Merajut Harmoni : Akuntabilitas dan Keberlanjutan Social Enterprise di Era Digital

Lita Permata Sari Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akutansi pada Universitas Pendidikan Ganesha

Jawapes, SITUBONDO -  Dalam dunia usaha Social Enterprise/SE (perusahaan sosial) hadir sebagai alternatif partner pemerintah dalam memecahkan permasalahan sosial dan lingkungan. Munculnya Social Enterprise ini didorong oleh dua tujuan. Pertama, perubahan sosial di masyarakat yang berasal dari praktik inovasi, kewirausahaan, atau solusi berbasis usaha. Kedua, keberlanjutan organisasi nirlaba. Social Enterprise (SE) lahir sebagai organisasi hibrida yang menekankan pada inovasi kelembagaan dengan menggabungkan kebaikan pada model filantropi dan perusahaan komersial. Sifat hibrida SE mengharuskan organisasi menjalankan misi ganda: ekonomi dan sosial sebagai bentuk integritas moral dan pengabdian pada pencipta.

"Hadirnya social enterprise diharapkan mampu memberikan solusi nyata disektor penting. Antaranya pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, hingga keberlanjutan dan dampak sosial," ujar Lita Permata Sari Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akutansi pada Universitas Pendidikan Ganesha, Jumat (26/12/2025).

Lebih lanjut, Lita Permata Sari menjelaskan, operasional SE sangat dipengaruhi karakteristik kearifan lokal setempat. Social enterprise di Indonesia seperti Du Anyam, Lindungi Hutan, Gandeng Tangan, Waste4change, SukhaCitta, dan lainnya tidak hanya memerlukan modal ekonomi, tetapi dibutuhkannya modal sosial dan budaya. Menurutnya, digitalisasi pada social enterprise berperan krusial dalam memperkuat pilar transparansi dan akuntabilitas. Teknologi di era digital berfungsi sebagai akselarator yang memperpendek jarak rantai pasok dan memperluas akses pasar. Bagi social enterprise, akuntabilitas pada penerima manfaat menjadi terpenting karena melibatkan manusia sebagai subjek pemberdayaan. Akuntabilitas telah bertransformasi dari sekedar laporan keuangan tahunan menjadi sebuah narasi transparan yang bisa diakses secara real-time melalui website dan media sosial yang dimiliki.

"Akuntabilitas digital bukan hanya soal angka, melainkan tentang membangun jembatan kepercayaan antara produsen lokal dengan konsumen global, serta tanggung jawab moral kepada para pemangku kepentingan. Hal ini menciptakan kepercayaan terpenting dalam ekonomi berbagi, menghubungkan kepedulian konsumen global dengan integritas pengrajin di pelosok negeri sebagaimana DuAnyam memberdayakan perempuan melalui pembuatan kerajian tangan di wilayah Nusa Tenggara Timur," terangnya.

Masih Lita (sapaan akrabnya) memaparkan, keberlanjutan social enterprise di Indonesia bergantung pada kemampuan menyeimbangkan tuntutan pasar dengan integritas misi sosial. Dengan adanya dukungan legitimasi hukum dan di terbitkannya Surat Edaran Kemenkumham Nomor M.HH-1.AH.01.01 Tahun 2024 mengenai Penyelenggaraan Layanan Pencatatan Social Enterprise memberikan angin segar untuk meningkatkan tata kelola organisasi. Tolak ukur kinerja masa depan tidak lagi berfokus pada laba bersih (Net Income), tetapi pada nilai yang diciptakan (Value Created) lintas dimensi modal (Modal Manusia, Sosial, Alam, dan Finansial) untuk mengukur penciptaan nilai secara holistik. Pemerintah, swasta dan masyarakat harus melihat social enterprise sebagai partner konvergen. Secara sadar bahwa social enterprise memang bukan sekedar bisnis, melainkan sebuah manifestasi ekonomi masa depan yang berdampak nyata bagi bangsa, serta sekaligus bentuk kejujuran terhadap pencipta, manusia dan alam. Hal ini menunjukkan usaha yang dibangun tidak sekedar orientasi ekonomi (profit), namun memiliki jiwa dan rasa hormat pada tatanan kehidupan yang lebih besar demi terwujudnya kesejahteraan bersama. (Fin/Lita)

Baca Juga

View

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan