![]() |
Season foto bersama setelah wawancara |
Jawapes Surabaya,- Fenomena judi online atau yang kini akrab disebut Judol, telah menjelma menjadi ancaman serius bagi berbagai lapisan masyarakat. Dari remaja, mahasiswa, hingga pekerja harian, banyak yang terperosok dalam pusaran candu digital ini. Di balik layar ponsel, tersimpan cerita-cerita pilu, ekonomi keluarga yang hancur, hubungan sosial yang terputus, hingga masa depan yang tergadaikan.
Namun di tengah gelapnya situasi, harapan itu masih ada. Sebuah gerakan sosial tumbuh dan bergerak dari jantung Kota Surabaya. Diprakarsai oleh LSM Jaringan Warga Peduli Sosial bersama media Jawapes, komunitas ini menjadi benteng perlawanan terhadap meluasnya ketergantungan masyarakat pada judi online, Surabaya (20/06/25).
Gerakan ini bukan sekadar ikut tren, melainkan lahir dari keprihatinan mendalam atas kehancuran yang diam-diam menggerogoti kehidupan warga.
Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga yang sedang menyelesaikan tugas akhir, saya dan tiga rekan merasa terpanggil untuk menelisik lebih dalam. Kami menyaksikan sendiri bagaimana komunitas ini bekerja: menyuarakan bahaya judol, membuka ruang edukasi, dan menjadi penghubung harapan bagi para korban.
“Kami tidak hanya sekadar memberitakan, tapi juga turun langsung ke masyarakat. Banyak korban berasal dari kalangan bawah, yang berharap untung cepat tapi justru kehilangan segalanya,” ujar Rudi Hartono, wartawan senior media Jawapes saat kami wawancarai di kantor redaksi.
Salah satu sosok yang kini ikut terlibat dalam gerakan ini adalah Al Bariq Ibrahim Ramadhan, seorang pemuda 35 tahun yang pernah tenggelam dalam dunia judi online. Ia kehilangan hampir segalanya, uang, kepercayaan keluarga, hingga pekerjaan tetap. Namun hidupnya berubah ketika ia mendapat pendampingan dari LSM Jaringan Warga Peduli Sosial dan dukungan dari media Jawapes.
“Saya pikir waktu itu menang itu gampang. Mulai dari receh, lama-lama semua tabungan habis. Bahkan saya pernah pinjam pinjol cuma buat deposit. Untung saya diselamatkan sebelum semuanya terlambat,” tutur Ibrahim dengan mata berkaca-kaca saat diwawancarai.
Kini, Ibrahim justru menjadi penggerak utama dalam kegiatan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan kampung-kampung. Ia berbicara dari pengalaman pribadi, memberi peringatan dengan suara jujur dan penuh empati.
“Kalau saya bisa keluar, orang lain juga bisa. Tapi mereka butuh dukungan. Bukan dijauhi, tapi disadarkan,” ujarnya.
Gerakan Anti Judol ini tak berjalan sendiri. Mereka aktif menyusuri perkampungan di Surabaya, membagikan selebaran, menggelar diskusi terbuka, hingga membuka jalur aduan dan pendampingan bagi keluarga korban. Tak sedikit yang akhirnya berani bersuara setelah merasa “tidak sendirian.”
Dalam enam bulan terakhir, menurut data LSM tersebut, setidaknya 47 kasus keluarga retak akibat jerat judi online. Ada yang kehilangan pekerjaan, menjual aset, bahkan terjerat pinjaman online demi menutup kekalahan. Ini bukan sekadar statistik, ini adalah potret luka sosial yang nyata.
Kampanye ini juga melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama, hingga komunitas pemuda. Tujuannya satu: menciptakan lingkungan yang sadar dan peduli terhadap bahaya judol. Sebab perubahan yang bertahan lama, harus dimulai dari akar rumput.
Akses ke situs judi kini sangat mudah. Cukup dengan ponsel dan kuota internet, siapa pun bisa masuk ke dalam dunia tipuan yang menawarkan “keberuntungan instan.” Banyak situs menyaru sebagai game, menggoda dengan bonus besar dan harapan menang cepat, padahal semuanya didesain untuk menguras kantong.
Rudi menambahkan bahwa media Jawapes pernah mengungkap jaringan promotor judi online lokal yang menyasar remaja usia sekolah.
“Mereka tahu celahnya—ekonomi lemah, pengawasan minim, dan budaya ingin cepat kaya. Ini sangat berbahaya kalau dibiarkan,” tegasnya.
Sebagai bagian dari generasi muda, kami meyakini bahwa mahasiswa tak cukup hanya menjadi pengamat atau pencatat sejarah. Kami harus hadir, terlibat, dan menjadi bagian dari perubahan.
Tulisan ini adalah bentuk seruan, bukan hanya dokumentasi. Kami ingin masyarakat lebih peka dan pemerintah lebih tanggap. Judi online bukan sekadar “hiburan.” Ia adalah pintu kehancuran yang bisa merenggut siapa pun tanpa pandang usia atau latar belakang.
Mari tolak dan lawan judi online. Edukasi orang-orang terdekat, laporkan situs dan promotor ilegal, serta dukung gerakan-gerakan komunitas yang berani berdiri di garda depan.
Karena ketika kita memilih diam, sesungguhnya kita sedang membiarkan generasi kita perlahan tenggelam. Dan hari ini, kita tidak bisa lagi hanya berharap, kita harus menjadi bagian dari jawaban. (Red)
View
Posting Komentar