Jawapes Surabaya – Penertiban kendaraan umum di kawasan Kedinding kembali menuai kontroversi. Pengurus AKDP AKAS, Edy, bersama Ketua Paguyuban Angkot R2, H. Lilianto, memprotes tindakan kepolisian Polres Tanjung Perak yang mereka nilai tidak adil. Pasalnya, bus AKAP yang telah memiliki kesepakatan dengan organisasi angkutan justru ditilang, sementara kendaraan pelat hitam dan taksi gelap yang beroperasi ilegal dibiarkan tanpa tindakan.
Keluhan ini muncul setelah beberapa bus AKAP, termasuk milik AKAS, terkena penilangan di Kedinding. Edy mengungkapkan bahwa sejak peresmian Jembatan Suramadu pada 2009, bus AKAP memang tidak diizinkan menaikkan penumpang di jalur tersebut karena tekanan dari berbagai organisasi angkutan. Namun, setelah serangkaian perundingan dengan kepolisian dan paguyuban angkutan, akhirnya tercapai kesepakatan mengenai titik menaikkan dan menurunkan penumpang.
"Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian Polres Tanjung Perak yang menilang bus AKAS, padahal sudah ada kesepakatan dengan organisasi angkutan sejak lama. Kenapa justru kendaraan pelat hitam yang parkir sembarangan dibiarkan?" ujar Edy dengan nada kecewa.
Ketua Paguyuban Angkot R2, H. Lilianto, menegaskan bahwa bus hanya berhenti sebentar, sekitar 10–15 menit, untuk menaikkan penumpang. Menurutnya, jika bus dilarang berhenti, maka masyarakat yang ingin pulang ke Madura akan kesulitan mendapatkan angkutan umum.
"Kalau bus tidak boleh berhenti, masyarakat yang ingin pulang ke Madura akan terlantar. Kami berharap kepolisian bertindak adil dan sesuai prosedur, bukan hanya menargetkan bus AKAS," kata Lilianto.
Dalam pantauan di lapangan, tidak sulit menemukan kendaraan pelat hitam dan taksi gelap yang menunggu penumpang di area yang sama. Bahkan, beberapa di antaranya secara terang-terangan menarik penumpang di pinggir jalan tanpa ada tindakan dari petugas.
Jika alasan kepolisian menilang bus AKAP adalah karena menghambat lalu lintas, maka kendaraan ilegal yang parkir liar seharusnya juga menjadi sasaran. Namun, kenyataannya berbeda.
"Kami tidak menolak aturan, tapi jangan tebang pilih. Kalau bus resmi ditindak, maka kendaraan ilegal juga harus ditertibkan. Jangan hanya menekan yang sudah berizin, sementara yang ilegal dibiarkan," tambah Edy.
Menjelang musim mudik Lebaran, kebijakan penertiban ini harus dikaji ulang agar tidak merugikan masyarakat dan penyedia jasa transportasi yang beroperasi secara legal. Edy dan Lilianto meminta kepolisian serta Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih adil bagi angkutan umum.
Jika aparat penegak hukum tetap bersikeras menindak bus AKAP tanpa memberikan solusi alternatif, dikhawatirkan akan semakin banyak kendaraan ilegal yang mengambil alih peran angkutan umum resmi. Dan jika itu terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab atas dampaknya
(Eeng)
Pembaca
Posting Komentar