Kantor Dinas Sosial Kabupaten Banyumas
Jawapes Banyumas - Program sembako merupakan pengembangan dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebagai program transformasi bantuan pangan untuk memastikan ketepatan, baik dari segi sasaran, jumlah, waktu maupun harga, kualitas dan administrasi. Dalam hal ini, Dinas Sosial Kabupaten Banyumas masih menyimpan masalah yang harus segera diungkap. Pasalnya banyak dari pemasok atau agen sayur dan kebutuhan lain untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengeluh rugi.
Salah satu Ketua Paguyuban yang berinisial P, saat dikonfirmasi awak media pada Jumat (6/3/2020) mengatakan, selama ini kami merasa kesulitan dan hanya mengetahui koperasi saja. Padahal semuanya itu perlu adanya komunikasi, mungkin juga ada retur dan kekurangan, namun selama ini kami juga tidak bisa menyampaikan secara langsung kepada supplier.
"Kami akhirnya berpikiran, seolah-olah Koperasi Rasra (yang tidak diketahui keberadaannya di Purwokerto) yang bersekongkol dengan tiga perusahaan diluar Banyumas tersebut. Kita harus transparan, kami sendiri mampu memberdayakan masyarakat di masing-masing kecamatan dan berharap agar agen dikelola putra daerah saja," tandasnya.
"Yang menjadi masalah bahwa dengan kumpulan di awal program ini, keputusan para Kepala Agen atau hasil dari kesepakatan barang dan harga permintaan, kok tiba-tiba sudah ada yang namanya Koperasi Rasra dan tiga PT yaitu PT. Salim Properindo, PT. Monterson dan PT. Global Pasifik," ungkapnya.
Harapan kami selaku Ketua Paguyuban adalah kearifan lokal mas, karena saya petani yang tidak mengerti supplier dari Jakarta itu siapa. Jika ada komplain saja saya bingung, harus mengadu kemana. Memberdayakan supplier lokal juga bisa, kenapa harus dari luar daerah mas, keluh P selaku Ketua Paguyuban kepada awak media.
Dari jejak program ini, awak media berusaha untuk menelusuri terkait keberadaan Kantor Perwakilan Cabang di Purwokerto dari ke tiga PT tersebut sebagai supplier, ternyata keberadaan kantor maupun struktural managementnya tidak ada. Hal ini menjadi tanda tanya besar, siapa sebenarnya ke tiga PT tersebut dan dari sudut mana munculnya.
Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Banyumas, Setya Ari Nugroho meminta adanya evaluasi pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pasca kenaikan menjadi 150.000 terkesan asal-asalan dan kurang perencanaan.
"Beberapa regulasi yang mengiringi program tersebut kurang diperhatikan. Sebagai contoh, keberadaan supplier yang difasilitasi Dinsos tidak jelas dasar hukumnya, sebab dalam Pedoman Umum Pelaksanaan tidak disebutkan keberadaan supplier, yang ada justru penguatan bagi KPM (Kelompok Penerima Manfaat) dan e-Warong sebagai mitra KPM dalam melayani," jelasnya saat dikonfirmasi awak media, Senin (9/3/2020).
"Bupati selaku penanggung jawab, sudah semestinya mengevaluasi total dan menindaklanjuti kekacauan ini agar tidak terulang kembali," pungkas Ari.
Program Penerima BPNT ini juga menjadi perhatian serius oleh Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Banyumas, H. Rachmat Imanda.
"KPM tidak perlu takut menolak/mengembalikan bantuan jika kualitas barang tidak bagus (busuk/tidak layak konsumsi). Foto terlebih dahulu dan retur/kembalikan bantuannya lewat agen sebagai bukti, lalu laporkan ke Kades dan selanjutnya dibawa ke DPRD untuk ditindaklanjuti. Kalau ada oknum dinas yang bermain, kita bawa ke ranah hukum. Bantuan ini untuk keluarga tidak mampu, jangan mengambil hak orang lain apalagi orang kecil dengan cara menurunkan kualitas bantuan," jelas Imanda.(Cpt)
Pembaca
Posting Komentar