"Polri sebagai lembaga penegak hukum tentunya menyambut baik perjanjian ekstradisi tersebut," kata Sigit dalam keterangan tertulisnya kepada awak media.
Kapolri menjelaskan, di tengah perkembangan zaman dewasa ini, dimana hal itu juga akan timbul adanya potensi tantangan dari segi modus kejahatan yang terus berkembang. Di era digital, pelaku kejahatan juga sudah mulai memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi tersebut, Kapolri menyatakan pelaku kejahatan bisa bergerak tanpa melihat batas negara sehingga diperlukan adanya kerjasama dan sinergitas antar negara dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional.
"Dalam proses penegakan hukum, hal itu akan semakin mengoptimalkan pencegahan serta pengungkapan kasus kejahatan transnasional kedepannya," ujar Kapolri.
Mantan Kabareskrim Sigit menekankan, perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura juga menjawab tantangan dari perkembangan lingkungan strategis yang terus berubah dengan cepat dan tidak menentu sehingga hal itu berpotensi akan berdampak terhadap stabilitas keamanan.
Dengan adanya perjanjian ekstradisi itu, akan meningkatkan peran dari kepolisian dalam rangka penegakan hukum di kasus tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika hingga terorisme dan yang lainnya.
"Semangat perjanjian ekstradisi tersebut sejalan dengan komitmen Polri dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum di Indonesia serta mencegah adanya gangguan stabilitas keamanan," ucapnya.
Sebagai contoh nyata, Sigit memaparkan saat ini Polri sedang membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas). Selain pencegahan, Kortas itu nantinya akan memperkuat kerjasama hubungan internasional hingga tracing recovery asset. Dalam hal ini, Sigit mengingatkan soal cita-cita dari Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan pemberantasan korupsi memerlukan upaya fundamental dan lebih komprehensif. Dengan pencegahan sebagai langkah fundamental, kepentingan rakyat terselamatkan dan korupsi dapat dicegah.
"Dengan adanya upaya pencegahan tindak pidana korupsi, hal itu menghindari terjadinya kerugian negara. Selain itu, untuk pemulihan kerugian negara yang diakibatkan dari praktik korupsi maka akan dilakukan tracing dan recovery asset," tutur Sigit.
Lebih dalam, Sigit mengungkapkan, bahwa terkait penanganan tindak pidana korupsi di tahun 2021 nilai kerugian negara menurun 6,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, keuangan negara yang berhasil diselamatkan Polri meningkat 18,5 persen.
Disisi lain Sigit menyampaikan, di sepanjang tahun 2021 Polri telah berhasil menyelesaikan 2.601 kasus kejahatan transnasional atau setara dengan 52 persen dalam penyelesaian perkara. Angka itu di luar dari tindak pidana narkoba. Dalam hal ini, jumlah kejahatan transnasional yang dilaporkan pada tahun 2021 sebesar 5.000 kasus dan angka itu menurun 698 kasus atau 12,2 persen dibandingkan tahun 2020.
Penyelesaian perkara sebesar 2.601 kasus, dimana hal itu meningkat 630 kasus atau 31,9 persen. Adapun, kejahatan transnasional yang paling banyak terungkap adalah terkait siber, pencucian uang, perbankan dan uang palsu.(Red/Humas Polri)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments