Diduga Belum Kantongi Izin Lengkap, Tower Telkomsel di Campang Tiga Tuai Polemik

Tower telkomsel di pekon campang Tiga
Berdiri kokoh, Tower Telkomsel di Pekon Campang Tiga tuai polemik


Jawapes Tanggamus – Sebuah tower telekomunikasi yang diduga bekerjasama dengan Telkomsel di Pekon Campang Tiga, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, terlihat sudah menjulang tinggi dan rampung dikerjakan. Ironisnya, pembangunan yang melibatkan salah satu operator telekomunikasi terbesar di Indonesia itu disebut-sebut belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) maupun perizinan pendukung lainnya.


Informasi ini diungkap Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) Tanggamus, Yuliar Baro. Ia menegaskan, seharusnya setiap proyek pembangunan, apalagi yang berskala besar dan berdampak pada lingkungan, wajib menyelesaikan proses perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta dinas terkait sebelum memulai konstruksi.


“Iya, belum ada IMB-nya. Mereka belum ngurus sama sekali. Ini jelas pelanggaran. Bangunan seperti ini tidak bisa langsung berdiri tanpa dokumen resmi. Kami akan laporkan ke Satpol-PP dan Dinas PUPR Tanggamus agar segera ditindaklanjuti,” tegas Yuliar, Rabu (13/8/2025).


Pernyataan itu memicu perhatian publik, mengingat tower tersebut telah berdiri megah di wilayah yang selama ini dikenal sebagai area blank spot atau minim sinyal seluler. Kepala Pekon Campang Tiga, Wasino, mengaku terkejut mendengar kabar bahwa tower tersebut belum memiliki izin resmi.


“Waduh, masa perusahaan sebesar itu tidak punya izin? Setahu saya, sebelum pembangunan, pihak mereka hanya minta izin ke pemilik lahan, lingkungan, dan pemberitahuan kepada camat. Soal kesepakatan dengan pemilik lahan, saya tidak tahu. Apalagi soal izin ke Pemda, itu di luar pengetahuan saya,” jelasnya.


Sementara itu, pemilik lahan yang menjadi lokasi berdirinya tower mengaku hanya memiliki kesepakatan kontrak sewa lahan senilai Rp90 juta untuk jangka waktu 10 tahun. Selain itu, ia juga diminta menjadi penjaga tower.


“Saya cuma tanda tangan kontrak sewa dan terima uangnya. Untuk urusan izin, katanya itu tanggung jawab pak kakon (kepala pekon),” ujarnya.


Warga sekitar juga membenarkan bahwa mereka hanya dimintai tanda tangan sebagai bentuk persetujuan lingkungan, dengan imbalan kompensasi yang disebut “tidak seberapa”.


“Kami hanya diberi kompensasi kecil. Katanya nanti setelah tower beroperasi, kami akan dikumpulkan lagi untuk membahas risiko dan dampak dari keberadaan tower ini. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” ungkap salah satu warga.


Kasus ini memunculkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin sebuah infrastruktur telekomunikasi skala besar dapat berdiri tanpa izin resmi? Aktivis dan warga menilai lemahnya pengawasan serta dugaan kelalaian pemerintah daerah bisa menjadi faktor utama.


Jika laporan ini benar, maka pihak terkait dapat terancam sanksi administratif hingga pembongkaran bangunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Masyarakat kini menunggu langkah tegas Satpol-PP dan Dinas PUPR Tanggamus dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.


Situasi ini juga menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan tata ruang dan perizinan, sekaligus mengingatkan bahwa kemajuan infrastruktur tidak boleh mengabaikan prosedur hukum demi kepentingan publik. (Ady)

Baca Juga

View

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan