Jawapes Sidoarjo,- Sosok pria bertubuh tinggi yang kerap terlihat membawa kardus dan plastik berisi rokok tanpa pita cukai disebut-sebut sebagai penghubung antara gudang dan para pedagang. Beberapa sumber pedagang menyebut pria tersebut tak pernah tersentuh penindakan, meskipun aktivitasnya terang-terangan dilakukan di area publik. “Kalau bukan orang dalam, ya minimal pasti ada yang ‘backing’,” ucap seorang pedagang yang meminta namanya disamarkan.
Aktivitas distribusi rokok ilegal itu terjadi hampir setiap hari, terutama di pagi buta menjelang pasar ramai. Rokok-rokok itu dijual bebas dengan harga jauh di bawah pasaran. Merek-merek yang beredar pun bukan produksi resmi dari pabrikan nasional, sebagian besar hanya dibungkus plastik polos tanpa izin edar.
Penjualan rokok tanpa pita cukai merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dalam Pasal 54 dijelaskan bahwa setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan barang kena cukai yang tidak dilekati pita cukai dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Selain itu, praktik ini menimbulkan kerugian besar bagi negara. Berdasarkan hitungan kasar dari jumlah lapak dan volume penjualan harian, potensi kerugian bisa mencapai ratusan juta rupiah setiap bulannya hanya dari satu pasar tradisional seperti Krian.
Upaya konfirmasi terhadap Polsek Krian sejauh ini tidak membuahkan hasil. Pertanyaan yang diajukan oleh media baik secara langsung maupun tertulis belum mendapat jawaban memadai. Hal ini justru memperkuat dugaan bahwa ada pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum dalam praktik ini.
Padahal, sebagai aparat penegak hukum di wilayah hukum Kecamatan Krian, Polsek seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran rokok ilegal.
Beberapa tokoh masyarakat Pasar Krian mulai angkat suara, meski masih dengan nada hati-hati. Mereka berharap ada evaluasi dari institusi di atas Polsek, bahkan jika perlu keterlibatan dari Bea Cukai dan Polda Jawa Timur untuk turun langsung menangani kasus ini.
“Masyarakat kecil bisa apa, Mas? Tapi kalau wartawan dan lembaga pemerintah yang bersih ikut turun, mungkin mereka pikir-pikir lagi,” ujar seorang ketua RT yang enggan disebut namanya.
Fenomena di Pasar Krian ini bukan hanya soal pelanggaran cukai, tapi soal integritas penegakan hukum di tingkat paling dasar. Ketika penindakan hanya jadi formalitas dan hukum bisa dinegosiasikan dengan uang, maka hukum kehilangan wibawanya di mata rakyat.
Pasar Krian adalah potret kecil dari masalah besar yang bisa terjadi di mana saja. Sudah saatnya aparat penegak hukum bertindak bukan hanya demi citra, tetapi demi keadilan dan kepentingan negara.
(Rd82)
Pembaca
Posting Komentar