Jawapes Nganjuk - Sengketa berebut warisan di tengah warga masyarakat masih sering terjadi bahkan berujung konflik dan memutus tali persaudaraan. Salah satu penyebabnya belum ada penjelasan dari orang tua sebagai pemilik sah terhadap anak dan ahli warisnya yang lain sebelum meninggal.
Seperti yang terjadi di wilayah Desa Jetis Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk dimana Ibu tiri (Paemah) meminta pembagian waris yang sama terhadap anak tirinya. Permasalahan ini muncul saat kedua anak tirinya Mulyono dan Sugeng yang tinggal di Kota Surabaya mau menjual rumah tanah peninggalan orang tuanya yang sekarang di tempati Ibu tirinya (Paemah).
Menurut keterangan Mulyono, Rabu (13/2/2020) di rumah pamannya, "Bahwa rumah yang sekarang di tempati Paemah itu tanah milik ibu saya yang sudah almarhum dan itu warisan dari nenek, kalau rumah yang bangun Bapak dan Ibu. Setelah ibu meninggal bapak nikah lagi sama Paemah yang sekarang menjadi ibu tiri saya," jelasnya.
Lebih lanjut, memang rumah itu mau saya jual karena ada kebutuhan tapi Ibu tiri saya minta dibagi rata dari hasil penjualan rumah itu, yang jelas saya dan kakak keberatan Pak, imbuhnya.
Ditempat berbeda wartawan Jawapes mencoba meminta keterangan Ibu Paemah. "Rumah yang di tempati sekarang ini memang rumah peninggalan istri pertama sedangkan dia menikah dengan Bari (Almarhum) bapak dari kedua anak tirinya itu sudah ada rumah, tapi keadaannya tidak seperti sekarang ini," jelasnya.
Ibu Paemah menambahkan, "Saya masuk kesini nikah sama bapaknya, rumah ini masih jelek mas nggak seperti sekarang ini. Saya datang kesini juga bawa harta benda, cuma pada waktu itu uang dan beberapa barang saya jual untuk bayar hutang ibunya yang sudah meninggal. Ketika bapaknya sakit saya merawat sampai meninggal jadi apapun yang terjadi kalau rumah ini di jual, harus di bagi sama rata," tegasnya.
Pada saat wartawan bertemu Kades Jetis (Jaswadi) di kantor desa Selasa (12/2/2020) lalu, memberikan penjelasan, "Pemerintah desa sudah mencoba membantu untuk mediasi saat itu juga ada Pak Wo, tetapi tidak ada titik temu mereka bersikukuh dengan pendiriannya masing masing," jelasnya.
Tapi kelihatannya sulit untuk di selesaikan, saya tidak mau bicara aturan yang kami pakai hati nurani sebagai manusia sehingga kembali pada mereka yang bersangkutan untuk menyelesaikannya, tuturnya.
Sampai dengan berita ini di terbitkan pemerintah desa ataupun pihak lain belum bisa menyelesaikan konflik tersebut.(Kobud)
View
Seperti yang terjadi di wilayah Desa Jetis Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk dimana Ibu tiri (Paemah) meminta pembagian waris yang sama terhadap anak tirinya. Permasalahan ini muncul saat kedua anak tirinya Mulyono dan Sugeng yang tinggal di Kota Surabaya mau menjual rumah tanah peninggalan orang tuanya yang sekarang di tempati Ibu tirinya (Paemah).
Menurut keterangan Mulyono, Rabu (13/2/2020) di rumah pamannya, "Bahwa rumah yang sekarang di tempati Paemah itu tanah milik ibu saya yang sudah almarhum dan itu warisan dari nenek, kalau rumah yang bangun Bapak dan Ibu. Setelah ibu meninggal bapak nikah lagi sama Paemah yang sekarang menjadi ibu tiri saya," jelasnya.
Lebih lanjut, memang rumah itu mau saya jual karena ada kebutuhan tapi Ibu tiri saya minta dibagi rata dari hasil penjualan rumah itu, yang jelas saya dan kakak keberatan Pak, imbuhnya.
Ditempat berbeda wartawan Jawapes mencoba meminta keterangan Ibu Paemah. "Rumah yang di tempati sekarang ini memang rumah peninggalan istri pertama sedangkan dia menikah dengan Bari (Almarhum) bapak dari kedua anak tirinya itu sudah ada rumah, tapi keadaannya tidak seperti sekarang ini," jelasnya.
Ibu Paemah menambahkan, "Saya masuk kesini nikah sama bapaknya, rumah ini masih jelek mas nggak seperti sekarang ini. Saya datang kesini juga bawa harta benda, cuma pada waktu itu uang dan beberapa barang saya jual untuk bayar hutang ibunya yang sudah meninggal. Ketika bapaknya sakit saya merawat sampai meninggal jadi apapun yang terjadi kalau rumah ini di jual, harus di bagi sama rata," tegasnya.
Pada saat wartawan bertemu Kades Jetis (Jaswadi) di kantor desa Selasa (12/2/2020) lalu, memberikan penjelasan, "Pemerintah desa sudah mencoba membantu untuk mediasi saat itu juga ada Pak Wo, tetapi tidak ada titik temu mereka bersikukuh dengan pendiriannya masing masing," jelasnya.
Tapi kelihatannya sulit untuk di selesaikan, saya tidak mau bicara aturan yang kami pakai hati nurani sebagai manusia sehingga kembali pada mereka yang bersangkutan untuk menyelesaikannya, tuturnya.
Sampai dengan berita ini di terbitkan pemerintah desa ataupun pihak lain belum bisa menyelesaikan konflik tersebut.(Kobud)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments