M. Isa Ansori
Anggota Dewan Pendidikan JatimJawapes Surabaya - Karena sudah lama nggak ketemu kawan kawan, om Rahmad, om Muke, om Randy, cak imam dan om Gun, malam Sabtu sepakat kita bertemu di warung kopi Dinoyo ditambah soto daging khas Madura. Kode sederhana foto soto dan teh panas yang diunggah di wa group oleh om Muke, langsung direspon oleh om Rahmad, suip tunggu sebentar, dan yang lain siap otewe.
Tak lama para pecandu berat soto daging berdatangan dan langsung order dengan pilihan daging masing masing. Sambil lesehan dengan alas banner bekas pilkada, mulailah para pencari soto daging ngobrol ringan tentang meningginya wabah corona apalagi ditambah konon kabarnya ada banyak varian. Cak Muke yang memang ASN tertib dan beberapa kali ditugasi untuk berjibaku menyekat mobilitas manusia diperbatasan menceritakan, banyak bercerita informasi informasi seputar covid 19 di Bangkalan Madura.
Yang katanya varian ini begitu berbahaya, karena korban tidak ada tanda tanda, lalu tidak kurang dari 3 x 24 jam, korban bisa meninggal dunia. Om Rahmad, yang juga ASN tertib dan kemana mana selalu menyarankan meski kita berkumpul jangan lupa tetap menjalankan protokol kesehatan, sehingga di tas kecilnya selalu ada masker cadangan dan cairan pencuci tangan, merespon dengan serius sambil menyodorkan data penyebaran covid 19 yang diduga sudah terkontaminasi dengan varian baru yang katanya ada 7 jenis. Saya dan kawan kawan yang lain menyimak dan merespon dengan cara masing masing.
Karena yang lain bukan dari kalangan ASN, ya cara merespon yang dilakukan dengan gaya dan pengalaman masing masing. Om Randy dan om Gun yang pengusaha, merespons-nya dengan gaya dan pengalaman sebagai pengusaha. Santai dan diselingi dengan guyonan khas Suroboyo, Yo gak opo opo Ono Corona, tapi awak dewe kudu realistis, Ojo terlalu wedi, malah awakmu loro gak perkoro Corona, tapi perkoro awakmu wedi, gak kerjo, stress terus loro, mati, wis sing penting awak dewe patuh karo protokol kesehatan, dene engko loro, iku Yo wis iku takdire.
Lain om Randy dan om Gunawan, Cak imam yang alumni covid 19 bercerita pengalamannya dengan meledak ledak bak sinetron Indonesia yang selalu diwarnai dengan konflik konflik berkepanjangan, bahkan ketika awal awal alumni beliau sangat hati hati sekali, tapi sekarang agak kendor menyikapi, meski masih tetap taat protokol tapi sering kali masker nya gak menutupi mulut dan hidung, menutupi dagunya.
Dengan gaya Suroboyo, awak dewe iki wong cilik rek, Nek kabeh dibatasi terus awak dewe mangan opo, awak dewe iki percoyo nek Corona iku ono, awak dewe iki Yo butuh duwit, sing penting awak dewe iki wis berusah, Nek takdire mati Yo wis, kan memang jodoh, rezeki Karo mati iku rahasiae sing Kuoso. Lah Lapo wingi pas Pilkada bendino ono kerumunan, tapi kok krungu ini cluster pilkada, wingi Ono ulang tahun pejabat kok gak Ono cluster ulang tahun, malah aku kuatir rek wingi Ono ulang tahun Persebaya, engko diekspos onoo clustere. Lapo aku kok mikir ngene, soale wingi pas ulang tahun kan gak Ono pejabat sing melu.
Mendengar obrolan kawan kawan, sayapun mahfum dan manggut manggut, bukan berarti saya paham, tapi saya semakin bingung dan merenung, kenapa ya bisa begitu….
Sayapun mulai membuka buka ingatan saya tentang covid 19 pertama kali merebak. Betapa begitu masif dan menakutkan informasi Covid 19, beredar video orang tiba tiba jatuh dan distigma akibat Covid, jumlah korban relatif cepat meningkat, bak perang, suasana genting dan menakutkan..rata rata korban yang diinformasikan berasal dari kalangan medis dan rakyat biasa. Jumlahnyapun tak tanggung tanggung, dari kalangan medis sudah ratusan dan bahkan ribuan, apalagi rakyat seperti kita. Corona memang betul betul berbisa.
Jalanan seperti suasana perang, aparat dari kepolisian dan TNI membarikade jalan jalan perbatasan, pemeriksaan protokol kesehatan yang ketat dengan dalih mencegah penyebaran wabah melalui pencegahan mobilitas warga, sirine ambulance mendesing bersautan bak musik kematian.
Catatan catatan saya tentang Corona selama pandemi saya ceritakan, Corona tak boleh dipungkiri bahwa memang ada, apalagi diawal tahun 2021, saya merasakan kedukaan yang dalam, saya kehilangan dua orang kakak kandung akibat di vonis Corona, meski sudah ditanani rumah sakit. Belum lagi saya juga sempat mengalami sekolah Corona selama satu bulan, merasakan betul dampak Corona, baik secara fisik maupun psikologis. Beban berat nya justru lebih banyak di psikologis. Butuh dukungan dan penguatan, sehingga ketika saya diminta ke rumah sakit untuk isolasi, saya minta izin untuk isolasi mandiri. Dibenak saya rumah sakit menjadi sangat menakutkan. Bagi saya dukungan keluarga dan kawan kawan baik sangat penting. Saya hanya kuatir, kalau saya dirumah sakit, saya tiap hari akan melihat orang sakit dan mati, tentu ini akan berdampak pada kekuatan psikologis saya dan pada akhirnya akan melemahkan daya tahan fisik saya.
Karena saya ini adalah guru kecil, maka catatan catatan saya dibuat berdasar pengalaman sebagai guru kecil yang berjibaku dilapangan. Cara melihat trend Corona tentu berbeda dengan sahabat sahabat saya yang guru besar. Sebagai guru kecil yang terbiasa dengan data, saya melihat catatan setiap pemerintah mengumumkan proses belajar akan dibuka dengan kelas tatap muka, maka trend Corona pasti cenderung meningkat. Saya buka catatan bulan Juni 2020, bulan Oktober 2020, bulan Desember 2020, bulan Januari 2021 dan menjelang bulan Juli 2021.
Tren informasi peningkatan wabah corona begitu masif dan cenderung menakutkan. Juni 2021 ketika pemerintah sudah bulat menydari bahwa pendidikan dengan cara daring sudah tak lagi efektif dan harus dilakukan kelas tatap muka dengan standar prokes yang ketat, Corona varian baru menggila di Kabupaten Bangkalan. Trennya meningkat dan menakutkan, penganan wabah seperti diawal awal covid 19 merebak, dan ini tentu membuat gamang semua, pemerintah pun mulai ragu dengan keputusannya.
Akhirnya sayapun membanding bandingkan berbagai kerumunan yang berdampak pada peningkatan tren Corona. Hanya pada saat menjelang belajar tatap muka dan hari besar agama tren Corona mengalami peningkatan yang luar biasa. Apakah Corona memang hadir dengan selalu memilih mangsa ? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Semoga Corona segera berlalu dan kita hidup seperti sediakala, penuh dengan canda dan silaturahmi yang bersahaja tanpa prasangka bahwa menjadi penyebar Corona
Minggu, 20 Juni 2021
Pojokan Jembatan Suramadu Sisi Surabaya.(CSan).
Pembaca
Posting Komentar