MA Bebaskan Dr. Ike Farida, PERADI Pecat Advokat Nurindah karena Pelanggaran Etik Berat



Jawapes Jakarta – Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan Dr. Ike Farida tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan. Putusan kasasi pada 23 April 2025 tersebut tidak hanya membebaskan Dr. Farida dari segala tuduhan, tetapi juga memulihkan seluruh hak hukumnya sebagai warga negara, termasuk kedudukan sosial serta harkat dan martabatnya.


Namun, perhatian publik juga tertuju pada Nurindah M.M. Simbolon, advokat yang sebelumnya menjadi kuasa hukum sekaligus saksi mahkota dalam perkara pidana tersebut. Setelah melalui proses sidang etik, PERADI menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Nurindah karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap UU Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia. Ia dianggap telah mengkhianati kepercayaan kliennya sendiri dengan memberikan kesaksian menyesatkan, membocorkan rahasia hukum, dan menyerahkan barang pribadi klien berupa ponsel tanpa adanya penetapan pengadilan.


Kasus ini bermula saat Dr. Ike Farida menunjuk Nurindah sebagai kuasa hukum untuk menangani proses Peninjauan Kembali dalam sengketa kepemilikan apartemen. Namun, Nurindah justru mengajukan novum yang sebelumnya sudah pernah digunakan dan bersumpah palsu di depan majelis hakim bahwa bukti tersebut baru. Ketika perbuatannya dipertanyakan, Nurindah malah berusaha membalikkan keadaan dengan menuduh Dr. Farida sebagai pihak yang menyuruhnya bersumpah—klaim yang ditegaskan sebagai tidak benar oleh tim kuasa hukum Dr. Farida.


Alya Hiroko, anak sekaligus kuasa hukum Dr. Ike Farida, menyatakan bahwa tindakan Nurindah tidak hanya melanggar kode etik, tetapi juga telah merugikan klien secara signifikan dan menyebabkan ibunya harus menjalani masa tahanan selama enam bulan atas tuduhan yang tidak pernah dilakukannya. 


"Sanksi pemecatan ini menjadi preseden tegas agar para advokat menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas," ungkap Alya Hiroko.


PERADI menilai bahwa dalih Nurindah sebagai saksi demi proses hukum tidak bisa dibenarkan, karena ia tetap terikat kewajiban hukum untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari klien. Fakta bahwa ponsel Dr. Farida diserahkan ke penyidik tanpa prosedur hukum menunjukkan adanya unsur kesengajaan dalam pelanggaran tersebut. Bahkan Ketua Umum PERADI sekaligus Menteri Hukum, Prof. Otto Hasibuan, dengan tegas menyatakan bahwa advokat wajib melindungi informasi kliennya dan dilindungi hak imunitas, bukan digunakan untuk menyelamatkan diri sendiri melalui fitnah.


Putusan Mahkamah Agung yang membebaskan Dr. Farida membuktikan bahwa seluruh langkah hukum yang diambilnya sah dan benar sejak awal. Sayangnya, kepercayaan yang diberikan kepada Nurindah jatuh ke tangan yang salah. Kasus ini sekaligus menjadi pengingat keras bahwa profesi advokat bukanlah ruang untuk menciptakan narasi fiktif demi kepentingan pribadi, tetapi panggilan untuk menjunjung kebenaran dan keadilan. (Red)

Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama