![]() |
Preman Jalanan Berkedok Penagih Utang, Ancaman Nyawa di Tengah Jalan Raya |
Jawapes Mojokerto – Keberadaan debt collector kembali menjadi momok menakutkan di jalanan. Kali ini, seorang warga Nganjuk nyaris menjadi korban kecelakaan akibat aksi brutal sejumlah pria yang mengaku sebagai penagih utang. Peristiwa ini terjadi di depan Pos Polisi Mertex, Jalan Bypass Mojokerto, dan memunculkan kembali kekhawatiran soal maraknya premanisme berkedok penagihan utang yang mengancam keselamatan publik.
Korban, EW pria paruh baya asal Nganjuk mengalami pengalaman traumatis saat mobil Toyota Avanza-nya dibuntuti oleh tiga mobil tak dikenal ketika hendak mengantar kerabatnya ke Surabaya. Tanpa alasan jelas, para penguntit itu berusaha menghadang laju mobil EW di tengah jalan, memicu kepanikan yang membuat kendaraan EW sempat hilang kendali dan mengalami benturan.
Merasa terancam, EW memutuskan menghentikan kendaraannya tepat di depan Pos Polisi Mertex. Namun, hal itu tak membuat para pelaku mundur. Mereka justru turun dan mengepung mobil korban. Beruntung, keberadaan petugas polisi di pos tersebut berhasil mencegah situasi memburuk dan menyelamatkan korban dari potensi kekerasan lebih lanjut.
“Saya benar-benar tidak tahu siapa mereka. Mobil saya dibuntuti terus sampai saya panik dan sempat hilang kendali. Untung tidak terjadi kecelakaan,” kata EW, Sabtu (12/4/2025).
EW kemudian diarahkan untuk membuat laporan resmi ke Polres Mojokerto, dan pengaduannya kini tengah diselidiki. Berdasarkan pengakuannya, para pelaku diduga merupakan bagian dari kelompok debt collector yang bekerja untuk salah satu perusahaan pembiayaan, dengan nama-nama yang disebut seperti Iwan Sitorus, Imam Planet Moker, dan Anton.
Kuasa hukum EW, Dodik Firmansyah, SH, menyatakan bahwa tindakan yang dialami kliennya sudah masuk kategori kriminal berat.
“Tindakan ini melanggar Pasal 335 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), dan Pasal 368 KUHP (pemerasan). Ini bukan sekadar urusan utang-piutang, tapi sudah mengancam nyawa orang,” ujar Dodik, Minggu (13/4/2025), di kantornya.
Kasus ini menyoroti dua masalah besar: lemahnya regulasi dan pengawasan terhadap praktik debt collector oleh perusahaan pembiayaan, serta kurangnya langkah preventif dari aparat untuk menindak aksi premanisme yang berkedok hukum.
Di lapangan, debt collector sering bertindak seolah berada di atas hukum. Mereka menggunakan intimidasi, kekerasan, dan ancaman demi menyita aset debitur, tanpa proses hukum yang sah.
Bayangkan jika EW dan keluarganya benar-benar mengalami kecelakaan dalam insiden tersebut. Apakah perusahaan pembiayaan akan bertanggung jawab? Apakah aparat akan segera menindak, atau kembali “menunggu viral” baru bergerak.
Kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi otoritas keuangan dan kepolisian untuk segera mengevaluasi sistem kerja penagihan utang di lapangan. Tidak boleh ada lagi nyawa yang dipertaruhkan hanya karena urusan cicilan kendaraan.
Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. Semoga Polres Mojokerto mampu bertindak tegas dan adil. Karena jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan ada EW-EW lain yang jadi korban. (E eng)
Pembaca
Posting Komentar