Mental Korup Pemimpin Jadi Sumber Derita Rakyat, 80 Tahun Merdeka Tanpa Makna

80 Tahun Merdeka Tanpa Makna


Jawapes Surabaya – Memasuki usia 80 tahun kemerdekaan, Indonesia masih menghadapi ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin tajam. Di tengah limpahan kekayaan alam, jutaan rakyat hidup dalam kesulitan. Emas, hutan, migas, dan sumber daya lainnya terus dikeruk, namun tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan publik.

Pemerhati sosial Eko Priyanto, yang dikenal dengan nama Eko Gagak, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi tersebut. Ia menilai bahwa sistem pemerintahan saat ini telah gagal menjalankan amanah konstitusi.

“Indonesia bukan negara miskin. Tapi kekayaan yang seharusnya milik rakyat justru dikuasai segelintir elite. Ini pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan,” tegas Eko, Senin (15/7).

Menurutnya, distribusi kekayaan nasional tidak berpihak pada keadilan sosial. Eko menyoroti kekayaan alam seperti tambang emas Freeport, ladang migas, serta luasnya hutan tropis yang dikelola tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.

“Kita punya sumber daya alam luar biasa. Tapi mengapa rakyat masih kelaparan, anak-anak putus sekolah, pengangguran merajalela? Ada yang salah dalam sistem ini,” ujarnya.

Eko juga mengkritik keras demokrasi liberal yang diadopsi pasca reformasi. Menurutnya, sistem ini telah melahirkan para pemimpin yang jauh dari nilai-nilai kepemimpinan sejati.

“Demokrasi telah berubah wujud. Bukan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat—tapi dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat,” tandasnya.

Ia menambahkan, praktik politik uang dalam pemilu membuat kursi kekuasaan hanya bisa dibeli, bukan dipilih secara jujur. Akibatnya, banyak pejabat yang hanya memikirkan diri dan kelompoknya.

“Jabatan menjadi sumber kekayaan, bukan sarana pengabdian. Ini bukan demokrasi, ini pasar kekuasaan,” kata Eko.

Ia juga menyoroti penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

“APBN seharusnya menyentuh akar persoalan: membuka lapangan kerja, memberdayakan rakyat, dan menjaga lingkungan. Tapi realitanya, sebagian besar anggaran habis untuk menggaji pejabat dan membiayai fasilitas elite,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Eko menilai hukum kini telah kehilangan marwahnya sebagai alat keadilan.

“Hukum hari ini lebih berfungsi sebagai alat kekuasaan. Kritik dibungkam, pelanggar dari kalangan elite dilindungi. Di sisi lain, rakyat kecil dengan mudah dipenjara karena persoalan sepele,” ucapnya.

Menutup pernyataannya, Eko mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bangkit dan menuntut perubahan nyata dalam sistem yang ada.

“Jika bangsa ini ingin benar-benar merdeka, kita harus berani keluar dari sistem yang korup dan menindas. Nasionalisme sejati adalah keberanian untuk melawan ketidakadilan, bukan sekadar ikut upacara bendera,” tegas Eko Gagak. (Rd82)

Baca Juga

View

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan