Jawapes, PROBOLINGGO - Menjelang puncak perayaan Yadnya Kasada, umat Hindu Suku Tengger menggelar ritual sakral Mendak Tirta di Air Terjun Madakaripura, Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo. Tradisi ini merupakan bagian penting dari rangkaian upacara penyucian menjelang pelaksanaan Yadnya Kasada di kawasan Gunung Bromo.
Ritual Mendak Tirta adalah prosesi pengambilan air suci dari mata air yang dianggap keramat. Air Terjun Madakaripura dipilih karena diyakini sebagai tempat pertapaan tokoh legendaris Patih Gajah Mada serta dipercaya sebagai salah satu lokasi suci oleh masyarakat Tengger.
Terlihat dilokasi Puluhan warga Tengger mengikuti prosesi ini dengan membawa berbagai sesaji hasil bumi. Mereka berjalan kaki menuju air terjun, kemudian melakukan doa bersama sebelum mengambil air suci dan melarung sesaji sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
Prosesi Mendak Tirta dipimpin oleh dukun adat Tengger yang telah menjalankan tradisi ini secara turun-temurun. Ritual ini dikawal ketat oleh aparat keamanan untuk memastikan kelancaran dan keamanan kegiatan.
AKP Ardhi Bitha Kumala, Kapolsek Sukapura, bersama anggota dan Koramil 0820/08, turut mengawal prosesi ini. "Kami ingin memastikan kegiatan ini berjalan lancar dan aman," ujar Ardhi.
Tak hanya itu Serka Widodo, anggota Koramil, juga menambahkan bahwa ritual ini merupakan simbol harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Menurutnya"Mendak Tirta adalah bentuk pelestarian warisan spiritual. Kami ikut menjaga agar kegiatan ini berjalan lancar dan aman," kata Serka Widodo.
Air suci yang telah diambil akan dibawa ke Pura Luhur Poten di kawasan lautan pasir Gunung Bromo. Di tempat itu, air digunakan untuk menyucikan sarana peribadatan dan sebagai simbol awal penyucian dalam rangkaian Yadnya Kasada.
Sementara Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto, menjelaskan bahwa air suci diambil dari empat sumber utama: Watuk Klosot di Lumajang, Widodaren di Bromo, Rondo Kuning di Ranupani, dan Madakaripura di Lumbang.
"Pengambilan air dilakukan dengan doa dan mantra suci oleh para pandita. Setelah dikumpulkan, air akan disatukan di Pura Poten sebagai simbol pembersihan spiritual," terang Bambang.
Masyarakat Tengger memandang ritual ini sebagai bagian dari kewajiban spiritual yang harus dijalankan secara turun-temurun. Bagi mereka, Mendak Tirta bukan sekadar tradisi, melainkan bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur dan alam semesta.
Dengan pelaksanaan yang penuh khidmat dan semangat kebersamaan, Mendak Tirta menegaskan eksistensi budaya lokal yang tetap hidup dan dijaga di tengah perubahan zaman. Tradisi ini menjadi simbol keteguhan masyarakat Tengger dalam menjaga nilai-nilai leluhur.
Ritual Mendak Tirta juga menjadi ajang bagi masyarakat Tengger untuk mempererat hubungan sosial dan spiritual. Kegiatan ini menunjukkan bahwa tradisi dan budaya masih sangat penting bagi masyarakat Tengger.
Mendak Tirta adalah salah satu contoh kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Tengger dapat terus melestarikan warisan leluhur dan meningkatkan kesadaran spiritual.
Ritual Mendak Tirta juga menjadi simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Kegiatan ini menunjukkan bahwa keberagaman budaya dan agama dapat hidup harmonis di Indonesia. (Id)
View
إرسال تعليق