Jawapes Jakarta, - Gerbong kepemimpinan TNI bersiap bergerak. Menjelang pensiunnya Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, sejumlah kursi panas di pucuk komando militer dipastikan berganti. Aroma persaingan pun mulai terasa di tubuh TNI, meski di permukaan terkesan adem-ayem.
Menurut sumber internal TNI, bursa perebutan jabatan strategis mencakup Panglima TNI, Wakil Panglima TNI, KSAD, hingga Kabais. Posisi Panglima TNI menjadi yang paling disorot. Nama Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita disebut-sebut paling ngotot untuk naik. Sebagai Wakil Panglima, lulusan Akmil 1991 itu menilai sudah waktunya ia melangkah ke puncak, setelah sebelumnya menjabat Wakil KSAD.
Namun, langkah Tandyo tidak mulus. Ada dua batu sandungan. Pertama, regulasi yang mensyaratkan calon Panglima TNI harus pernah menjadi Kepala Staf. Tandyo belum pernah duduk di kursi itu. Kedua, tradisi rotasi matra. Jabatan Panglima biasanya bergilir, AD, AL dan AU. Saat ini, kursi dipegang Jenderal Agus dari AD. Jika tradisi dilanggar, dikhawatirkan menimbulkan preseden buruk.
Sumber yang sama menyebut KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak telah diplot untuk posisi Wakil Panglima TNI, sementara kursi KSAD dikabarkan akan diisi Letjen TNI Yudi Abrimantyo yang kini menjabat Kabais.
Dominasi AD di pucuk pimpinan melahirkan kegelisahan di internal. ’’Kalau Tandyo naik jadi Panglima, lalu Maruli jadi Wakil Panglima, keduanya dari AD. Dua-duanya darat,’’ ujar sumber itu.
Di sisi lain, KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali disebut mengincar kursi Panglima demi menjaga keseimbangan matra. ’’Kedua pihak sudah mulai melakukan manuver, meski di luar tampak tenang,’’ tambahnya.
Secara tradisi, seharusnya giliran TNI-AU. Sebelum Agus Subiyanto (AD), Panglima dijabat Laksamana Yudo Margono (AL). Artinya, rotasi mengarah pada AU. Terakhir kali AU mendapat jatah Panglima adalah pada 2021 saat Marsekal Hadi Tjahjanto. Namun, kabarnya KSAU saat ini memilih lebih pasif, menyadari pertarungan akan menguras energi politik maupun organisasi.
Meski begitu, sumber internal menuturkan ada “kesepakatan tak tertulis” agar perebutan kursi dimainkan secara halus. ’’Bahkan, sejumlah isu liar sengaja dihembuskan untuk mengalihkan perhatian publik,’’ katanya.
Namun, banyak perwira juga menyayangkan perebutan kursi ini. ’’Kenapa harus bertarung, kan sudah ada jalurnya sendiri-sendiri. Seharusnya pimpinan lebih fokus pada kesejahteraan anggota dan kebutuhan organisasi,’’ ujar sumber itu, mewanti-wanti identitasnya tak dipublikasikan.
(Redaksi)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments