Jawapes Probolinggo – Keberadaan wartawan bodrex dan abal-abal semakin menjamur. Mereka berkeliaran di kantor pemerintahan, BUMN, hingga perusahaan swasta. Bukan menyuarakan kepentingan publik, mereka justru mencari kesalahan lembaga atau individu lalu meminta "biaya cetak" dengan dalih agar berita tak jadi naik.
Eko Priyanto, tokoh masyarakat yang dikenal dengan sapaan Eko Gagak, mengecam keras praktik tak terpuji tersebut. Ia menyebut perilaku itu sebagai pengkhianatan dalam profesi jurnalistik. Menurutnya, oknum wartawan semacam itu merusak citra pers dan media secara keseluruhan.
"Kalau sama-sama maling, lebih baik diam dan introspeksi. Jangan bangga hanya karena punya ID card wartawan. Profesi ini butuh tanggung jawab moral, bukan sekadar atribut," tegas Eko.
Ia menyoroti banyaknya jurnalis yang tidak paham etika dan aturan pers. Padahal, mendirikan lembaga pers harus berbadan hukum, menjalankan Undang-Undang Pers, dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik. Wartawan wajib independen, menyajikan berita akurat, tidak berpihak, dan tidak memelintir fakta demi kepentingan pribadi.
Eko menegaskan bahwa wartawan sejati harus mampu menulis efektif, menyampaikan informasi faktual, melakukan riset, berkomunikasi baik, berpikir kritis, mengelola waktu, dan menguasai teknologi media digital. Tanpa itu semua, kualitas SDM wartawan patut dipertanyakan.
Ia juga mengingatkan pentingnya evaluasi diri. Sebelum menulis, wartawan harus bertanya pada diri sendiri: Apakah berita ini akurat, berimbang, tidak mengandung SARA, tidak melanggar kesusilaan, dan tidak mengeksploitasi anak atau kelompok rentan?
Menurutnya, peran lembaga pers dan organisasi profesi sangat penting untuk menindak tegas pelanggaran kode etik. Masyarakat pun harus semakin cerdas membedakan mana jurnalis profesional dan mana yang sekadar mencari keuntungan lewat tekanan. (KB01)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments