenangan untuk memantau prilaku diluar.

"Nilai yang sudah ditanam disekolah tidak hanya di Implementasikan (penerapan) disekolah namun juga di Implementasikan diluar sana. Kami itu tidak hanya ngurusi (HS) saja, saya tidak ada waktu untuk yang seperti ini. Penentuan tidak naik kelas yaitu pada PKL," kata Haryono S.Pd dengan nada keras saat dikonfirmasi awak media.

Dari hasil konfirmasi Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Provinsi Jateng, Dwi Sucipto Kasi SMA dan mewakili Maryanto Kasi SMK (karena Diklat) menjelaskan, bahwa memang betul siswi atas nama HS tidak naik kelas karena ada unsur persyaratan yang tidak terpenuhi. Keputusan itu sudah melalui rapat tim, karena keputusan kenaikan maupun kelulusan menjadi kewenangan sekolah. 

"Kami berperan dalam hal pengawasan, terkait keputusan sekolah tentang HS masih sesuai dengan regulasi yang ada. Tapi masalah itu tadi lagi masih diangkat dalam rapat tim," terangnya.(Cpt)

Red : Part 1
Bersambung ...

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama