Luka yang Belum Sembuh, Satu Tahun Pasca Penganiayaan di Kantor Media, Jatmiko Masih Menanti Keadilan

 


Jawapes Surabaya,- Waktu boleh bergulir, tapi luka tidak serta-merta sembuh. Itulah yang dirasakan oleh Jatmiko, seorang karyawan di salah satu media online di Surabaya, yang menjadi korban penganiayaan di tempat kerjanya sendiri. Satu tahun berlalu sejak insiden tersebut, namun kenangan pahit itu masih membekas, baik secara fisik maupun batin.


Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Jatmiko membeberkan kronologi kejadian yang mengguncang integritas dunia kerja dan menggugah keprihatinan banyak pihak.


Peristiwa itu terjadi saat para karyawan tengah menggelar rapat persiapan ulang tahun kantor. Suasana awalnya berjalan normal, hingga sebuah pernyataan memicu ledakan emosi. Saat ditanya soal ketua panitia acara, Jatmiko menyebut nama Herry Sunaryo yang saat itu menjabat sebagai Manajer Pemasaran, sebagai sosok yang cocok memimpin. Tanggapan yang ia terima justru mengejutkan dan melukai.


"Beliau langsung naik pitam, meludahi saya, dan memukul hingga bibir saya berdarah," ungkap Jatmiko di hadapan majelis hakim.


Pemukulan itu, menurut Jatmiko, dilakukan dengan tangan yang masih mengenakan cincin. Bibirnya langsung bengkak dan terasa kaku. Bahkan, ia sempat tertahan oleh satpam kantor saat ingin bangkit. Meski sempat mereda, amarah terdakwa kembali memuncak saat mereka bertemu lagi di lantai dua kantor yang sama.


"Dengan nada tinggi, beliau berkata: ‘Cangkem ojo celotehan, aku wis tua!’" tutur Jatmiko, menirukan perkataan yang hingga kini masih membekas di ingatannya.


Upaya mediasi sempat dilakukan di kantor polisi. Bahkan, dalam gestur profesional, Jatmiko tetap membantu Herry dalam proses pembuatan paspor. Namun sikap terdakwa tak banyak berubah.


"Waktu itu beliau bilang, ‘Kalau mau lapor polisi, ya lapor saja’," ucap Jatmiko di ruang sidang.


Herry memang akhirnya datang meminta maaf, tetapi luka yang sudah terlanjur ditorehkan tak bisa begitu saja hilang. “Kenapa harus memukul saya?” lirih Jatmiko di hadapan hakim, menandakan bahwa permintaan maaf belum sepenuhnya menuntaskan persoalan.


Dalam persidangan, Jatmiko juga menanyakan kejelasan soal batu akik yang dikenakan oleh Herry saat insiden terjadi, yang hingga kini belum dijadikan barang bukti. Padahal, cincin itu diyakini sebagai benda yang turut menyebabkan luka fisik di wajah korban.


Jaksa Penuntut Umum, Ahmad Muzaki, membenarkan bahwa pemukulan dan peludahan terjadi dari jarak dekat. Luka di bibir korban pun dibiarkan begitu saja, tanpa pertolongan atau permintaan maaf saat itu juga. Jatmiko kemudian menjalani visum setelah mendapat arahan dari dokter.


Sementara itu, terdakwa Herry Sunaryo dalam kesaksiannya di sidang membenarkan bahwa dirinya telah memukul dan meludahi korban.



Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa kekerasan, apalagi di lingkungan kerja, bukan hanya soal pelanggaran fisik, tapi juga penghancuran martabat. Jatmiko, yang awalnya hanya menyampaikan pendapat dalam forum internal, justru menjadi korban dari ego dan amarah yang tak terkendali.


Kini, satu tahun setelah insiden tersebut, publik berharap bahwa proses hukum tidak berhenti pada permintaan maaf, tetapi benar-benar membawa keadilan yang setimpal. Sebab dalam dunia kerja, setiap orang berhak atas rasa aman, dihormati, dan diperlakukan secara manusiawi. (Rd-82)

Baca Juga

View

Post a Comment

أحدث أقدم

Rizal Diansyah, ST

Pimpred Media Jawapes. WA: 0818306669

Countact Pengaduan