ISA ANSORI
Jawapes Surabaya - Wajah demokrasi kita tak ubahnya seperti melihat drama Korea dan film film India. Penuh dengan intrik, tarian dan tangisan, tapi sejatinya ini adalah taktik untuk memenangkan merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Pertanyaan dasarnya apakah Jokowi dan PDIP mau kehilangan kekuasaan? Tentu tidak. Disinilah alur drama dibangun untuk mempertahankan kekuasaan.
Setidaknya saat ini dalam drama demokrasi kita ada tiga tokoh kunci yaitu Mengawati, Prabowo dan Jokowi. Selain itu juga ada pemain pemain figuran seperti Ganjar, Mahfud dan Gibran serta sang adik ipar, Anwar Usman, Ketua MK.
Skenario yang ditulis adalah bagaimana kekuasaan bisa terus dipertahankan, lalu siapa yang akan dijadikan korban dan siapa yang akan dijadikan pewaris dan siapa yang dimunculkan sebagai hero dan siapa yang paling didzalimi, tujuannya tentu penonton memberi simpati. Begitulah sejatinya demokrasi kita hari ini dibangun.
Scene cerita dimulai dari hasil rakornas PDIP yang memberi mandat kepada ketua umum, Megawati bahwa penentuan calon presiden dan wakil presiden berada didalam kekuasaanya. Sementara di satu sisi, Jokowi sebagai presiden mendorong agar Ganjar adalah calon yang disiapkan untuk melanjutkan. Disini awal konflik dibangun, Megawati dan PDIP seolah menutup akses Jokowi untuk cawe cawe terhadap figur presiden dan cawapres yang dianggap bisa melanjutkan kekuasaannya. Mulailah Jokowi berakting seolah Sebagai orang yang didzalimi dan berusaha melawan. Padahal sejatinya kepentingan Jokowi dan Megawati sama, yaitu menjadikan Ganjar sebagai penerus kekuasaan Jokowi dus itu berarti juga melanjutkan kekuasaan PDIP sebagai partai penguasa.
Dengan wajah "ndeso dan lugu", Jokowi mulai berakting melawan Megawati dengan menggunakan panggung panggung para figuran yang diciptakan, melalui rakernas Projo, Jokowi mengatakan bahwa dia dipilih karena suara rakyat seolah ini pesan bahwa dia disukai rakyat dan rakyatlah yang mengantarkan dia sebagai presiden meski melalui PDIP.
Untuk mengesankan bahwa dia benar benar didzalimi, Jokowi menggunakan aktor utama lain,Prabowo sebagai tameng yang dianggap memahami perasaan Jokowi. Maka mulailah Prabowo dengan lugasnya berakting sebagai dewa penolong Jokowi. Nampaknya peran apik Prabowo semakin kelihatan berkarakter sebagai pemain watak ketika para pemain figuran mulai masuk, adalah Budiman Sudjatmiko dan para relawan yang tergabung dalam Projo mulai mengalihkan dukungan ke Prabowo, jauh sebelumnya Noel sudah menegaskan menarik dukungan dari Ganjar dan melabuhkan ke Prabowo. Bahkan untuk melengkapi kesan dikuyo kuyo, Kaesang direlakan untuk menjadi ketua PSI dan Gibran di adili oleh DPP PDIP dan akhirnya menerima pinangan Prabowo untuk menjadi wakilnya.
Siapa korban dan siapa berambisi tentu episiode ini belum berakhir, tapi setidaknya niat Jokowi untuk menjadikan dua calon sebagai orang orangnya telah berhasil, dua pasangan Ganjar Mahfud dan Prabowo Gibran adalah para pemain yang memang dia kehendaki. Lalu kemana kecenderungan Jokowi berpihak? Tentu bisa kita lihat dari rekam jejak kekuasaannya selama ini, siapakah diantara dua pasangan itu yang bisa menjamin keberlanjutan kekuasaannya serta ambisinya, disanalah Jokowi akan berada. sebagai kader partai tentu PDIP juga akan loyal kepada tugasnya, bagaimana memenangkan pertempuran di sarang lawan dengan seluruh pengorbanan maksimal yang dia lakukan.
Setidaknya korban sudah berjatuhan, terutama dari partai pengusung di Koalisi masing masing, Golkar, PAN, PPP adalah contoh nyata serta Sandiaga dan Budiman Sujatmiko. Lalu selanjutnya sudha bisa ditebak akan menyusul yaitu Prabowo, Gibran dan Gerindra. Namun Gibran akan menjadi hero untuk sebuah pemenangan yang sedang direncanakan. Semoga semua segera siuman dari drama menyesatkan ini.
Surabaya, 26 Oktober 2023
Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya.
(CSan).
Pembaca
Posting Komentar