GBHN SATU PAKET DENGAN SISTEM MPR



Oleh Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Jawapes Surabaya - Dirubahnya Pasal 1 Ayat 2 Sama Dengan Meruntuhkan Bangunan NKRI.Aliran pemikiran sebagaimana tersebut di dalam UUD mewujud dalam bentuk Lembaga Tertinggi Negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Negara Republik Indonesia.

Di dalam Sidang II BPUPKI, Panitia Kecil Perancang UUD, setelah mengkaji belasan konstitusi dari negara-negara merdeka dan berpengaruh di dunia, sepertir Konstitusi-konstitusi USA, Inggris, Weimar (Nama sebelum menjadi Jerman), Jermania, Perancis, Belanda, Cekoslovakia, Jepang, Philipina, Uni Sovyet, Burma, dan lain-lain, BPUPKI kemudian lebih memilih sistem sendiri dalam ketata-negaraannya. Yang dikenal oleh dunia pada saat itu adalah sistem presidensial (USA) dan sistem parlementer (Inggris).

Sistem presidensial ala USA, ditolak. Sistem parlementer ala Inggris juga ditolak. Panitia Kecil Perancang UUD kemudian menciptakan apa yang kemudian disebut dengan Sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR ini dirancang sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia.

Sistem MPR ini diyakini merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat itu sendiri, bukan kedaulatan individu. Kedaulatan rakyat di dalam keanekaragaman rakyat Indonesia yang berbhinneka, baik dalam suku, agama, dan ras, serta bahasa.

Di dalam MPR ini lah seluruh rakyat Indonesia melalui wakil-wakilnya berkumpul atau dikumpulkan (collecting) untuk melakukan permusyawaratan guna merumuskan haluan negara (GBHN), memilih dan meminta pertanggungjawaban presiden/wakil presiden,serta membuat dan merubah Undang-undang Dasar.

Kedaulatan rakyat (bukan kedaulatan individu) adalah kedaulatan rakyat dalam pengertian jamak, bukan individu. Sesuai dengan sifat sosial dari masyarakat yang hidup dalam kelompok-kelompok, maka dengan keterwakilan dari kelompok-kelompok, golongan-golongan itulah rakyat terwakili kedaulatannya di dalam lembaga MPR.

Karena itulah MPR di dalam ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebagai lembaga tertinggi negara.
Sebagai lembaga tertinggi negara, MPR tidak bersidang setiap saat atau setiap tahun, tetapi sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Ini harus dipahami mengingat MPR sebenarnya bukanlah lembaga politik, seperti Presiden (eksekutif), DPR (legislatif), dan Mahkamah Agung (yudikatif), melainkan lembaga yang menjadi sumber dari kekuasaan dan kedaulatan bagi lembaga-lembaga di bawah MPR (representasi kedaulatan rakyat).

Lembaga-lembaga di bawah MPR adalah lembaga-lembaga tinggi negara yang bekerja setiap hari dan setiap saat sesuai dengan haluan negara yang telah ditentukan dan diamanahkan kepada lembaga-lembaga negara tersebut.

Sebagai lembaga yang menjadi perwujudan seluruh rakyat Indonesia, MPR disusun dengan keanggotaan terdiri dari Anggota DPR, Utusan-utusan Daerah, dan Utusan-utusan Golongan. Oleh karena itu, Anggota MPR akan menjadi sangat besar, sehingga MPR tidak perlu bersidang setiap saat. MPR bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.

Oleh karena itu, menjadi menarik mencermati penggunaan istilah “Utusan-utusan” dalam susunan Anggota MPR. Utusan-utusan ini maksudnya adalah bahwa ‘utusan-utusan’ tersebut datang ke Jakarta hanya ketika bersidang setiap sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun sesuai dengan ketentuan UUD, atau ketika situasi dalam kondisi tertentu sehingga Pimpinan MPR memanggil anggota MPR untuk bersidang.
Jadi, setelah Sidang 5 tahunan itu selesai, utusan-utusan daerah dan utusan-utusan golongan ini kembali ke tempat masing-masing. Setelah itu adalah menjadi kewajiban dari lembaga-lembaga tinggi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan mengacu kepada Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah dibuat dan ditetapkan oleh Sidang MPR.

Sistem MPR sebagai Sistem Sendiri, sebagai bentuk kreatif dari founding fathers dalam merancang bangunan ketatanegaraan Negara Republik Indonesia.

Dengan memahami hal ini, maka ketika UUD Pasal 1 ayat 2, yang semula berbunyi, “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” diamandemen sehingga bunyinya menjadi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”, maka saat itulah bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah runtuh.

Dalam sistem presidensial seperti sekarang ini (versi UUD 2002) kedaulatan rakyat menjadi kabur. Kedaulatan rakyat dalam sistem presidensial (versi UUD 2002) telah diterjemahkan menjadi kedaulatan individu (dengan memilih langsung presiden dan kepala daerah). Kedaulatan rakyat dikaburkan menjadi pemilihan langsung presiden dan kepala daerah.

Sementara itu, dalam sistem presidensial ini, presiden pada dasarnya menjalankan politiknya sendiri, bukan menjalankan politik rakyat.

Dalam sistem MPR (versi UUD 1945 Naskah Asli) kehendak rakyat yang sebenarnya, melalui wakil-wakilnya, kemudian dimusyawarahkan sehingga menjadi ‘politik rakyat’ dalam bentuk haluan negara (GBHN) yang harus dijalankan oleh mandataris (presiden yang dipilih oleh MPR). Jadi dalam sistem MPR ini, Presiden seharusnya tidak boleh menjalankan politiknya sendiri, melainkan harus menjalankan politik rakyat yang tertuang di dalam GBHN. Dengan sistem seperti ini, maka MPR dapat meminta pertanggungjawaban Presiden selaku mandataris MPR jika diketahui Presiden telah melanggar atau menyimpang dari GBHN.

DPR dengan sistem ini pun memiliki standar parameter dalam melakukan pengawasan (controlling) terhadap pelaksanaan GBHN oleh Presiden.

Kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi karena kita tau sejarah nya , Undang-Undang Dasar itu adalah Undang- Undang dasar yang seperti di ucapkan oleh Bung Karno dalam laporan pembahasan UUD pada sidang BPUPKI .......................” Alangkah keramatnja, toean2 dan njonja2 jang terhormat, oendang2 dasar bagi sesoeatoe bangsa.
Tidakkah oendang2 sesoeatoe bangsa itoe biasanja didahoeloei lebih doeloe, sebeloem dia lahir, dengan pertentangan paham jang maha hebat, dengan perselisihan pendirian2 jang maha hebat, bahkan kadang2 dengan revolutie jang maha hebat, dengan pertoempahan darah jang maha hebat, sehingga sering kali sesoeatoe bangsa melahirkan dia poenja oendang2 dasar itoe dengan sesoenggoehnja di dalam laoeatan darah dan laoetan air mata.

Oleh karena itoe njatalah bahwa sesoeatoe oendang2 dasar sebenarnja adalah satoe hal jang amat keramat bagi sesoeatoe rakjat, dan djika kita poen hendak menetapkan oendang2 dasar kita, kita perloe mengingatkan kekeramatan pekerdjaan itoe.
Dan oleh karena itoe kita beberapa hari jang laloe sadar akan pentingnja dan keramatnja pekerdjaan kita itoe. Kita beberapa hari jang laloe memohon petoendjoek kepada Allah S.W.T., mohon dipimpin Allah S.W.T., mengoetjapkan: Rabana, ihdinasjsiratal moestaqiem, siratal lazina anamta alaihim, ghoiril maghadoebi alaihim waladhalin.
Dengan pimpinan Allah S.W.T., kita telah menentoekan bentoek daripada oendang2 dasar kita, bentoeknja negara kita, jaitoe sebagai jang tertoelis atau soedah dipoetoeskan: Indonesia Merdeka adalah satoe Republik. Maka terhoeboeng dengan itoe poen pasal 1 daripada rantjangan oendang2 dasar jang kita persembahkan ini boenjinja: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatoean jang berbentoek Republik.”.....”
Jadi sangat yakinlah kita bahwa UUD 1945 itu dibuat bukan dengan sementara , dengan singkat , tetapi dengan ijin Allah , hal inilah yang tidak dibaca oleh pengamandemen UUD 1945 , jadi jihat mengembalikan UUD 1945 adalah sebuah keharusan bagi anak bangsa yang mencintai negeri nya .

Disinilah yang menjadi keyakinan kita sebagai pejuang untuk mengembalikan UUD 1945 Proklamasi , para politikus tidak mengerti tentang GBHN adalah bagian dari sistem MPR , maka kembali pada GBHN adalah kembali pada Pancasila dan UUD 1945 Proklamasi .

TERJEBAK PADA CUKRIK DEMOKRASI MENGUBUR JATI DIRI BANGSA .

Cukrik adalah sejenis minuman keras hasil dari oplosan beberapa minuman keras bahkan agar cepat melayang penggemar cukrik mencampur dengan spirtus dan bodrex,atau rohebnol dan pil koplo sejenis nya ,sudah barang tentu cukrik merupakan racun yang mematikan sudah begitu banyak orang-orang bodoh itu meminum nya dan banyak nyawa tak terselamatkan akibat menggak nya .
Demokrasi yang sedang dijalankan dinegeri ini ibarat Cukrik , juga bukan demokrasi yang bener sebab demokrasi dioplos dengan amplop,sembako,intimidasi,serangan fajar ,kaos ,dan secara masif blantik-blantik cukrik demokrasi terus melakukan rekayasa mulai dari mendatangkan konsultan politik diramu dengan jajak pendapat ,dan yang lebih canggih menggunakan media darling ,ditambah lagi dengan Buser -buser yang bertugas melakukan fitna ,fitna .

Demokrasi semakin banyak macam oplosan nya akan memabukan.dan lama untuk menjadi sadar ,dan akan siuman sudah terlambat bisa terkubur karena over dosis atau sadar menjadi linglung ,itulah gambaran Cukrik Demokrasi ,mudah mudahan kita sebagai bangsa cepat siuman dari mabok panjang ini
Sejak Reformasi bangsa dan Negara ini selalu di rundung dengan persoalan-persoalan yang sangat memcekam, , hilang nya kesetiakawanan sosial antar warga bangsa,hilang nya rasa persaudaraan antar warga bangsa , hilang nya rasa kebersamaan senasib dan sepenangungan sebagai warga bangsa, dan hampir punah nya “Gotong Royong “ sebagai karakter bangsa Indonesia .

Karut marut persoalan ketatanegaraan ,tidak ada nya saling percaya akibat dari merajalela nya Korupsi di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, persoalan demokrasi tanpa nilai , yang menjurus pada luntur nya jati diri bangsa .persoalan lembaga hukum yang semakin hari semakin terbuka ketidak beresan nya , persoalan politik yang tidak lagi berdasarkan etika.
perdebatan dilayar TV yang setiap hari memberi pelajaran kecongkakan dan jauh dari sopan santun yang pada giliran nya merembes pada akar rumput memicu pertikaian
Yang memporak porandakan persatuan .

Cukrik Demokrasi adalah ,Demokrasi kala dan menang , Demokrasi kalkulator ,cenderung berdasar pada demokrasi liberal .tanpa sungkan dan tanpa risih partai –partai didirikan tidak lain bak perusahaan keluarga yang penuh dengan oligarki kekuasaan , yang berujung pada dynasty kekuasaan .

Masih segar ingatan kita salah satu agenda Reformasi adalah berantas KKN seakar-akar nya , tapi kemudian KKN menjadi sangat masif menjadi Oligarkhy dan melahirkan Politik Dinasty ,tanpa sungkan , dan risih lagi ,telanjang bulat bisa kita saksikan kepengurusan pertai politik bak perusahaan keluarga ,juga pada perebutan kepala daerah yang melahirkan dinasty kekuasaan didaerah-daerah .bahkan ada kepala daerah yang kekayaan nya sampai triliunan .Koruptor tidak lagi menjadi sebuah ketabuhan , atau aib , bahkan orang menjadi tersangka Korupsi masih dilantik jadi kepala daerah bahkan juga ada yang dilantik menjadi anggota DPR .

Dalam Cukrik Demokrasi memang membutuhkan biaya yang luar biasa besar nya , sebab semakin banyak oplosan nya maka untuk menarik rakyat , diberi amplop yang diberikan sembako yang diberikan rakyat hanya bisa pasrah .
Model Cukrik Demokrasi ini tentu akan berdampak langsung pada biaya politik ,system politik dengan model Cukrik demokrasi , membutuhkan piranti-piranti yang menguras biaya ,Tentu sudah terbukti berapa banyak kepala Daerah yang tersandung korupsi untuk membiayai beban politik , rusak nya mental , rusak nya tata nilai ,telah merasuk ke semua lini , dari urusan olahraga ,sampai daging sapi ,dari urusan Cukrik Demokrasi , Demokrasi kalah menang , Demokrasi kuat-kuatan yang kuat yang menang maka konflik diakar rumput sering terjadi pada saat diadakan Pilkada .

Yang aneh justru demokrasi Pancasila adalah Permusyawaratan perwakilan demokrasi yang bermartabat .diganti dengan demokrasi liberal yang tanpa nilai dan berderajat rendah.

(CSan/Prid)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama